Lia hanyalah seorang gadis biasa yang jatuh cinta dengan ayah temannya. Usia mereka terpaut 20 tahunan, namun mereka saling mencintai dengan tulus. Mereka berusaha dengan berbagai cara dalam mengatasi halangan untuk dapat mendeklarasikan cinta mereka dan mendapat restu keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon resfikar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19: Sakit
Sudah 2 hari sejak aku merasa pusing, mual-mual dan lemas, kini aku hanya terbaring di atas ranjang kamarku. Aku tidak kuat untuk sekedar bangun dan duduk di ranjangku, aku benar-benar payah dan kesakitan.
Tok.Tok. Tok.
Suara pintu kamarku di ketuk.
"Lia, ibu sudah pulang. Boleh ibu masuk?" Terdengar suara lembut ibu.
"Boleh bu, masuk aja." Jawabku dengan lemah.
Ibu membuka pintu kamarku lalu masuk, wajahnya nampak cemas melihatku terkapar di kasur.
"Lia, kamu masih sakit? Kita ke dokter ya." Ajak ibu.
"Ngga bu, aku ngga sanggup bangun." Jujur memang aku sedang tidak sanggup untuk bangun dan hal itu kujadikan untuk menolak pergi ke dokter. Ibu pun memegang kepalaku untuk mengecek suhu tubuhku.
"Astaga panas sekali, Lia. Denger ibu, kalau gini kamu harus ke dokter, ibu panggil nak Rendy buat antar ke rumah sakit ya." Ibu bergegas memanggil Rendy, tapi aku mencegahnya.
"Jangan bu, aku ngga mau ke dokter." Jujur, aku takut sekali kalau aku ketahuan hamil. Meskipun belum periksa apakah benar aku hamil atau tidak, tapi aku betul-betul khawatir.
"Ngga bisa, kamu harus ke dokter." Ibu lalu menepis genggaman lemah tanganku dari pergelangan tangannya. Ibu meminta tolong pada Rendy untuk membawaku ke rumah sakit.
Setelah di telepon oleh ibu, Rendy pun datang dan terkejut melihatku tak berdaya, terlebih lagi suhu tubuhku panas sekali. Ia langsung mengangkat tubuhku dan menggendongku di pelukannya menuju mobil. Ibu membantunya membukakan pintu mobil di kursi belakang.
"Ibu duduk di belakang aja temenin Lia." Katanya pada ibu.
Ibu pun langsung masuk ke dalam mobil dan duduk disampingku, aku menyandarkan kepalaku ke bahu ibu. Kepalaku sakit sekali dan secara tiba-tiba pandanganku menjadi gelap, masih dapat ku dengar suara ibu memanggil namaku dan menangis.
Hingga akhirnya aku membuka mataku, kurasa aku pingsan. Ku lihat sepertinya aku sudah berada di kasur rumah sakit, karena sudah terpasang infus di tanganku.
"Lia, kamu sudah bangun? Masih sakit kepalanya? Masih mual ngga?" Aku hanya menjawab dengan gelengan kepala, dari pertanyaan yang ibu lontarkan aku tahu ia sungguh khawatir.
"Lia sakit apa bu?" Satu pertanyaan yang sangat aku butuhkan jawabannya. Aku takut sekali dokter bilang pada kalau aku hamil.
"Belum tahu, kemarin sih sudah cek lab, sudah periksa semua tapi hasil labnya di infokan pagi ini, sekaligus akan ada kunjungan dokter." Ibu menjelaskan padaku.
"Rendy mana bu?" Aku lihat sekeliling tak nampak wajah menyebalkan itu disini.
"Dia pulang barusan, ibu suruh dia pulang biar dia bisa istirahat. Kamu sempet pingsan kemarin, untung ada nak Rendy yang bawa kamu ke rumah sakit, jadi ibu bisa minta tolong sama dia, kalau ngga ada dia mungkin ibu sudah kebingungan." Ibu terlihat senang saat menceritakan usaha Rendy membantuku ke rumah sakit. Aku jadi teringat Beby, andai saja keadaannya mudah, aku pasti bahagia sekali sebab Beby lah yang menemaniku saat sakit.
"Oh iya, ibu juga telepon Anita semalam, dia bilang akan datang kesini."
Deg! Jantungku berdegup sangat kencang, aku khawatir sekali kalau Anita sampai datang dan tahu kalau aku hamil. Sekali lagi, meskipun belum di periksa tapi aku sudah baca-baca dari internet dan sakitku ini percis sekali dengan ciri wanita hamil.
"Ngga usah bu, bilang sama Anita aku udah ngga apa-apa, dia ngga perlu kesini. Aku ngga enak bu soalnya dia terlalu baik." Alasanku pada ibu.
"Yasudah nanti ibu bilang sama dia, sekarang kamu makan dulu ya."
Baru saja ibu menyuapi aku satu sendok bubur, tiba-tiba pintu kamar terbuka dan munculah sosok Beby dari balik pintu. Ia datang sendiri kemudian langsung menyapa ibu lebih dulu. Tak lama kemudian ibu keluar kamar entah kemana karena aku tidak tahu pembicaraan mereka.
"Lia, kamu sakit apa? Semalam ibu telepon Anita tapi Anita sedang di luar kota, jadi Anita hubungi aku untuk jenguk kamu. Aku minta maaf baru kesini ya." Ucap Beby sambil terus memegang tanganku.
"Aku ngga apa-apa kok." Hanya ku jawab singkat dengan senyuman karena sejujurnya aku sudah cukup senang dengan kehadirannya meskipun timbul rasa cemas juga di dadaku.
Tak lama setelahnya pintu kamarku terbuka lagi dan masuklah seorang suster bersama seorang dokter. Astaga! Matilah aku! Bagaimana jika dokter bilang kalau aku sedang hamil?! Semoga ibu belum kembali setelah dokternya pergi.
"Selamat pagi pasien Dahlia, perkenalkan ini dokter yang menangani penyakit anda dengan dokter Abdi." Suster menjelaskan padaku.
"Bagaimana masih mual dan muntah-muntah?" Tanya dokter padaku dan ku jawab dengan gelengan kepala.
"Sudah bisa makan ya? Masih pusing?" Tanyanya lagi padaku dan langsung ku jawab kalau aku baru saja mencoba makan satu sendok bubur dan sudah tidak pusing lagi.
"Saya lihat hasil cek lab nya, kamu ini..." Dokter melihat lembaran kertas yang di berikan oleh suster, sementara genggaman tanganku dan Beby semakin erat.
Dag. Dig. Dug.
Aku cemas sekali, aku sangat berharap dokter tidak mengatakan kalau aku sedang hamil.
"Seperti dugaan saya kamu GERD, hasil lab juga sesuai dengan pemeriksaan saya. Oke nanti akan saya resepkan obatnya, tolong disiapkan ya sus. Yang lain ada pertanyaan?" Dokter menjelaskan dengan singkat lalu suster dan dokter pergi keluar dari kamarku.
Akhirnya hati ini bisa lebih tenang setelah tahu kalau aku hanya sakit biasa, bukan hamil seperti dugaanku dan yang ku baca dari internet.
"Lia, denger kan dokter bilang apa, kamu harus jaga pola makan dan..." Perkataan Beby tak lagi dapat kudengar saking lega nya hati ini.
"Kamu tahu ngga, aku dari kemarin ketakutan. Aku udah telat seminggu lebih, terus aku mual-mual kemarin, aku jadi panik." Ucapku memotong nasehatnya soal jaga pola makan.
"Kenapa kamu ngga cerita? Lagian aku udah bilang sama kamu, kalau sampai kamu hamil aku akan tanggung jawab." Ia lalu mengusap kepalaku.
"Oh iya ibu kemana beb?" Tanyaku padanya karena tidak sempat kutanyakan tadi.
"Tadi waktu cari kamu ke sini ada suster yang cari wali kamu, mungkin untuk keperluan administrasi, jadi aku sampaikan ke ibu. Oh iya, aku udah transfer kamu dan ini voucher belanja untuk kamu dan ibu, supaya kamu semangat cepet sembuh." Ia memberikanku voucher belanja dengan nilai yang cukup besar. Bagaimana aku tidak meleleh, kalau dia semanis dan seperhatian ini sama aku dan ibu.
"Terima kasih sayang." Aku pun langsung memeluknya erat sekali, ia pun membalas pelukanku dengan erat.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan seseorang masuk...