Seorang perempuan bernama Zainab Rahayu Fadillah memutuskan menikah dengan seorang pria bernama Hasan Bahri. Dia menerima pinangan itu, dikarenakan keluarga sang suami adalah keluarga dari turunan turunan seorang tuan guru di sebuah kota.
Zainab dan keluarga, jika mereka adalah dari keturunan baik, maka sikapnya juga akan baik. Namun kenyataannya bertolak belakang. Dunia telah menghukum Zainab dalam sebuah pernikahan yang penuh neraka.
Tidak seperti yang mereka pikirkan, justru suami selalu membuat huru hara. Mereka hampir setiap hari bertengkar. Zainab selalu dipandang rendah oleh keluarga suami. Suami tidak mau bekerja, kerjanya makan tidur dirumah. Namun penderitaan itu belum selesai, adik ipar dan juga ponakannya juga sering numpang makan di rumah mereka, tanpa mau membantu dari segi uang dan tenaga. Zainab harus berjuang sendiri mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miftahur Rahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jelek
“Mak, nanti makan lauk ikan teli ya...” ujar Ratu kepada ibunya, sambil memainkan ujung baju sang ibu.
Sang ibunya hanya menganguk pelan. Ia tersenyum pelan, melihat Ratu yang mengemaskan. Ratu dan Fakih bemain-main disamping rumah. Sedangkan Mel dan Fatur masih belum pulang dari sekolah.
Zainab pergi kekedai, berencana mau membeli ikan teri seperti yang diminta anak bungsunya. Namun saat dikedai, karena harga ikan teri lebih mahal, Zainab memutuskan membeli udang rebon kering. Saat sudah dimasak, Fakih dan Ratu membuka penutup saji, hendak makan.
“Udang, bukan ikan teli... Tak ondak doh...” ucapnya Ratu dengan nada kecewa, lalu menutup kembali tudung saji.
Zainab yang mendengarnya, hanya diam. Tidak menanggapi ucapan anaknya dengan serius. Fakih dalam diam memakan masakan ibunya. Sedangkan Ratu, tidak tahu kemana.
Beberapa menit kemudian, Zainab merasa heran tidak mendengar suara Ratu. Ia segera melihat disamping rumah, mana tahu anaknya main-main disana. Namun Ratu tidak ia temui disana.
Seketika Zainab panik, mencari disekitar rumah. sedangkan Hasan mulai memahari dan mengatai Zainab tidak becus menjaga Ratu.
“Menjaga anak saja kau tidak bisa... Apa aja kerjaanmu hah?” umpat Hasan.
“Aku tadi, mau memasak nasi bang... Bisa tidak, sekali kau tidak menyalahkanku? Aku juga tidak berdiam diri, aku banyak pekerjaan, bukan sepertimu hanya tiduran doang...” jawab Zainab dengan suara tidak kalah kerasnya.
“Menjawab saja kau, dasar istri durhaka...” makinya, segera turun dari rumah.
Hasan mencoba mencari-carinya memeriksa perigi atau sumur yang tidak jauh dari rumah mereka. Namun tidak ditemui. Zainab yang panik, segera berjalan ke arah jalanan. Dari kejauhan ia melihat Ratu dengan tidak memakai baju, sedang berjalan menuju rumah Neneknya. Ibu Zainab.
Zainab lega, anaknya tidak kenapa-kenapa. Ia menyusul sang anak, yang sudah hampir sampai kerumah neneknya. Zainab mengendong Ratu yang telanjang, ia pergi kekedai untuk membeli teri.
Akhirnya Ratu bisa makan ikan teri, setelah merajuk dan hendak mengadu pada neneknya.
Lain Ratu, lain pula yang terjadi pada Fatur. Saat ia masuk sekolah Kuttap, Fatur diajari membaca tulisan arab didepan tulis. Fatur yang daya tanggapnya kurang, jadi lama bisa mengerti dan membaca dengan jelas tulisan itu.
Sampai-sampai teman yang disampingnya itu, yang bertugas mengajari anak-anak yang belum bisa membaca mengdengus kurang sabar, menghadapi Fatur yang belum bisa membaca dengan lancar.
“Makanya belajar dirumah, jangan cuma main saja...” kata Erwin, disela-sela mengajaran Fatur membaca.
Fatur hanya tersenyum, namun dihatinya teriris. Ia sedih, mendengar kata-kata Erwin. Ia tahu, Erwin pintar dan disekolah umum pun ia selalu dapat juara. Kata-kata Erwin telah menyinggung hatinya.
“Kenapa orang hebat, suka ngomong sesukanya terhadap orang yang kurang pinter?” bathinya lirih.
Ia mencoba menahan malu, dengan berusah tersenyum semanis mungkin, biar teman disampingnya tidak tahu, ia sedang tersinggung oleh kata-katanya.
Lain disekolah Kuttap, lain pula yang terjadi disekolah umum. Dipagi itu, anak yang sudah lancar membaca, diminta maju kedepan dan mengajarkan anak-anak yang belum lancar membaca.
Satu persatu anak-anak maju, dan sekarang giliran Fatur. Fatur mengeja dengan cepat. Ia tidak bisa membaca dengan lancar tanpa mengeja. Ia maju dengan agak canggung, ia mulai mengeja huruf demi huruf dengan cepat.
Sedangkan temannya yang berdiri disampingnya, hanya diam dan memperhatikan tulisan didepan papan tulis yang dibaca oleh Fatur.
“Bagus...” ucap Herbi, anak lelaki yang berdiri disampingnya.
Fatur hanya tersenyum. Ada perasaan lega dihatinya. Ia takut dikatain dan orang-orang berkata menyinggungnya lagi. Ternyata, hari ini ia beruntung. Ia tidak dikatai. Padahal Erwin itu juga teman sekelas disekolah umum, namun ia tidak sekelas. Erwin sekelas dengan Mel.
Beberapa tahun kemudian.
Hari pertama ia masuk sekolah MTS, ia begitu senang dan percaya diri. Mel dan Fatur masuk sekolah, keduanya agak terlambat, kedua anak itu baru masuk setelah beberapa Minggu siswa-siswi disana melaksanakan belajar mengajar.
Sebenarnya, tidak ada niat Fatur dan Mel sekolah diluar daerah Pasir. Waktu itu, Hasan kembali membuka Sekolah MTS. Namun lagi-lagi sekolah itu tidak bertahan lama. Jadi, kedua anak itu disekolahkan di Panipahan.
Masih termasuk kecamatan Pasir Limau Kapas, tapi di Panipahan sedikit lebih maju dari pada Desa Pasir. Uang untuk masuk dan beli pakaian keduanya, itu berasal dari mengaji dikuburan.
Hasan dan Zainab disuruh untuk menunggu kuburan dan mengaji selama tujuh hari tujuh malam disana. Sudah menjadi kebiasaan desa Pasir, jika ada yang meninggal kuburannya akan ditunggu.
Lagi dan lagi, Mel dan Fatur tidak sekelas. Fatur selalu mendapatkan, sekelas dengan anak-anak nakal.
“Kenapa baru masuk? Anak-anak lain sudah lama masuk?” tanya sang guru kepada Fatur, saat memperkenalkan diri sebagai siswa baru. Fatur hanya diam, ia tidak tahu mau jawab apa.
Sang guru, kemudian menyuruh Fatur membaca Iftitah. Fatur membacanya dengan percaya diri, karena ia memang sudah hafal.
Namun setelah ia membaca Iftitah, ia merasa malu, karena kemungkinan suaranya terlalu kuat, dan orang-orang merasa ia terlalu sombong hanya karena sudah hafal Iftitah.
Saat ia sudah menyelesaikan Iftitah, suara ketika hening. Makanya, ia merasa malu, ia takut orang-orang mengangap dirinya sombong dan sok pinter, hanya karena hafal membaca Iftitah.
Ia juga takut, kalau guru juga menyuruhnya membaca surah lainnya. Ia belum banyak menghafal berbagai surah. Ia tidak mau malu didepan teman-temannya.
Beberapa hari kemudian, ia sekolah dengan lancar. Tidak ada siswa-siswi yang bersikap tidak baik dengannya.
Mel dan Fatur tinggal dirumah saudaranya. Dirumah saudaranya juga, keduanya diperlakukan baik. Namun semuanya hanya sementara. Keduanya diperlakukan baik, oleh saudaranya saat kedua orang tua Mel dan Fatur ada, dan yang jelas masih punya duit.
Seperti pagi itu, Mel dan Fatur sarapan dengan kue koing dengan dicelupkan ke teh hangat. Satu orang dapat giliran satu buah kue koing.
Belum lagi saat disekolah, Fatur kembali dapat bullyan dari teman-temannya, karena ia jelek.
“Lihat, anak jelek itu...” kekeh teman sekelasnya.
“Nggak jajan kamu, jelek?” tanya lainnya, menarik rambut Fatur yang nampak kering. Fatur hanya meringis, tanpa melawan.
“Saya dengar, ia jarang mandi lo kesekolah...” celetuk Ayyub.
Fatur hanya diam. Ia malu diejek seperti itu. Ia tidak mau melawan, karena ini bukan daerahnya. Ia hanya orang baru disini.
“Pasti, bau tuh badan...” ejek Ivan.
“Kalau nggak sanggup beli air, nggak usah kesekolah... Mending tidur dirumah...” ujar Genta sinis.
Fatur hanya diam. Tangannya gemetar menahan amarah. Ia berusaha menahan semua hinaan itu. Ia tidak boleh lepas kendali. Ia bertambah malu, saat anak-anak cewek mulai menertawakannya.
Setelah puas mengejek Fatur. Ivan, Genta, dan Ayyub pergi kekantin. Fatur hanya diam ditempat duduknya. Ia menahan tangis. Disini, tidak ada peduli dengannya.
Agus, memutuskan tidak menyambung sekolah. As ia bersekolah di Kota Kabupaten. Adit, ia pindah kekota lain bersama orang tuanya, sedangkan Budi mulai membantu ayahnya mencari uang. Ia bekerja serabutan membantu ayahnya.
Teman-temannya tidak ada disini. Tidak lama kemudian, As mendatangi kelas Fatur.
“Abang, jajan yuk...” ujar Mel mendekati bangku Fatur.
Fatur yang sedari tadi hanya duduk menunduk, ia mengangkat wajahnya perlahan. Ia tersenyum kepada adiknya, menyembunyikan rasa sakit dan kemarahannya.
“Ayo...” ujar Fatur berusaha tersenyum.
salam kenal ya, jgn lupa mampir di 'aku akan mencintaimu suamiku' 🤗🤗
aku akan datang kalo udh UP lagi 😉
jangan lupa untuk mampir juga yaaa makasihhh