Daily Pasutri
Pagi hari yang begitu cerah, terpancar sinar matahari berwarna keemasan. Meski langit barat masih sedikit gelap, namun Dimas dan Indah sudah siap dengan seragam ASN nya. Waktu itu pukul enam kosong empat, dimana para tetangganya masih sibuk memasak dan mengurus anak dan suami mereka masing masing, dengan backsound teriakan tetangga yang membangunkan anak dan suami merema, Dimas dan Indah menikmati sarapan mereka diatas meja makan. Sepertinya suasana pagi yang terdengar gaduh itu sudah biasa mereka dengar setiap harinya, terlihat dari mereka yang menikmati sarapan dengan santainya. Mereka tinggal di kawasan perumahan subsidi yang jarak antar rumah tetangga saling berdekatan, bahkan terbilang tak ada celah antara rumah satu dan rumah yang lain. Dengan santai dan tenangnga mereka menikmati sarapan, usai sarapan. Dimas menuju kamar untuk mengambil tas ranselnya, sementara indah membereskan perkakas makan yang usai mereka gunakan. Mencuci dan meletakkannya di sebuah rak piring.
"Yuk sayang kita berangkat, sudah setengah tuju takutnya telat" Kata Dimas yang sudah bersiap dan telah memakai sepatu.
"Mas tunggu didepan aja dulu, aku mau ambil tas" Jawab Indah sembari mengelap tangannya menggunakan lap tangan yang tergantung didekat wastafel.
"Ini yang kamu maksud?" Kata Dimas sambil mengangkat tas ransel kecil milik Indah.
"Loh, udah di ambilin toh? " Ujar indah tersenyum sembari menerima tas yang Dimas berikan padanya.
"Yuk kita keluar" Dimas mengulurkan lengannya hendak menggandeng Indah.
Indah menerima tangan Dimas dan menggandeng nya. Mereka keluar rumah menuju mobil yang terparkir didepan rumah mereka. Dimas mengunci pintu terlebih dahulu sebelum masuk kedalam mobil, usai mengunci pintu, dan telah memastikan bahwa pintu telah terkunci. Dimas masuk kedalam mobil, mobil mereka melakukan perlahan meninggalkan rumah. Saat didepan rumah tetangganya mereka menyapa tetangganya yang tengah berjemur sambil menunggu tukang sayur datang.
"Mari bu" Sapa Dimas dengan ramahnya.
"Oh ya pak silahkan" Jawab ibu ibu disanaa sama ramahnya.
Mobil Dimas melaju dan menambah kecepatan, ibu ibu yang tengah menunggu tukang sayur datang memandang body belakang mobil Dimas yang menjauh.
"Eh bu, pak Dimas sampai sekarang belum punya anak ya?" Tanya junilah salah satu tetangga Dimas yang agak jauh.
"Belum, kata mereka usia pernikahan mereka sudah dia tahun tapi belum juga dapat momongan" Jawab Ainun menanggapi.
"Kejar karier terus sih" Jawab ibu yang lain.
"Kasihan ya, padahal mereka terlihat nggak ada kurangnya. Mereka cantik dan tampan, pekerjaan mapan, rumah sudah ada. Sayang sekali belum ada momongan" Junilah menanggapi dengan opininya.
"Halah, udah nggak usah dibahas. Ujian orang itu beda beda. Daripada yang ekonominya pas pasan tapi punya anak tiap tahun, mending belum dikasih anak tapi ekonominya mapan" Jawab rohimah menanggapi dan menyudahi percakapan mereka.
Di dalam mobil yang melaju, Indah tampak tenang duduk disamping Dimas yang tengah mengemudi.
"Hari ini ada apel pagi, dan katanya akan ada informasi pegawai yang akan dimutasi ke sebuah daerah" Kata Dimas membuka percakapan.
"Di mutasi? Apa alasannya dimutasi, lalu siapa yang akan di mutasi ke daerah? " Tanya Indah pada Dimas.
"Kalau siapa yang dimutasi mas kurang tau sayang, tapi untuk mutasi ke daerah mananya, kalau nggak salah ada yang akan dimutasi ke kampung ibu. Di desa sumber waras, dan akan ditempatkan di kabupatennya" Kata Dimas menjawab.
"Heeemm, semoga saja kita nggak di mutasi ya, soalnya masih nyaman dinas disini" Kata Indah menyampaikan harapannya.
"Yah, kita lihat aja" Kata Dimas menanggapi.
Kurang dari enam puluh menit, Dimas dan Indah telah sampai di kantor. Mereka segera menempati ruangan mereka masing masing, indah masuk kedalam ruangannya yang berisi lima orang. Didalam sudah ada Hanifah yang datang duluan.
"Selamat pagi fa" Sapa Indah pada hanifah.
"Eh, pagi juga ndah. Sini sini buruan duduk, ada informasi hots dari kantor kita buruan" Hanifa dengan tak sabarnya menarik Indah dan mendudukkan indah pada kursinya.
"Ih apaan sih, santai dong" Rutuk Indah pada Hanifah.
"Nggak bisa santai, ini penting" Kata Hanifah.
"Kamu udah denger belum kalau staf di kantor ini banyak yang dimutasi ke kantor Kabupaten? " Kata Hanifah membukanya dengan pertanyaan.
"Tau dari mas Dimas, tapi nggak tau kalau bakalan banyak yang dimutasi. Emang kenapa sih kok dimutasi?" Tanya Indah penasaran.
"Kalau alasannya aku kurang tau, tapi yang jelas. Kamu dan Dimas termasuk pegawai yang akan dimutasi" Kata Hanifah memberi tau.
"Hah? Serius? " Indah terkaget mendengarnya, ada rasa sedih dalam hatinya.
"Aku sedih kalau kamu benar benar dimutasi ndah, nggak ada teman buat gibah lagi. Disini staf yang sebaya sama aku cuma kamu, yang lain udah pada tuir tuir" Kata Hanifah sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
"Huuufftt, aku sebenarnya juga belum siap untuk dimutasi. Karna pastinya harus beradaptasi lagi sama lingkungan baru dan orang orang baru, apalagi ini nggak jelas alasannya apa" Jawab Indah yang terlihat tak bersemangat.
Beberapa detik setelah Hanifah bercerita, pengumuman apel pagi pun terdengar, sehingga mereka berdua kini keluar ruangan dan menuju lapangan dan mengambil sikap barisan.
Indah melihat ke barisan yang Dimas berdiri di barisan paling depan, meskipun postur tubuh Dimas tinggi besar. Dimas selalu berdiri paling depan saat apel pagi berlangsung. Dimas secara tak sengaja memandang ke arah Indah, sehingga mata mereka saling bertemu pandang.
Pandangan mereka seakan saling merespon.
:apa?: sorot mata Dimas seakan bertanya.
:kita dimutasi: jawab Indah menggunakan gerak bibirnya.
Namun karna Dimas tidak mengerti apa yang Indah maksud, sehingga Dimas mengabaikannya. Karna tak direspon, Indah merasa kesal pada Dimas dan Indah mencebik kesal.
Apel pagi pun kini di mulai, pak gubernur yang menjadi pembina apel pada pagi itu. Ada beberapa yang pak gubernur sampaikan, dan salah satunya adalah informasi dan menyebutkan nama nama yang akan dipindah tugaskan ke kabupaten.
"Saya tidak bisa menyebutkan dengan detail apa alasan kalian saya pindahkan. Intinya, nama nama yang sudah saya sebutkan tadi telah melakukan pelanggaran berat. Sehingga saya tidak bisa memberikan toleransi lagi, saya harap keputusan ini diterima meskipun berat bagi kalian yang menerimanya" Ujar pak gubernur pada amanat apel pagi pada hari itu.
Wajah orang orang yang telah disebutkan namanya dan dipindah tugaskan tampak lesu dan tak bersemangat, termasuk Indah dan Dimas. Usai apel pagi, mereka semua kembali pada tugas mereka masing masing.
Setelah mendengar pernyataan jika dirinya dan istrinya dipindah tugaskan di desa, Dimas berusaha menerima akan kenyataan yang ia Terima. Ia kembali berkutat seperti biasanya didepan komputernya, Dimas berusaha untuk mengesampingkan tentang problem yang ia alami. Disaat ia tengah menyibukkan diri, tiba tiba pintu ruangannya terketuk dari luar. Dimas menoleh sejenak lalu beranjak dari tempat duduknya, lalu Dimas membukakan pintu. Agak kaget dimas, setelah tau bahwa yang telah mengetuk pintu itu adalah pak gubernur.
"Selamat pagi menjelang siang Pak dimas, boleh saya bicara sebentar dengan anda" Sapa pak gubernur dengan senyum kariernya.
Dimas seakan susah menelan salivanya, namun dimas berusaha untuk tetap tenang karna saat ini ada banyak staf yang berlaku lalang hendak menuju ruangan mereka masing masing.
"Silahkan pak" Dimas mempersilahkan pak gubernur untuk masuk kedalam ruangannya.
Pak gubernur masuk dan tanpa disuruh untuk duduk, pak gubernur duduk di kursi depan meja kerja dimas dengan menyilangkan kaki.
"Bagai mana pak Dimas, apakah anda siap untuk saya mutasi ke desa. Atau... " Pak gubernur menjeda perkataannya, sementara Dimas masih bergeming dibelakang pak gubernur.
"Atau anda mau saya batalkan mutasi itu, dan anda serta Bu Indah akan tetap bertugas disini, namun dengan syarat tutup mulut anda mengenai anggaran perbaikan jalan di daerah terpencil kala itu. Maka dengan satu jentikan jari, semua akan saya batalkan" Lanjut pak gubernur berkata.
Sebenarnya jantung Dimas telah berdegup kencang, pasalnya Dimas juga pernah mendapat ancaman dari pak gubernur kalau Dimas nekat melaporkan pejabat daerah itu ke pihak yang berwenang, maka bukan hanya di mutasi, namun bisa juga dimutilasi. Dan Dimas pun tau, kalau atasannya adalah orang yang sangat arogan serta nekat dalam bertindak. Namun Dimas juga tak mau, di cap sebagai pegawai yang kotor, bekerja tanpa kejujuran. Dimas juga telah berjanji pada ibunya, bahwa ia akan menjadi seorang ASN yang amanat.
"Maaf Pak, saya akan Terima kalau saya dan istri saya di pindah tugaskan. Untuk kasus bapak, tenang saja itu akan menjadi urusan bapak dengan Tuhan. Tapi jika suatu saat nanti bapak ketahuan oleh pihak yang berwajib, anggap saja itu sebagai imbas dari perbuatan bapak" Kata Dimas menolak tawaran pak gubernur dengan tegas.
Deg...
Jantung pak gubernur seakan berhenti sejenak, hawa panas dalam tubuhnya tiba tiba menjalar dari ujung kaki sampai ujung kepala. Amarah mulai menguasai dirinya, namun pak gubernur berusaha menahanya dan menahan diri agar tidak menghakimi Dimas ditempat. Karna konsekuensinya akan berimbas pada citranya sebagai gubernur.
"Ingat pak Dimas, saya tidak akan tinggal diam jika ada masalah dengan saya, sebelum masa jabatan saya berakhir. Anda yang akan saya cari pertama kali" Pak gubernur mencengkram kerah baju Dimas dengan mengancamnya, namun pak gubernur merapihkan nya kembali setelah melepaskannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments