NovelToon NovelToon
KSATRIA BHUMI MAJAPAHIT: Ajian Sapu Jagad

KSATRIA BHUMI MAJAPAHIT: Ajian Sapu Jagad

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Petualangan / Fantasi Timur
Popularitas:1.1M
Nilai: 4.6
Nama Author: Agus Amir Riyanto

Karna, seorang pemuda sebatang kara yang dipungut sejak masih bayi oleh Mpu Angalas pada masa kerajaan Majapahit. Karna kemudian dididik berbagai ilmu kesaktian yang mengambil inti sifat Alam, yaitu Tirta Gumulung (Air), Tapak Dahana (Api ), dan Bayu Bajra (Angin). Di samping itu, Karna yang kemudian dikenal sebagai Ksatria Angker mendapat anugerah ilmu dari Alam Semesta yang merangkum semua sifat alam dalam ajian Sapu Jagad yang bersifat Langit dan Bumi. Ilmu inilah yang harus disempurnakan oleh Ksatria Angker dalam setiap petualangan dan pertempuran.
Setelah dinyatakan lulus belajar ilmu kerohanian dan bela diri oleh gurunya, Ksatria Angker berangkat ke Kota Raja Majapahit. Di sana ia bertemu dengan Mahapatih Gajah Mada dan direkrut sebagai Telik Sandi ( mata-mata) yang bertugas melawan musuh-musuh Negara yang sakti secara pribadi untuk mewujudkan impian Gajah Mada mempersatukan Nusantara.
Novel fantasi dunia persilatan ini bukan hanya bercerita tentang perkelahian dan jurus2 yang mencengangkan, namun juga ada intrik politik masa silam, strategi tugas mata-mata, juga dilengkapi dengan berbagai latar belakang sejarah, istilah-istilah Jawa Kuno yang diterjemahkan, serta penggambaran cara hidup masa lalu yang diharapkan mampu membuat pembaca ikut tenggelam ke alam pikiran pada masa Majapahit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agus Amir Riyanto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19 FALSAFAH KSATRIA ANGKER

Setelah yakin bahwa umpannya sudah disambar oleh Gagak Bayan sehingga Gagak Bayan tidak berani terlalu jauh mengakali Jaka Wingit yang masih sangat polos dalam menghadapi akal licik manusia di dunia ramai yang sangat berbeda dengan alaminya tingkah laku satwa di hutan, Julig memutuskan untuk membalik cerita.

" Ki dan Nyisanak, saya lanjutkan isi pembicaraan gaib antara Eyang Gagak dengan Kakang Jaka Wingit. Mohon perhatiannya lagi!" ucap Julig yang segera disambut khalayak dengan senyap.

" Kakang Jaka Wingit menerima dengan senang hati penunjukannya sebagai pemimpin Gagak Nagara...."

Belum usai Julig menyelesaikan ucapannya, rakyat Gagak Nagara histeris kegirangan mendengar kesanggupan Jaka Wingit. Sanjungan gelar Mahaksatria berkumandang lagi, sementara wajah Gagak Bayan pucat pasi, kakinya sedikit lemah hingga cara berdirinya terlihat goyah tanpa semangat. Julig tersenyum, sedang Karna makin bingung memahami apa maksud cerita Julig.

" Sebentaaaarrr.... sebentar, mohon jangan dipotong dulu pembicaraan saya. Biarkan saya menceritakan seluruh isi pembicaraan gaib itu!" Julig mengangkat tangannya.

Sorak-sorai mereda. Gagak Bayan terdiam untuk memasang pendengarannya sepeka-pekanya agar tidak melewatkan satu katapun yang akan diucapkan Julig. Semua orang telah mempercayai cerita Julig, ini menyangkut masa depannya sebagai penguasa tunggal daerah perdikan yang luas dan kaya dengan hasil bumi.

" Tetapi sayangnya, Kakang Jaka Wingit memiliki tugas yang harus diselesaikan. Pemimpin kita yang tampan dan sakti mandraguna ini harus pergi ke Bhumi Majapahit, ke Kotaraja untuk melaksanakan Dharma bhakti kepada Negara. Jadi, beliau untuk sementara, ingat, saya ulangi, untuk sementara tidak bisa tinggal bersama kita di sini dalam waktu yang lama. Kekuasaan dan kepemimpinan Gagak Nagara dititipkan kepada Ki Ageng Gagak Bayan untuk menjalankannya dengan penuh kebaikan, menjadi pengayom penjaga keselamatan seluruh warga Gagak Nagara sekaligus penuntun dalam meraih kesejahteraan. Seperti hari ini, Ki Ageng Gagak Bayan sudah menunjukkan hal itu dengan mengadakan pesta rakyat untuk kebahagiaan kita semua, demikian juga seterusnya, beliau akan memimpin Gagak Nagara dengan cara yang telah disepakati oleh Kakang Jaka Wingit dan Eyang Gagak. Memang, sebentar lagi, mungkin besok atau lusa, Kakang Jaka Wingit akan segera berangkat ke Kotaraja, tetapi sesungguhnya beliau tidak meninggalkan kita. Sewaktu-waktu ia mendapati ada yang tidak beres di Gagak Nagara, atau terjadi penyelewengan dalam penyelenggaraan pemerintahan, Kakang Jaka Wingit pasti tahu dan pasti akan datang ke sini untuk mengambil tindakan sebagai pemimpin kita yang sejati."

Rakyat Gagak Nagara sedikit kecewa dengan ketidaksanggupan Jaka Wingit untuk tinggal menetap bersama mereka. Namun, apa boleh buat. Mungkin benar dugaan mereka selama ini bahwa Jaka Wingit sesungguhnya seorang Raja Muda yang menyamar, jadi bagaimanapun tidak mungkin meninggalkan Kotaraja dalam waktu lama. Apalagi keputusan itu telah disepakati oleh Eyang Gagak pelindung gaib mereka, jadi tidak mungkin bisa diubah lagi. Namun setidaknya, dari cerita Julig, Jaka Wingit bersedia datang setiap saat untuk memastikan bahwa pemerintahan di Gagak Nagara berjalan dengan penuh kebaikan. Itu sudah cukup membahagiakan hati mereka.

Yang paling lega hatinya Gagak Bayan. Meski kini ia tidak bisa lagi macam-macam dan sewenang-wenang, yang penting kekuasaannya atas tanah perdikan Gagak Nagara tidak sepenuhnya lepas dari tangannya. Untuk menutupi sedikit kekecewaan sekaligus kelegaannya, Gagak Bayan mengambil inisiatif memimpin sorak pujian kepada Jaka Wingit sebagai pemimpin baru secara simbolis, " Jaya! Jaya! Jaya Mahaksatria Jaka Wingit pemimpin Gagak Nagara! Jaya! Jaya Mahaksatria!"

Saat seruan itu hampir disambut ribuan orang, buru-buru Julig memotong, " Tunggu! Kakang Jaka Wingit juga sudah menyampaikan pada Eyang Gagak, bahwa julukan Mahaksatria adalah gelar khusus untuk Raja, jadi tidak boleh dikenakan oleh siapapun. Kakang Jaka Wingit adalah abdi negara. Demi kesetiaan dan ketaatannya, ia tidak mau gelar itu dikenakan atau diteriakkan untuknya. Tadi Eyang Gagak sudah memberikan gelar khusus kepadanya, yaitu Ksatria Angker Gagak Nagara."

Segera seru kejayaan Ksatria Angker di seluruh Wisma Gagak Nagara.

Karna menghembuskan napas lega setelah memahami maksud Julig dalam mengarang cerita, sementara Kebo Ireng mengangguk-angguk puas melihat kemampuan anak didiknya dalam menyelesaikan masalah dengan strategi. Ia percaya, Julig memang dititahkan Dewata untuk mendampingi Jaka Wingit dalam menutupi kekurangan Jaka Wingit dalam hal strategi dan berbicara secara politik.

Rombongan Karna melanjutkan langkahnya lagi menuju pendapa Wisma. Gagak Bayan yang sangat lega tidak jadi kehilangan kekuasaan tergopoh-gopoh melangkah menyambut. Kali ini ia tidak lagi menyambut sebagai penguasa Gagak Nagara, melainkan menyambut Ksatria Angker Jaka Wingit yang secara spiritual telah dikukuhkan oleh Eyang Gagak sebagai pemimpin baru, meski sebenarnya hanya simbolik. Tidak ada masalah bagi Gagak Bayan untuk membuang harga dirinya sejenak dengan merendahkan diri di hadapan Jaka Wingit, asal rakyat senang dan tidak jadi berontak, serta dalam satu dua hari Jaka Wingit pergi meninggalkan Gagak Nagara tanpa membawa kecurigaan. Yang penting, malam ini ia akan menjamu Jaka Wingit sepuas-puasnya agar terlena dan memberitahukan rahasia inti ajian Bayu Bajra. Gagak Bayan yakin, yang ia butuhkan hanya intinya saja, masalah pengembangan itu akan ketemu dengan sendirinya saat berlatih. Bakatnya dalam hal kanuragan silat cukup baik untuk itu.

Gending selamat datang bertingkah dengan sorak-sorai pujian memeriahkan suasana pesta dengan sempurna. Seluruh wajah berpendar riang. Apalagi para gadis yang dengan antusias mendekati rombongan untuk memuaskan diri menatap wajah Jaka Wingit. Mereka rela berdesak-desakan untuk berebut sejengkal lebih dekat dari kuda Gelap yang ditunggangi Jaka Wingit dan Julig.

Saat seorang dara manis menangkupkan tangan memberi hormat kepada Karna, justru Julig yang memanfaatkan situasi. Ia turun dari kuda agar bisa dekat dengan para gadis.

" Namamu siapa, Diajeng?" tanya Julig sambil senyum-senyum. Wajah Julig yang halus dan tampan membuat gadis manis itu merasa sangat bangga ditegur. Apalagi yang menegur adindanya Jaka Wingit, siapa yang tidak bahagia.

" Hamba Lanjarwangi dari dusun Dahayu. Teman sepermainan mbokayu Savitri, " jawab gadis itu dengan suara dibuat sekenes mungkin.

" Oooo...dari Dahayu? Pantas saja. Kenya (perempuan) Dahayu memang ayu-ayu," ujar Julig mulai menggombal.

Lanjarwangi tersipu-sipu senang, " Tapi tidak ada yang lebih ayu daripada mbokayu Savitri..."

Julig tersenyum, " Mbokayu Savitri kan miliknya Kakang Jaka Wingit. Ya pasti paling ayulah. "

Karna yang pendengarannya sangat tajam menepuk bahu Julig, " Kamu bicara apa to, Julig?"

Julig menjawab dengan senyum cengengesan. Ia tahu bahwa Jaka Wingit tidak pernah bisa marah padanya, " Mosok ndak tahu kalo saya lagi bicara sama nimas Lanjarwangi yang manis dan wangi to, Kang."

Karna hanya menggeleng-gelengkan kepala saja. Ia memang tidak bisa memarahi Julig. Sementara Gagak Bayan makin dekat jaraknya.

" Jadi begini ya nimas Lanjarwangi, kalo kakang Jaka Wingi cuma cinta sama mbokayu Savitri, nimas jangan khawatir. Kan masih ada aku Jaka Julig, adindanya yang tak kalah ganteng," ujar Julig cengengesan.

Lanjarwangi menunduk menutup bibirnya yang tersipu sambil mengerling mata ke wajah halus Julig yang sangat tampan hingga sekilas seperti perempuan.

" Ah, kakang Jaka Julig ini, " ujar dara Lanjarwangi.

Sementara Gagak Bayan sudah berjalan tergopoh-gopoh di depan kuda Gelap. Untuk mengambil hati rakyat Gagak Nagara, ia menjatuhkan diri berlutut di hadapan Karna menghatur sembah, " Hamba Gagak Bayan menghatur bhakti kepada Ksatria Angker Gagak Nagara Jaka Wingit. Mohon diterima."

Karna terkesiap dengan reaksi berlebihan dari Gagak Bayan. Bahkan Julig yang mengarang cerita tidak menduga sampai sedramatis itu dampaknya.

Karna buru-buru turun dari kuda bermaksud membangkitkan tubuh Gagak Bayan yang menempelkan dahinya ke tanah. Namun, Gagak Bayan demi melancarkan sandiwaranya, justru bermaksud menubruk kaki Karna untuk mencium lututnya sebagai tanda ketaklukan total.

Rakyat Gagak Nagara bersorak-sorai melihat pengakuan tulus Gagak Bayan pada kepemimpinan baru Ksatria Angker. Tak pernah disangka, ternyata sifat pengampun Jaka Wingit yang tidak membunuh Gagak Bayan justru mendatangkan anugerah besar untuk seluruh warga tanah perdikan.

" Tahan, Kakang Gagak Bayan!" Karna beringsut mundur untuk menghindari ciuman Gagak Bayan ke lutut. " Mohon berdiri, Kang Gagak Bayan. Saya datang ke sini sebagai Adhi kepada Kakang. Tidak semestinya seorang saudara tua bersimpuh di hadapan saudara mudanya."

" Ampun," Gagak Bayan menjawab dengan tetap dalam sikap sembah tak berani menatap wajah Jaka Wingit secara langsung. Di samping untuk melanjutkan sandiwaranya, juga melaksanakan etika pergaulan pada masa itu, bahwa seorang bawahan tidak boleh menatap mata atasannya secara langsung kecuali atas ijin atasannya. " Hamba adalah pelayan paduka."

Karna melangkah setapak, meraih pundak Gagak Bayan dan berkata, " Baiklah. Saya memerintahkan Kakang untuk berdiri dan menyambut saya sebagai adinda. Hanya sebagai Adhi. Tidak lebih dan tidak kurang."

Tubuh Gagak Bayan didirikan berhadapan dengan Karna. Mata Gagak Bayan yang ahli sandiwara menyempurnakan dramanya dengan pandangan berkaca-kaca haru. Karna yang sangat lugu dan tidak pernah menyimpan prasangka buruk mendahului dengan memeluk Gagak Bayan.

" Kakangku Gagak Bayan, " desis Karna.

" Adhiku Jaka Wingit," sahut Gagak Bayan.

Tanpa dikomando, seluruh khalayak bersorak riuh atas kisah perseteruan yang berakhir sangat manis.

Suta tersenyum tipis. Ia ikut bahagia dengan kejadian itu, meski masih juga terselip kenangan pahit betapa jahatnya perlakuan Gagak Bayan padanya di masa lalu. Kebo Ireng mengangguk-angguk senang. Bahkan, Julig tiba-tiba merasa ragu akan kecurigaannya pada Gagak Bayan. Siapa tahu bahwa sekarang Gagak Bayan benar-benar berubah menjadi pribadi yang baik?

" Mari adhiku, kita masuk ke Wisma Gagak Nagara yang sekarang sudah menjadi milik Anda," ujar Gagak Bayan.

Karna sebenarnya merasa berat untuk masuk dengan status sebagai pemilik Wisma, namun ia juga risih mendengar sorak-sorai khalayak yang terus mengelu-elukan namanya.

" Mari, Kang." Jawab Karna datar.

***

Wisma Gagak Nagara memang sangat megah. Dirancang oleh Gagak Bayan denga sedikit banyak menghadirkan nuansa kraton. Meski hanya bernama wisma, tetapi keindahannya tidak kalah dengan Puri tempat tinggal seorang pangeran. Ada banyak arca, patung, ukiran, dan berbagai hiasan, juga rak senjata lengkap. Pendapanya dilengkapi dengan ruang Karawitan dengan Gending lengkap serta pesinden yang senantiasa menarikkan tembang dengan suara merdu. Itu saja sudah dikurangi oleh jajaran gudik dan dayang-dayang cantik jelita yang dulu sebelum kedatangan Jaka Wingit berseliweran sebagai pelayan dalam segala hal, termasuk tiap saat siap melayani hasrat birahi Gagak Bayan yang bisa datang tanpa diduga.

Di antara deretan para pesinden, ada seorang dara kira-kira seumuran Savitri yang paling menonjol. Tampaknya ia primadona pesinden. Suaranya paling memukau, demikian juga paras dan tubuhnya. Meski tidak secantik Savitri, tetapi daya tariknya yang terlatih sangat memikat hati. Kulitnya kuning bersih dengan dada menonjol besar bulat menggambarkan kesuburan wanita yang dipuja lelaki pada masa itu. Mata wanita muda itu tampak membesar pupilnya saat melihat Jaka Wingit masuk pendapa Wisma. Ia menembang dengan lebih keras bermaksud menarik perhatian. Gagak Bayan tersenyum melirik ke arahnya.

" Silahkan, silahkan mengambil tempat ternyaman yang Anda inginkan, " Gagak Bayan mengarahkan ibu jarinya kepada rombongan Karna untuk duduk di kursi mewah yang tertata rapi.

" Terima kasih, Ki Ageng Gagak Bayan," sahut Kebo Ireng mewakili.

" Untuk Gusti Gagak Nagara Jaka Wingit, silahkan menempati dhampar ( kursi) kebesaran, " sambung Gagak Bayan.

Karna berdiri tak beringsut. Ia hanya menatap kursi kebesaran Gagak Nagara yang berukuran besar megah berukir burung gagak berlapis emas tanpa bermaksud sedikitpun untuk mendudukinya.

Melihat Karna tidak terlihat niat sedikitpun untuk menduduki kursi kebesaran itu, Kebo Ireng berbisik, " Ananda silahkan menduduki dhampar meski sejenak. "

" Untuk apa, Ki Buyut? Saya tidak membutuhkan itu."

" Ini mungkin tidak penting bagi Ananda. Tapi sangat penting bagi kawula Gagak Nagara yang ingin melihat pemimpin barunya duduk di dhampar kekuasaan tanah perdikan ini. Duduklah di sana, Ananda."

Suta menganggukkan kepalanya tanda mendukung. Demikian juga dengan Julig.

Akhirnya, dengan malas-malasan Karna berjalan menuju Dhampar Gagak Nagara. Seluruh mata yang ada di pendapa menatapnya, termasuk ribuan orang yang berlomba-lomba merangsek mendekati pendapa untuk melihat peristiwa terpenting dalam sejarah tanah perdikan Gagak Nagara menobatkan penguasa barunya.

Karna memejamkan matanya sejenak. Meski ini bukan hal yang sepenuhnya dipahami, tapi karena ia percaya kepada kebijaksanaan Kebo Ireng dan kecerdasan Julig, mau tidak mau ia hargai juga maknanya. Dengan perlahan ia balikkan badan, menurunkan tubuhnya untuk menduduki Dhampar Gagak Nagara yang dirancang dengan mewah, indah, besar dan megah.

Perlahan tubuh Karna menduduki kursi empuk berlapis kain sutra beludru. Rasanya memang enak. Harusnya nyaman jika memang itu sesuai keinginan batinnya. Namun, didikan sederhana dari Mpu Angalas yang tidak pernah mengejar kemewahan justru membuat Karna merasa janggal. Oooohh... ternyata ini toh yang namanya nikmat kekuasaan yang membuat jutaan orang bisa saling menipu, menelikung, menikam dan berbunuhan satu sama lain? Ternyata rasanya biasa saja!

Lantun doa dan mantra dari seorang pandhita mengumandang begitu Karna sudah duduk mantap di atas Dhampar Gagak Nagara.

" Jaya! Jaya! Jaya! Jayalah di segenap dunia sebelum kelahiran! Jaya penuh kemenangan dalam kehidupan! Jaya abadi di alam kelanggengan setelahnya! Jayalah Ksatria Angker Gagak Nagara Jaka Wingit dalam lindung dan bimbing Sang Hyang Widhi untuk Tribhuwana Budhi Dharma Brahma, Wisnu dan Siwa. Tiga dunia bawah; binatang, siluman, raksasa, tiga dunia manusia; sebelum, yang sedang, dan yang akan setelahnya lenyap dalam waktu dan penginderaan, tiga dunia atas; Leluhur, Dewata, dan Hyang Tan Kinaya ( Yang Mutlak Dari Jangkauan Pikiran) menyaksi dan merestui. Jaya Jaya Wijayanti."

Ribuan orang yang hadir hening menghampakan cipta selain menerima saja. Menyetujui sembari mendamaikan segala golak rasa saat pembacaan doa pengukuhan dan pengokohan Jaka Wingit sebagai pemimpin, penguasa, serta pengayom baru Gagak Nagara.

***

1
Bambang Sukamto
cerita yang menarik
Leori Id
mau pingsan izin dulu /Smirk/
Dar Darminadi
ayoooooooo terusannya
Lilik Muliyadi
hadir
Lilik Muliyadi
savitrinya mirip Dian Nitami hahaa
Lilik Muliyadi
aku msh menyimak
Lilik Muliyadi
lumayan
alurnya TDK terfokus pada satu pemeran
author mencoba gaya novelis zaman ko ping ho
Windy Veriyanti
ayo dong, Author...dilanjutkan ceritanya...✊
Windy Veriyanti
sisipan cerita wayang yang menambah wawasan 👍
matur nuwun 🙏
Windy Veriyanti
ambisi dan niat buruk 😤
Windy Veriyanti
Pasukan khusus Bhumi Majapahit sangat kuat dan hebat ✊✊✊
Windy Veriyanti
Bhumi Majapahit sangat maju pada jamannya 👍
Windy Veriyanti
hebat kapal raksasa jawa jung 👍👏
Windy Veriyanti
indah sekali Kotaraja Majapahit 👍👍👍
Windy Veriyanti
Jaka Julig...Sang Murli Katong
Windy Veriyanti
Puja Jagad Dewa Bathara...
berkah untuk Jaka Julig
Windy Veriyanti
ternyata...ohh ternyata...
Windy Veriyanti
hahh...😰
sungguh sukses mampu mencampuradukkan perasaan 😆
Windy Veriyanti
bikin tegang membacanya 😓
Windy Veriyanti
adegan ini jika divisualisasikan pasti sangan bagus..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!