Bagaimana jadinya jika dua keberadaan paling agung dan paling tinggi di seluruh semesta yang ada, terlahir dan muncul kembali setelah jutaan tahun kematian keduanya di masa lalu.
Dan istimewanya, keduanya muncul dan terlahir justru bukan dengan tubuh fisik yang mereka miliki dahulu, melainkan tumbuh dan hidup di dalam tubuh bocah 16 tahun yang secara kebetulan memiliki nama yang merupakan gabungan dari nama kedua sosok itu di masa lalu.
Penasaran?
Tunggu apalagi, langsung masuk dan baca ceritanya di sini!👇
Novel: Pewaris Tahta Semesta
Author: Fatiih Romanaa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fatiih Romana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 25
"Aku akan mengurus Ba Tian secara pribadi, sementara kalian bertiga yang mengurus sisanya! "
ucap Ding Liren dengan masih mempertahankan suara dingin sebelumnya.
"Baik, Pemimpin."
Setelah itu, tubuh Ding Liren langsung menghilang dari tempatnya, meninggalkan bayangan samar di udara sebelum muncul kembali tepat di samping sosok Ba Tian yang berdiri kaku karena terkejut.
"Tu-tuan, anda...."
"Baaammm!!!"
"Brakkk!!!"
Tanpa membiarkan Ba Tian menyelesaikan ucapannya yang dipenuhi kebingungan dan ketakutan itu, Ding Liren langsung melancarkan tendangan berputar ke arah perut Ba Tian menggunakan kaki kanannya.
Tubuh Ba Tian yang sama sekali tidak siap dengan serangan tiba tiba itu pun langsung terangkat dari tanah lalu melayang tak berdaya seperti layangan putus.
Menghantam tembok bangunan di sisi kiri halaman dan menghancurkannya hingga menjadi puing-puing yang berjatuhan.
Melihat itu, beberapa anggota Klan Ba memekik ngeri.
Kembali ke sisi Ba Tian.
Sebelum debu reruntuhan sempat mengendap, sosok Ding Liren kembali muncul di samping Ba Tian yang tertimbun reruntuhan tembok itu.
"A—arrgh...!"
Ba Tian menggeliat, berusaha keluar dari timbunan puing-puing, tapi sayangnya yang dia dapati adalah tangan kuat Ding Liren lebih dulu mencengkeram kakinya dan menarik tubuhnya keluar seperti menarik bangkai.
"Sudah puas merendahkan keluarga orang lain?" desis Ding Liren dingin.
"Uhukkk,.... Tu-tuan, apa yang kamu maksud dengan itu?" ucap Ba Tian mengabaikan apa yang terjadi sebelumnya.
Namun sayangnya, bukan jawaban yang di terima Ba Tian atas pertanyaannya itu, melainkan...
Baammm!!!"
"Arghhhkk!!!"
Tinju besi Ding Liren menghantam wajah Ba Tian. Suara tulang patah terdengar jelas. Darah segar muncrat dari hidung dan mulutnya.
Dan tak sampai di sana saja, sebab setelahnya, tinju demi tinju menghantam tanpa ampun, diselingi dengan patahan-patahan tulang yang membuat anggota Klan Ba lainnya menggigil ngeri.
"A—Ampun... aku... salah..." Ba Tian merintih, setengah sadar. Meskipun ia masih belum tahu apa sebenarnya yang menjadi kesalahannya itu.
Tapi Ding Liren tidak menghiraukannya sedikit pun. Sebaliknya, ia justru menggertakkan giginya penuh amarah.
"Salahmu adalah menghina keluarga seseorang yang tak bisa kau sentuh bahkan dalam sepuluh kehidupanmu."
Mendengar itu, mata Ba Tian langsung melotot, tak percaya. Kemungkinan dia mulai sadar akan apa yang di maksud oleh Ding Liren itu.
Namun sayangnya, Ding Liren tidak memberikannya waktu untuk membuka mulutnya.
Kemudian...
Tinju berikutnya menghantam rusuknya.
"Kraakk!!"
Jeritan memilukan kembali mengoyak malam.
Salah satu tetua muda Klan Ba menggigil. Ia melangkah mundur pelan, lalu berbisik pada yang lainnya.
"Kita... kita harus kabur dari sini... Ini bukan lagi pertempuran, ini pembantaian."
Namun suara bisikan itu langsung disambar oleh keheningan mematikan yang menyusul.
Seketika itu juga, Bayangan 2, 3 dan 4 bergerak cepat seperti tiga bayangan pembawa maut.
"Baaammm!!!"
"Pyaaakkk!!!"
Tiga pukulan berselimut Qi kegelapan menghantam tubuh pria yang mencoba kabur itu secara bersamaan. Tubuhnya hancur seketika menjadi serpihan daging yang tersebar ke segala arah.
Percikan darah bahkan membasahi wajah para anggota klan yang berdiri terdekat.
Beberapa dari mereka langsung jatuh terduduk dengan mata kosong, tubuh mereka bergetar hebat, sebagian bahkan mengompol di tempat karena teror yang begitu kuat mencengkeram jiwa mereka.
Namun pembantaian tidak berhenti di sana.
Tanpa ampun, Bayangan 2, 3 dan 4 kembali bergerak, menebas dan menghantam siapa saja yang masih hidup.
Teriakan, suara tulang retak, dan daging yang terbelah memenuhi halaman yang sebelumnya damai. Aroma darah menyatu dengan angin malam, menyebar ke seluruh penjuru wilayah Klan Ba.
"Ampun... tolong... kami hanya mengikuti perintah...!"
"Jangan bunuh aku... aku- aku...menyerah...."
Tangisan dan permohonan menyayat hati terdengar, namun tak satu pun dari para Bayangan mengacuhkannya. Mereka adalah pembawa kehendak dari seorang yang kini sudah duduk sebagai pelindung baru organisai mereka, Ling Tian.
Sementara itu, di arah pintu kediaman utama, Bayangan 1 muncul membawa dua tubuh tak bernyawa Ba Jian dan Ba Feng . Satu di masing-masing tangan.
Darah masih menetes dari tubuh keduanya.
"Pemimpin, tugas selesai," lapor Bayangan 1 dengan suara datar.
Ding Liren, yang baru saja menghentikan pukulan terakhirnya ke wajah Ba Tian, memandang mayat itu dengan dingin, lalu melemparkan tubuh Ba Tian yang sudah tidak bernyawa ke tanah seperti sampah.
"Brak!!!"
"Gantung mayat ketiganya di tempat yang mencolok!" suaranya menggelegar, penuh ketegasan. "Agar saat kelompok Yu Ming tiba bisa langsung melihatnya."
"Baik, pemimpin!" sahut Bayangan 1 seraya memberikan isyarat pada ketiga rekannya.
Mereka segera bergerak. Dengan tali-tali hitam yang mereka siapkan, ketiga mayat itu digantung di atas halaman kediaman utama klan, yang tersembunyi di balik gerbang utama Klan yang ada di ke jauhan.
Meski begitu, tempat tersebut sangat strategis, yang akan langsung terlihat oleh siapa pun yang datang nantinya.
Sementara itu, Ding Liren berdiri santai di tengah halaman yang telah berubah menjadi ladang kematian. Ia memandang pemandangan di hadapannya. Potongan daging dan genangan darah, tanpa setitik pun rasa kasihan.
Justru yang terlihat adalah sorot ketidakpuasan. Nafasnya masih berat, dadanya naik turun, menahan emosi yang belum sepenuhnya reda.
"Klan busuk... hanya karena kalian, aku harus tunduk pada orang yang lebih kuat. Tapi untungnya... aku tunduk pada orang yang pantas."
Bayangan 1 berjalan mendekat, berdiri di sampingnya. "Pemimpin, apakah anda masih ingin menunggu kelompok Yu Ming?"
Ding Liren tidak menjawab langsung. Ia justru menenggak arak dari botol kecil di tangannya.
"Akan sangat menyenangkan jika mereka datang lebih cepat... Aku ingin tahu ekspresi mereka saat melihat ketiga sosok yang kini tergantung seperti ayam potong itu."
.
.
.
Beberapa waktu kemudian, keempat Bayangan sudah kembali dan berkumpul bersama Ding Liren di halaman depan.
Mereka duduk bersila sambil menenggak arak dari kendi yang mereka temukan di gudang arak Klan Ba.
Tawa kecil terdengar sesekali di antara mereka.
"Pemimpin, jujur saja, saya sangat menikmati bagian tadi ketika orang itu mencoba kabur sambil menangis seperti anak kecil."
"Yang kau bunuh?" tanya Bayangan 2 dengan tertawa.
"Ya, aku hampir kasihan padanya. Hampir..."
Tawa mereka pecah.
Namun semua itu harus terhenti ketika keempat Bayangan dan Ding Liren serentak merasakan kehadiran aura kuat yang mendekat dari kejauhan.
Ding Liren bangkit berdiri.
"Setelah ini jangan membuang waktu lagi," katanya dingin. "Langsung eksekusi dan segera kembali ke markas."
Ia menoleh kepada para Bayangan satu per satu.
"Sebab akan sangat konyol jika kekuatan kita lebih lemah daripada mereka hanya karena terlalu lama menunda untuk melakukan tugas kita ini."
Empat Bayangan itu mengangguk mantap.
Dan angin malam kembali bertiup, membawa aroma darah yang pekat... menyambut tamu berikutnya yang akan menyaksikan hasil kekejaman yang tak bisa dibatalkan lagi.