NovelToon NovelToon
Mu Yao: Hidup Kembali Di Dunia Yang Berbeda

Mu Yao: Hidup Kembali Di Dunia Yang Berbeda

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: Seira A.S

Mu Yao, seorang prajurit pasukan khusus, mengalami kecelakaan pesawat saat menjalankan misi. Secara tak terduga, ia menjelajah ruang dan waktu. Dari seorang yatim piatu tanpa ayah dan ibu, ia berubah menjadi anak yang disayangi oleh kedua orang tuanya. Ia bahkan memiliki seorang adik laki-laki yang sangat menyayanginya dan selalu mengikutinya ke mana pun pergi.

Mu Yao kecil secara tidak sengaja menyelamatkan seorang anak laki-laki yang terluka parah selama perjalanan berburu. Sejak saat itu, kehidupan barunya yang mendebarkan dan penuh kebahagiaan pun dimulai!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seira A.S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27: Persiapan Sebelum Serangan

Mu Yao nggak ikut bantu warga menguburkan mayat, dia langsung pulang ke rumah. Liu-shi kaget setengah mati melihat tubuh anaknya berlumuran darah. Setelah tahu itu bukan darah Mu Yao sendiri, barulah dia bisa bernapas lega.

Setelah ganti baju dan mencuci bersih darah di tubuhnya, Mu Yao baru menoleh ke arah ibu dan adiknya. Di pipi kiri Liu-shi memang bengkak merah, tapi untungnya nggak ada luka serius. Bokong Mu Xiao udah nggak terlalu sakit, cuma punggungnya lecet dan lebam besar. Mu Yao merasa sangat sedih melihatnya.

Mu Yao bilang ke ibunya, "Ibu, bawa adik ke tabib buat ambil obat, ya. Aku masih harus ke rumah Kakek Kepala Desa buat bahas sesuatu. Nggak usah tunggu aku makan malam, pintu rumah dikunci lebih awal aja." Dia sengaja nggak bilang kalau kemungkinan masih ada perampok lain yang bakal datang, takut bikin ibu dan adiknya makin cemas.

Liu-shi mengangguk. Dia nggak nanya anaknya mau ngapain, cuma berpesan supaya Mu Yao jaga diri baik-baik. Mu Yao pun buru-buru ke rumah kepala desa. Di jalan udah nggak kelihatan bekas darah, tapi bau amisnya masih samar-samar. Sesampainya di rumah kepala desa, ternyata sudah ada beberapa orang yang menunggunya.

Mu Yao langsung menyampaikan pendapatnya, "Kakek Kepala Desa, meskipun kelompok perampok itu markasnya di Pegunungan Qing, yang jaraknya lumayan jauh dari sini, tapi siapa tahu mereka punya mata-mata di sekitar desa. Kalau mereka tahu orang-orang mereka dibunuh, bisa aja mereka datang balas dendam, bahkan mungkin membantai seluruh desa. Kalau naik kuda, setengah hari juga mereka udah sampai ke sini. Jadi, kita harus siap-siap dari sekarang."

"A-apaaa? Ngebantai desa?!" Seorang warga yang penakut sampai gemetaran habis denger kata-kata Mu Yao. Padahal tadi dia juga ikut bunuh satu perampok pakai cangkul! Jangan-jangan nanti dia dicari buat dibalas?

Istrinya langsung mencubit telinganya dengan kesal. "Dasar pengecut! Kalau kamu nggak ikut lawan, emangnya mereka bakal baik-baik aja sama kita? Beberapa tahun lalu, kakek tua itu juga dibunuh padahal dia nggak ngelawan! Sama mereka tuh, antara kita mati atau mereka yang mati! Takut juga nggak ada gunanya!"

Istri si Zhao Tua ini memang mulutnya pedas, tapi omongannya masuk akal. Mu Yao juga ikut melirik dia sekilas. Kepala desa pun mengangguk setuju, lalu bicara ke Mu Yao, "Yao, omonganmu ada benarnya. Tapi desa kita jauh banget dari ibu kota kabupaten. Kalau kita kirim pesan pakai kereta sapi ke kota, terus petugas pengantar kabar baru diteruskan ke kantor kabupaten, bisa-bisa udah telat. Lagian, warga kita nggak mungkin semua pergi ngungsi keluar desa."

Mu Yao juga udah memikirkan hal itu. "Kakek Kepala Desa, aku bakal ke kota sendiri. Aku bisa naik kuda, jadi lebih cepat. Cuma masalahnya, belum tentu petugas di penghubung kabar bakal percaya sama omonganku."

"Itu gampang," kata kepala desa sambil mengeluarkan sebuah papan kayu kecil dari pinggangnya dan menyerahkannya ke Mu Yao. "Ini tanda pengenal resmi Desa Xiaonan. Siapa pun yang bawa ini ke kantor penghubung kabar, mereka harus bantu. Apalagi kalau soal perampok, wajib dilaporkan malam itu juga. Nggak boleh ditunda!"

Mu Yao menerima papan itu. Di atasnya terukir tulisan kecil: "Desa Xiaonan". Dia langsung merasa tenang. Sebelum berangkat, dia juga minta kepala desa untuk menyuruh warga tinggal bersama beberapa keluarga dalam satu rumah, supaya lebih mudah saling menjaga. Soalnya kalau cuma mengandalkan ruang bawah tanah, bisa dengan mudah ditemukan kalau dicari.

Mu Yao memilih seekor kuda besar, langsung naik dan melesat menuju kota. Sampai di kantor penghubung kabar, dia langsung menjelaskan maksud kedatangannya dan menunjukkan tanda dari kepala desa. Begitu tanda itu keluar, artinya ada masalah besar. Petugas jaga memutuskan untuk langsung pergi sendiri ke kantor kabupaten. Mu Yao yang nggak tenang akhirnya ikut juga.

Waktu mereka sampai di kantor kabupaten, langit sudah gelap. Harusnya di jam segitu, Bupati Feng lagi makan malam di belakang. Petugas penghubung kabar langsung turun dari kudanya dan memukul gong darurat! Sekali gong itu berbunyi, nggak peduli pangkatmu apa, semua harus segera naik ke ruang pengadilan.

Bupati Feng yang baru aja mau masukin daging ke mulut, kaget sampai tangannya gemetar. Sumpitnya jatuh ke lantai. Selir favoritnya, Nyonya Fang, langsung maju sambil manja, "Aduh, Yang Mulia, nggak kepanasan kan? Siapa sih yang nggak tahu diri ganggu jam makan malam begini?"

Tapi Bupati Feng malah dorong dia kasar, "Minggir! Dasar bodoh!" Habis itu dia langsung lari ke depan, sampai lupa pakai jubah dinasnya.

Padahal Nyonya Fang ini favoritnya banget. Apa pun yang dia minta, pasti dikabulkan. Ibu bupati sendiri, Nyonya Huang, juga sering ngalah sama dia. Tapi malam itu, habis dimarahin, dia langsung duduk di lantai sambil nangis, "Tuan, kenapa harus galak banget sama aku? Gimana aku bisa hidup begini?" Jurus nangis-nangis manja ini biasanya ampuh banget, tapi kali ini, Bupati Feng cuek bebek, nggak nengok sama sekali.

Nyonya Huang yang ikut lihat malah naik pitam. Dia tampar Nyonya Fang keras-keras. Pelayan Nyonya Fang, si Shu-er, coba bantu, tapi malah ikut ditampar sampe jatuh ke lantai. Kelihatan banget Nyonya Huang lagi marah besar.

Dia menunjuk hidung Nyonya Fang dan marah, "Dasar wanita murahan! Kalau gong darurat dibunyikan, bupati wajib langsung naik ke ruang pengadilan. Kalau nggak, itu dianggap menghina kaisar. Bisa dicopot, bahkan dihukum mati! Kamu malah goda-goda dia segala! Pengawal, seret perempuan ini dan pukul dua puluh kali! Pelayannya juga, habis dipukul besok pagi langsung dijual keluar kota!"

Para pelayan yang udah sering disusahkan Nyonya Fang juga ikut senang. Mereka langsung bawa pergi Nyonya Fang sambil menyumpal mulutnya biar nggak teriak. Habis dipukul, Nyonya Fang sampai sebulan nggak bisa bangun dari tempat tidur. Nyaris mati.

Sementara itu, Bupati Feng udah duduk di ruang pengadilan, langsung mukul meja dan memerintahkan agar tamu dibawa masuk.

Petugas penghubung kabar melaporkan soal kelompok perampok. Wajah bupati langsung pucat. Perampok lagi?! Untung dia nggak telat. Kalau enggak, bisa-bisa semua kepala keluarganya jadi tumbal. Setelah tanya beberapa hal ke Mu Yao dan yakin mereka nggak bohong, dia langsung kumpulkan pejabat militer buat rapat dan kirim pasukan.

Karena ini situasi darurat, bupati perintahkan komandan patroli kota, Jenderal Qiu, untuk bawa pasukan kavaleri berangkat malam itu juga. Mu Yao ikut juga. Bupati terkesan dengan keberanian Mu Yao yang masih kecil tapi berani bunuh banyak perampok. Dia pun izinkan Mu Yao ikut dan minta Jenderal Qiu jaga dia baik-baik. Lalu, utusan lain dikirim ke Kabupaten Daluo karena Pegunungan Qing itu di perbatasan dua kabupaten.

Tiga ratusan pasukan berkuda berlari di malam hari, suaranya bisa terdengar dari jauh. Mu Yao usul agar kaki kuda dibungkus kain biar nggak berisik dan nggak bikin perampok curiga. Jenderal Qiu yang awalnya meremehkan Mu Yao jadi mulai kagum. Dia langsung perintahkan anak buahnya untuk ikuti saran itu. Setelah semua siap, Mu Yao jadi yang pertama naik kuda dan memimpin di depan. Pasukan lain menyusul seperti harimau yang dilepas dari kandangnya. Mereka semua sudah lama geram karena setiap operasi lawan perampok selalu gagal. Sekarang ada kesempatan serbu markas utama, siapa yang nggak semangat?

Rombongan melewati enam atau tujuh desa, baru sampai di kaki Gunung Qing waktu dini hari. Mu Yao usul agar kuda-kuda disembunyikan di hutan dekat Desa Zhou, lalu naik gunung diam-diam. Jenderal Qiu juga berpikiran sama. Soalnya, desa itu tepat di kaki gunung dan ada lebih dari seratus perampok di atas sana, tapi warga seolah nggak tahu apa-apa. Jangan-jangan mereka satu geng, atau bahkan mereka sendiri perampok!

Dan ternyata benar. Banyak gadis Desa Zhou yang dijadikan istri para perampok, jadi keluarga mereka juga dapat untung dan rela jadi mata-mata. Beberapa keluarga yang nggak terlibat juga pura-pura nggak tahu karena takut. Bahkan kalau mereka ke kota, selalu ada yang awasi. Mana berani mereka lapor?

Setelah sembunyikan kuda, Mu Yao juga suruh beberapa orang berjaga, satu buat menyambut bala bantuan dari Daluo, dua buat mencegah warga desa yang jadi mata-mata ngasih tahu perampok. Meski mereka udah hati-hati, tetap saja ada risiko informasi bocor. Siapa tahu ada jalan rahasia lain di gunung yang mereka nggak tahu?

Selama perjalanan, Jenderal Qiu perhatikan Mu Yao dan makin kagum. “Ini bocah cewek beneran belum umur sepuluh tahun?” pikirnya. Dari tadi naik kuda nggak pernah tertinggal, bahkan ngerti strategi. Mana ada anak kecil seperti ini? Sekarang dia udah nggak meremehkan Mu Yao sedikit pun, bahkan percaya kalau Mu Yao memang berhasil bunuh perampok.

Pasukan dibagi tiga tim: satu dipimpin langsung Jenderal Qiu lewat jalan belakang desa, satu lagi oleh wakilnya, Jenderal Gao Dali lewat jalan depan desa. Jalan belakang gunung yang sempit dan curam dipimpin oleh Mu Yao.

Karena jalur belakang susah dilewati banyak orang, Mu Yao cuma bawa lima puluh prajurit yang gesit. Tugas mereka utamanya untuk cegat perampok yang kabur. Tapi kalau pertempuran di depan berat, mereka bisa bantu serang dari belakang.

Sebelum berangkat, Jenderal Qiu kasih perintah tegas ke pasukan kecil itu: harus patuh pada perintah Mu Yao, dan utamakan keselamatan dia. Soalnya Mu Yao bukan tentara, dan masih anak-anak. Kalau sampai kenapa-kenapa, mereka nggak bisa pertanggungjawabkan ke keluarganya.

Semua persiapan selesai, dan pasukan pun mulai naik gunung dalam gelap.

1
Aisyah Suyuti
baguss
Seira A.S: makasih kak
total 1 replies
The first child
semangat terus nulisnya thor..
Seira A.S: makasih kak
total 1 replies
Andira Rahmawati
lanjut thorr...semangat....
Seira A.S: insyaallah kak
total 1 replies
Andira Rahmawati
coba punya ruang dimensi atai sistem..
Seira A.S: gak punya kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!