NovelToon NovelToon
Daily Pasutri

Daily Pasutri

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / cintapertama / cintamanis
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Skay. official

keseharian seorang pasutri sebagai seorang pegawai negri, sebagai pasangan suami istri Dimas dan Indah saling melengkapi. namun terkadang perasaan cemburu dari Indah membuat Dimas merasa pusing. akan kah Dimas bisa bertahan dengan sikap kekanak kanakan istrinya?
simak cerita selengkapnya dalam kisah Daily pasutri

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Skay. official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kasmaran

Pada hari ini, Dimas dan Indah sudah mulai menempati kontrakannya. Saat mereka baru saja meletakkan tubuh mereka pada sofa, terdengar sering ponsel milik Indah. Indah pun mengeceknya, dan pada username tertera nama ibunya. 

"Siapa sayang?" Tanya Dimas pada Indah. 

"Ibu mas" Jawab Indah singkat lalu mengangkat telfon tersebut. 

:halo bu.. : jawab Indah saat mengangkat telfon ibunya. 

:halo nak, apa kamu sudah sampai?: 

:ini baru sampai bu, kenapa?: 

:kapan balik kesini lagi, mama mau masakin makanan kesukaan kamu: 

:cckk, bu. Indah dan mas Dimas baru aja nyampe, dan baru hari ini kita mau hidup mandiri. Belum ada sehari loh bu, udah disuruh balik aja: jawab Indah pada telfonnya. 

Ibu indah terdengar hanya tersenyum mendengar celoteh anaknya itu yang merasa kesal. Sesungguhnya bu Aini masih belum rela anaknya tinggal sendiri, entah apa itu alasannya bu Aini sendiri tak mengerti. Sementara Dimas yang berada disampingnya hanya mendengarkan, sembari mengelus elus punggung Indah. 

Telfon pada akhirnya mereka akhiri, Indah lalu meletakkan handphone miliknya keatas meja. Dan Indah merebahkan kepalanya dipundak sang suami. 

"Huuuufffttt, kalau sudah begini rasanya damai banget. Berasa waktu milik kita berdua" Kata Indah setelah menghela nafas panjang. 

"Kita mulai lagi dari awal, semoga setelah ini ikhtiar kita bisa terwujud ya sayang" Kata Dimas seraya mengelus elus pundak Indah, lalu mengecup ubun ubun sang istri. 

"Aamiin, semoga kita segera diamanahkan buah hati ya sayang" Jawab Indah. 

Dimas mengangguk seraya tersenyum melihat Indah, lalu Dimas mendaratkan kecupan lagi di kening Indah. Waktu beristirahat mereka gunakan untuk quality time berdua, meski hanya sekedar bercerita dan bermanja manja. 

Di sisi lain, Hanifah yang tengah berjalan menyusuri jalanan seraga menggendong tas ranselnya sendirian. Hari sudah terlihat gelap, hanya diterangi lampu lampu jalanan dan lampu rumah warga. 

"Sialan, pakek acara mogok segala tuh mobil. Jadinya jalan kaki deh, huuuhhh ya ampun pegel banget nih kaki. Seandainya ada seorang pangeran yang tampan datang menjemputku dan mengantarkanku pulang, oh my god mungkin aku nggak selelah ini" Gumam Hanifah yang merasa lelah. 

Tak Hanifah sadari, ada sebuah mobil berwarna putih tengah berhenti diujung gang. Ya itu adalah mobil Romi, sebenarnya Romi dari tadi mengikuti Hanifah, hanya saja Romi tak berani memberi tumpangan pada Hanifah. Pasalnya karna bercandanya tadi membuat Hanifah kesal bukan kepalang pada Romi, sampai sampai godaan Romi padanya hanya dianggap angin lalu. Tak ditanggapi, biasanya jika Romi menggoda Hanifah dan menjahilinya, Hanifah akan merespon dengan membalas atau sekedar merutuki Romi. 

"Aduuuh, gimana ya. Aku sebenernya kasihan liat dia jalan kaki begitu, mana kelihatannya tasnya berat banget lagi. Tapi kalok aku bantu dan kasih dia tumpangan, nanti dia nggak mau" Monolog Romi yang masih mengamati Hanifah yang berjalan menjauh. 

Dari arah belakang mobil Romi, ada sorot lampu kendaraan yang bergerak mendekati Hanifah. Motor tersebut berjenis trail, dan motor tersebut dikendarai oleh seorang laki laki yang memakai seragam rumah sakit. Motor tersebut berhenti menghampiri Hanifah, lalu berhenti didepan Hanifah. 

"Maaf mbak, kok mbak jalan sendirian. Nggak naik taksi? Atau ojek?" Tanya laki laki itu tanpa membuka helmnya. 

Hanifah sebenarnya rada takut, takut jika orang didepannya itu orang jahat. Lama Hanifah tak kunjung menjawab, Irwan langsung membuka helmnya. 

"Mbak nggak usah takut, saya orang baik kok. Saya nggak ada niatan untuk menyakiti atau berbuat macam macam" Kata Irwan yang kini turun dari motornya. 

"Ohh, maaf saya punya rasa trauma tentang orang baru, bukan maksud saya untuk mengurangi kalau mas orang jahat" Kata Hanifah dengan jujur. 

"Ooh, ya nggak papa mbak, tapi saya orang baik kok tenang aja, saya cuma mau bantu mbak. Kasihan malam malam begini kok perempuan jalan sendirian, rumah mbak dimana? Biar saya antar" Kata Irwan menawarkan. 

"Oh, nggak usah mas. Biar saya jalan kaki saja" Jawab Hanifah lagi menolak. 

Sementara Romi yang melihat Hanifah seperti orang ketakutan, langsung bergerak melajukan mobilnya mendekat. Lalu mobil Romi berhenti tepat dibelakang Hanifah. 

"Eh mas, mas mau berbuat macam macam ya? Liat dia sampai ketakutan begitu" Kata Romi yang kini sudah turun dari mobil. 

"Romi? Kok dia bisa disini secepat ini, bukannya kontrakan dia dekat dengan kantor ya" Monolog Hanifah didalam hati, merasa heran karna tiba tiba Romi sudah ada disana. 

"Enggak pak, saya cuma mau bantu mbaknya untuk saya antar ke rumahnya, kasihan perempuan jalan sendirian malam malam begini, apalagi ini sepertinya mau turun hujan" Kata Irwan menjelaskan. 

"Bapak.. Bapak, sembarangan kalau ngomong, saya belum tua ya" Kata Romi yang tak Terima jika dirinya dipanggil dengan sebutan bapak. 

"Oh, belum tua. Kelihatannya kayak orang umur empat puluhan tahun" Kata Irwan lagi. 

"Sembarangan kamu, kamu ngejek saya" Kata Romi yang merasa diejek oleh Irwan. 

"Sudah sudah, kamu kenapa sih rom, dateng dateng marah marah nggak jelas sama orang. Dia tu cuma niat mau ngasih tumpangan buat aku pulang" Kata Hanifah melerai. 

"Iya Pak... Eh, mas" Kata Irwan yang meralat sebutannya untuk Romi. 

"Ooh, aku kira kamu mau diapa apain sama dia. Soalnya aku lihat kamu kayak orang ketakutan" Kata Romi masih dengan ekspresinya yang terlihat tak suka dengan Irwan. 

"Tenang mas, saya bukan orang jahat kok. Jadi gimana mbak, mau saya antar?" Kata Irwan lagi menawarkan pada Indah. 

"Nggak bisa, dia biar saya yang antar. Saya calon suaminya" Kata Romi yang dengan lancang memperkenalkan dirinya, dan menyebut dirinya sebagai calon suami dari Hanifah. 

Jelas Hanifah seketika terdiam dan tercengang sekaligus, sampai sampai ia seperti membeku ditempat. Saat mendengar pengakuan dari Romi, lagi dan lagi Hanifah semakin tidak bisa lagi berkata kata. Saat dengan lancang nya Romi menggandeng tangan Hanifah dengan menautkan jari jemarinya pada jari jemari Hanifah. 

"Oh, calon suaminya. Ya sudah kalau begitu, syukur sudah ada yang mau mengantarnya. Kalau begitu saya duluan, permisi" Irwan berpamitan untuk pergi dengan kata katanya yang sangat ramah. 

Motor yang dikendadai Irwan melaju meninggalkan mereka berdua, Hanifah masih dalam keadaan terpaku. Lalu Hanifah dituntun oleh Romi untuk masuk kedalam mobilnya, tak ada bantahan atau pemberontakan dari Hanifah sendiri. Malah Hanifah terlihat pasrah saat ia dibukakan pintu mobil, lalu disuruh duduk didalam mobil oleh Romi. 

Romi kini mengitari mobil dan masuk ke mobil bagian pengemudi. Kemudian Romi melajukan mobilnya untuk mengantarkan Hanifah. 

"Kesel banget, masih muda begini dipanggil bapak. Emang aku kelihatan se tua itu apa?" Romi mengomel karna dia dipanggil bapak oleh Irwan. 

"Ya gimana nggak dipanggil bapak, kamu pakai kacamata begitu jadi kelihatan kayak bapak guru umur empat puluh tahun" Kata Hanifah seraya memutar bola mata jengah. 

"Hah, emang iya?" Romi membuka kaca spion dibagian depan atas kepalanya. Lalu ia bercermin memandangi dirinya. 

"Masa sih se tua itu, padahal nggak deh kayaknya. Malah kelihatan ganteng maksimal sih menurutku" Kata Romi yang narsis secara tidak sadar. 

"Dih, ganteng dari mananya?" Decih Hanifah melihat Romi. 

"Ya dari depan, aku tampan, dari samping kanan kiri tetep tampan. Dari belakang apa lagi" Jawab Romi yang kembali narsis. 

"Ya deh iya, biar kamu bangga. Bangga sendiri" Kata Hanifah membalas. 

Romi terkekeh kecil, lalu keadaan jadi diam dan hening. Sesaat Hanifah melirik pada Romi, mengamati wajah Romi dari arah kiri. Terlihat laki laki itu tampak seperti laki laki yang tegas dan mapan, lalu ia teringat dengan kata kata Romi pada Irwan barusan. 

"Saya calon suaminya"

Dan saat tersadar akan perkataan Romi tadi, Hanifah kini malah bergerak brutal memukuli Romi. Memukul lengan dan pundak Romi tanpa ampun. 

"Aduh, sakit fah" Pekik Romi kesakitan. 

"Iiiiiihhh dasar, tadi kenapa kamu ngomong kayak gitu sama laki laki tadi" Kata Hanifah dengan kesalnya memukuli Romi. 

"Ngomong apa? Sama siapa?, kamu kok nggak jelas banget" Jawab Romi seraya menghalau pukulan Hanifah seraya mengimbangi ia menyetir. 

"Yang nggak jelas itu kamu, kamu nggak jelas, narsis, sok ganteng. Dasar menyebalkan, dimana mana kamu selalu buat aku emosi, dasar cowo biang keladi" Tutuk Hanifah masih seraya memukuli Romi. 

Romi tak mau mengambil resiko, jika dia terus menyetir dalam keadaan ia dipukuli. Ia takut malah akan membahayakan Hanifah, karna saat Hanifah memukuli lengannya. Ia jadi kurang fokus, dan kurang stabil saat menyetir. Akhirnya Romi menepikan mobilnya dan berhenti sejenak. 

"Stop.. Stopp. Maksut kamu gimana? Sakit tau dipukulin kayak gini" Kata Romi kini menangkap tangan Hanifah. 

Hanifah malah cemberut lalu melepaskan genggaman tangan Romi. Ia kini berbalik dan menghadap arah depan sembari melipat tangan didepan dada. 

"Kamu tadi ngapain ngaku ngaku jadi calon suami kamu, pacar bukan, siapa siapa juga bukan. Main ngaku ngaku calon suami lagi, modus kamu ya" Kata Hanifah tampak kesal pada Romi. 

Romi seketika terdiam, ia menelan salivanya dengan susah payah. Ia bingun mau menjawabnya apa, ia ingin jawab bercanda, tapi hatinya tidak bercanda. Ingin mengakuinya, tapi lidahnya sangat sulit untuk mengucapkannya. Serasa tercekat ditenggorokan kalimatnya, entah mengapa tiba tiba ia sangat sulit untuk jujur pada Hanifah. 

"Aduuh, gimana ini. Ungkapin sekarang atau jangan ya?. Tapi aku belum siap kalau mendengar penolakan dari dia, kelihatannya dia juga benci banget sama aku. Tapi kalau aku nggak ungkapin, nanti keburu ditikung orang. Haduuuuuuuuhhh, Romi...Romi.. Kenapa kamu malah jadi mental tempe begini sih" Gerutu Romi dalam hati merutuki dirinya sendiri. 

"Eh budi, malah bengong lagi. Jawab!!" Kata Hanifah dengan sewot nya. 

"Ya maaf sih, lagian niatku cuma mau bantuin kamu. Aku bilang kayak gitu supaya kamu nggak diapa apain sama orang itu. Lagian emang kamu kenal sama orang itu? Enggak kan, kamu kan orangnya sulit untuk kenal sama orang baru. Apalagi tadi orang baru kamu liat kan, dia tiba tiba datang kan? Untung aja aku tadi ada disitu. Kalau tadi aku nggak datang, mungkin bisa saja kamu malah diculik" Kata Romi yang menjelaskan pada Hanifah. 

"Hiiiihh, laki tapi mulutnya lemes kayak cewe. Ya kan bisa kamu ngaku sebagai kakak aku, nggak harus calon suami kan, atau sekalian kamu ngaku sebagai papa aku kan bisa, pas tu sama muka kamu yang kelihatan tua" Tutuk Hanifah yang tak mau kalah. 

"Eh nying nying, sekali lagi ngatain tua, ku gigit lidahmu ya. Aku tuh belum tua, dua puluh sembilan tahun belum tua lah" Kata Romi membela diri. 

"Suka suka kamu lah, intinya aku nggak Terima kalau kamu ngaku ngaku jadi calon suami aku titik nggak pakai koma" Kata Hanifah lagi. 

"Ya udah sih, maaf. Timbang gitu doang marahnya nggak abis abis" Jawab Romi lagi. 

Perdebatan yang berhenti seketika saat hujan turun, rintik-rintik air yang turun jatuh membasahi kaca mobil. 

"Untung aja aku langsung ajak kamu naik mobil, kalau enggak bisa bisa kamu kehujanan di tengah jalan" Kata Romi yang kini menyalakan wiper mobilnya, wiper mobil itu bergerak menyapu rintikan air hujan yang membasahi kaca mobil. 

"Makasih" Kata Hanifah mengucapkan terimakasih, namun masih menggunakan nada yang sewot. 

"Sama sama" Romi membalas dengan nada yang sama seperti Hanifah. 

"Bilang makasih tapi kayak orang nggak ikhlas gitu. Cowo takut mau deketin kamu fah kalau kamu ketus begitu" Kata Romi menyambung perkataannya. 

"Aku ketus cuma sama kamu doang ya, karna kamu menyebalkan. Selalu usilin aku, kayak nggak ada kerjaan lain aja" Kata Hanifah masih bernada ketus. 

Seperti biasa, mereka malah saling berdebat. Selalu balas balasan kata, sahut sahutan sudah seperti kucing mau kawin. Namun pada akhirnya Romi mengalah, lalu ia melajukan mobil kembali untuk melanjutkan perjalanan mengantar Hanifah. Hening didalam mobil tanpa percakapan, hingga pada akhirnya sampai juga di kontrakan Hanifah. 

"Jangan turun, biar aku bukakan gerbangmu. Nanti kamu kehujanan" Kata Romi yang melarang Hanifah turun. 

Romi kini turun dan membuka pintu gerbang, Hanifah hanya melihat Romi yang basah kuyup karna kehujanan. Setelah membuka pintu gerbang, Romi kembali masuk kedalam mobil dan membawa mobilnya masuk kedalam gerbang. Deretan kontrakan berjejer disana. 

"Jadi kontrakan kamu yang mana?" Tanya Romi. 

"Itu, yang sebelah kanan, dan masih gelap" Jawab Hanifah menunjuk pada kontrakannya. 

Romi kemudian mengepaskan pintu mobiln bagian penumpang dimana Hanifah duduk, dengan emperan kontrakannya. Dengan maksut agar Hanifah tak basah kuyup terkena hujan. 

"Kamu nggak mau mampir dulu? Baju kamu basa begitu, nanti ku buatkan teh hangat" Kata Hanifah menawarkan sebelum turun. 

"Kamu mau kita digrebek orang, nanti kalau aku mampir bisa bisa ada orang salah paham sama kita. Nanti dikira kumpul kebo" Jawab Romi. 

Hanifah terkekeh mendengar jawaban Romi, ada benarnya juga kata Romi. Mengingat mereka bukan sepasang suami istri yang pantas tinggal satu atap. 

"Malah ketawa lagi, udah sana masuk" Kata Romi menyuruh Hanifah masuk. 

"Iya iya. Terimakasih ya, udah mau nganterin pulang. Kamu hati hati, nanti sampai rumah langsung mandi, takutnya masuk angin nanti kamu" Kata Hanifah memberi perhatian pada Romi. 

"Iya iya bawel" Jawab Romi. 

Kini Hanifah turun dan menutup pintu mobil, kemudian berlari kecil menuju teras kontrakannya. Romi membuka kaca jendela bagian penumpang disampingnya. 

"Aku langsung pulang ya, asalamualaikum" Kata Romi berpamitan. 

"Walaykummussalam" Jawab Hanifah. 

Romi kemudian pergi dari pelataran kontrakan Hanifah, diperjalanan Romi tersenyum senyum sendiri seperti orang gila. 

Sampai di rumah pun Romi melepaskan pakaiannya masih sambil tersenyum senyum sendiri. Dalam otaknya terus terbayang wajah ayu Hanifah yang tersenyum padanya. Rambut panjang yang selalu dikuncir kuda menjadi ciri khas Hanifah. 

"Ya Alloh, maha suci Engkau Tuhan semesta alam, terimakasih kau telah menciptakan makhluk indah nan cantik seperti Hanifah" Monolog Romi berdialog pada sang robb-nya. 

1
TheNihilist
Bukan hanya cerita yang membuatku senang, tapi juga cara penulisan yang luar biasa! 🤩
Kurnia Sari: terimakasih 🙏
total 1 replies
Paola Uchiha 🩸🔥✨
Kereeeen!
Beerus
Keren, thor udah sukses buat cerita yang bikin deg-degan!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!