Mengubah Cinta Masa Lalu

Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang. Sungguh sangat penasaran. Dalam benakku masih bertanya-tanya, apakah mungkin Leo melihat aku yang sedang menangis atau tidak.

"Apa maksudnya dia senyum seperti tadi." Berulang-ulang kali aku meyakinkan diriku agar tidak memikirkan nya. Ketukan pintu kamar menghentikan lamunanku.

"Siapa?"

"Ini mama sayang. Ada yang ingin mama bicarakan sama kamu."

"Masuk aja ma, pintunya nggak aku kunci."

Pintu kamarku terbuka perlahan. Aku lihat kerutan di kening mama yang menandakan kalau ia mengkhawatirkan ku. Mama berjalan mendekatiku dan duduk di atas ranjang tepat di sebelahku.

"Bajunya kok belum diganti? Padahal sudah dari tadi pulang nya."

"Itu ma, aku lagi malas ganti."

"Emangnya kenapa? Apa terjadi sesuatu di sekolah?" Mama memang sangat peka akan kondisiku yang lagi bad mood.

"Aku nggak ada apa-apa kok ma."

"Kamu nggak usah bohongin mama, mama bisa tahu yang mana yang jujur dan yang mana yang lagi berbohong. Semuanya juga sudah jelas di wajahmu itu. Sepertinya memang ada masalah di sekolah. Benarkan tebakan mama." Kebiasaan ku kalau badmood pasti sangat mudah ditebak. Soalnya saat aku sampai aku nggak menegur mama dan terus melewatinya. Itu bukan karena aku anak yang nggak punya sopan santun, tapi aku sedang memikirkan hal lain. Dan aku juga mengurung diri di kamar seperti halnya saat ini. Aku jadi malas melakukan apapun seperti mandi, ganti pakaian atau bahkan turun buat makan.

"Ya sudah kalau kamu nggak mau cerita ke mama, tetapi jika kamu berubah pikiran dan ingin bercerita ke mama, mama akan menjadi pendengar yang baik." Memang benar kata orang kalau masalah kita akan menjadi ringan jika kita berbagi bersama dengan orang lain. Tapi ma, masalah yang ku hadapi ini berbeda. Aku nggak mungkin mengatakan kepada kalian kalau sebenarnya aku mengulang waktu. Aku juga nggak bisa bilang kalau aku yang di kehidupan sebelumnya sudah meninggal.

"Nggak sih ma, sebenarnya ini hanya masalah tugasku saja."

"Masalah tugas kok sampai berpikir keras begini? Kamu kan anak yang pintar, mama yakin kamu pasti bisa menyelesaikan nya." Mama mencium keningku dan sesekali mengusap kepalaku sebagai rasa sayang nya padaku. "Iya ma, tapi ini mungkin karena baru awalnya saja, jadi aku rada-rada bingung. Iya sih materinya memang agak mirip sama materi SMP. Hanya saja aku sempat pusing memikirkan nya. Tapi sekarang aku sudah nggak memikirkan nya lagi kok." Kataku membuat alasan.

"Baiklah kalau begitu, segera ganti seragammu dan turun untuk makan. Nggak baik kalau menahan lapar seperti ini. Itu akan mengganggu kesehatan mu."

"Baik ma." Aku memeluk mama dengan sangat erat, mencium kedua pipinya dengan lembut.

"Sudah, sudah. Mama akan menunggumudi bawah." Mama keluar dari kamarku.

Aku segera turun setelah selesai menganti seragam ku. Mama duduk di meja makan sambil memperhatikan aku yang menuruni anak tangga.

"Sini!" Mama menepuk kursi di sebelahnya memintaku untuk duduk.

"Ma, Mas Dino mana?" Tanyaku sambil mengatur posisi duduk dengan benar.

"Mas Dino keluar lagi menyelesaikan semua urusannya. Kan mas Dino besok kembali ke Amerika."

"Oh iya aku lupa. Rasanya baru kemarin ya ma mas Dino datang. Besok malah sudah balik." Aku menyendok nasi ke dalam piring beserta lauknya.

"Iya sih kata kamu ada benarnya, tapi ya mau gimana lagi mas mu kan memang harus kembali. Dan ini merupakan libur yang terlama baginya. Biasanya juga mas mu itu hanya bisa izin tiga atau lima hari paling lama. Mungkin dosennya kali ini mau mengerti."

Aku mengangguk setuju dengan perkataan mama barusan.

Aku memakan masakan mama dengan lahapnya. Sup iga sapi yang di buat khusus untukku. Karena ini adalah salah satu makanan favoritku.

Hari ini mas Dino mengantarku ke sekolah. Katanya sebagai hari terakhirnya di sini karena sebentar sore ia akan berangkat.

"Memangnya jam berapa ke bandaranya."

"Mungkin sekitar jam 2 mas sudah berangkat."

"Tunggu aku ya mas, kami kan keluarnya jam dua."

"Nggak bisa adekku sayang nanti mas malah tunggu penerbangan besoknya lagi."

"Tapi kan aku pengen ngantar mas juga."

"Kalau gitu kamu izin saja sama bu guru."

"Okelah kalau begitu aku usahain biar dapat izin dari bu guru."

Aku memeluk mas Dino lama lalu berlari ke arah halaman sekolah. Aku menyuruh mas Dino untuk menurunkan ku di luar pagar agak jarak dari sekolah, sehingga aku tidak malu untuk memeluk mas Dino karena anak-anak juga nggak akan lihat.

"Hai Din." Aku terkejut saat Loly dan Sasa menepuk punggungku secara tiba-tiba dari belakang.

"kalian ini, untung aku nggak jantungan."

"Heheheh, maaf...maaf."

"Kalian baru datang juga?"

"Iya, yuk masuk!"

"Eh aku hari ini kayaknya izin pulang duluan deh," kataku sambil meletakkan tas di atas meja.

"Kenapa? Kamu sakit ya? Tapi mukamu segar-segar saja."

"Mas ku hari ini akan kembali ke Amerika jadi aku ingin mengantarnya. Mungkin jam pelajaran ke empat aku pulang."

"Kenapa nggak bilang ke kami. Kami kan juga mau nganterin mas Dino ke bandara. Rasanya kami baru dua kali ketemu sama mas mu, ruginya. Boleh ya kami ikut, kami kan fans beratnya."

"Jangan aneh-aneh deh..."

"Boleh yah, please." Loly dan Sita menatapku dengan tatapan yang memohon.

"Ya sudah, tapi nanti kalian izin pake alasan kalian sendiri ya. Takutnya nanti dikira aku ngajak kalian bolos lagi."

"Beres pokoknya."