Sebuah surat undangan dari seorang penulis ternama di kabupaten T yang ditujukan kepada teman teman sekelasnya di masa SMA dulu.
Mereka diundang untuk berkunjung ke rumah sang penulis. Rumah unik, dua lantai, semacam villa yang terletak di tepi sungai jauh di dalam hutan di kecamatan K.
Akses ke rumah tersebut hanyalah jalan setapak, sekitar 10 kilometer dari jalan utama. Siapapun yang memenuhi undangan akan mendapatkan imbalan sebesar 300 juta rupiah.
Banyak keanehan dan misteri dibalik surat undangan tersebut. Dan semua itu terhubung dengan cerita kelam di masa lalu.
Seri ketiga dari RTS.
Setelah seri pertama Rumah di Tengah Sawah (RTS 1), kemudian disusul seri kedua Rumah Tusuk Sate (RTS 2), kini telah hadir seri ketiga Rumah Tepi Sungai (RTS 3).
Masih tetap mencoba membawa kengerian dalam setiap kata dan kalimat yang tersusun. Semoga suka, dan selamat membaca.
Follow Instagram @bung_engkus
FB Bung Kus Nul
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Terisolasi
Bayu menutup pintu kamar Dipta. Dia hendak menguncinya, namun ternyata kunci tidak ditemukan. Bayu menatap teman temannya yang ada di depan pintu satu persatu.
"Kuharap kalian tetap berjaga disini. Jangan biarkan siapapun masuk ke dalam kamar. Aku perlu bicara dengan Denis. Tapi sebelumnya aku mau berganti pakaian dulu," Ucap Bayu. Semua orang mengangguk menurut.
Bayu berganti pakaian di kamarnya. Kaosnya yang basah dia lemparkan begitu saja di sudut kamar. Sebenarnya dia kedinginan, namun berusaha mengacuhkannya. Kematian Dipta yang aneh mengusik hatinya.
Bayu keluar dari kamar, kemudian memanggil Denis untuk mendekat padanya. Mereka berdiri di depan pintu kamar Bayu.
"Kamu yang pertama kali menemukan mayat Dipta. Kupikir kamu lah yang paling mencurigakan Den. Saat hilangnya Yodi pun kamu menghilang entah kemana. Kamu harus memberiku penjelasan yang logis agar aku tak menuduhmu menjadi tersangka kejahatan," ucap Bayu menatap Denis. Denis terperanjat kaget mendengar ucapan Bayu. Dia tampak berpikir sejenak.
"Aku sudah menjelaskan padamu ketika Yodi hilang, aku ada di tepian sungai sedang menikmati rokok. Dan kali ini pun aku tak tahu apa apa Bay. Setelah kamu dan Galang menyusul Pak Mardoyo ke hutan, aku tiduran di kamar. Kemudian ada suara suara berisik di kamar Dipta. Makanya aku keluar kamar, terus melihat kamar Dipta. Ternyata sudah seperti itu."
"Suara aneh seperti apa yang kamu dengar?" Bayu melanjutkan pertanyaannya. Kali ini dia membuka HP nya untuk membuat catatan.
"Seperti rintihan. Ngomong ngomong, semalam sekitar jam 1, aku juga dengar sesuatu yang serupa. Sebuah suara rintihan dan suara seperti tembok sedang di pukul pukul," Denis mengingat ingat.
"Kamu tak mencoba memeriksanya semalam?"
"Nggak lah Bay. Jam 1 lho itu. Nyaliku ciut lah. Kupikir bisa saja kan penunggu tak kasat mata dari rumah gedhe ini sedang menampakkan diri. Lagipula aku ketakutan karena baru membaca artikel terkait Pak Mardoyo," Denis setengah berbisik.
"Baiklah kalau begitu. Tapi yang jelas kamu adalah salah satu orang yang kucurigai," Bayu memberi peringatan.
"Gaes, dimana Mella?" Bayu mengalihkan pembicaraan. Kali ini dia bertanya pada teman temannya yang ada di depan pintu kamar Dipta.
"Tadi, dia bersama kami," jawab Ellie dan Iva bersamaan.
"Terus, dimana dia sekarang?" tanya Bayu penuh selidik.
"Kami berpisah saat aku dan Iva berjalan jalan di sungai. Aku nggak tahu dimana dia sekarang," Ellie menerangkan.
"Ada yang tahu dimana Hendra?" Kali ini Bayu menanyakan keberadaan Hendra.
"Setahuku dia tadi ke kamar mandi," jawab Norita.
"Hei hei, ada apa nih?" Hendra tiba tiba saja sudah berada di tangga, berjalan menuju kerumunan di depan kamar Dipta.
"Dipta tewas," jawab Bayu dengan cepat.
"Hah? Kenapa?" Hendra terlihat agak terkejut. Bayu memperhatikan mimik wajah Hendra.
"Aku belum tahu pastinya. Sepertinya dia tersedak roti kukus pandan. Tapi, mungkin Mella yang lebih tahu karena dia petugas kesehatan. Makanya aku butuh dia untuk memeriksa. Apa kamu bertemu Mella?" Bayu mendekati Hendra. Hendra hanya menggeleng pelan.
"Bukankah tadi roti itu diletakkan di lemari es oleh Mak Ijah? Kalau Dipta tersedak oleh roti itu, berarti Dipta sempat keluar dari kamar dan turun melalui tangga menuju ke dapur. Sedangkan di bawah tangga ada Norita yang sedang menonton TV. Nori, apakah kamu melihat Dipta turun dari tangga?" Ellie kali ini mengutarakan isi pikirannya.
"Setahuku tidak ada yang melewati tangga selama aku berada di depan TV, kecuali Denis," jawab Norita meyakinkan.
"Hei hei hei. . .bisa saja kan kamu tertidur atau pergi ke toilet," Denis membantah. Dia merasa keadaannya terdesak.
"Tidak. Aku tidak kemana mana kok," Norita kekeuh dengan kesaksiannya.
"Sebenarnya selain Denis dan Dipta masih ada dua orang lagi yang berada di lantai atas," ucap Bayu sambil menggaruk garung kepalanya yang kali ini terasa sangat gatal. Sudah menjadi kebiasaan, saat otaknya digunakan untuk berpikir berlebihan, Bayu merasakan gatal pada kulit kepalanya.
"Dua orang itu adalah Tia yang ada di dalam kamarnya dan Zainul sang Tuan rumah," Bayu berjalan mendekati kamar Tia.
Tookk tookkk tookkk
Bayu mengetuk pintu kamar Tia. Namun tidak ada jawaban. Sekali lagi Bayu mengetuk pintu kamar, barulah pintu dibuka dari dalam. Tia melongok, pintu hanya terbuka sebagian.
"Ada apa?" Ucap Tia lirih. Wajahnya nampak pucat dan lesu.
"Hei, kamu terlihat pucat," Bayu memperhatikan Tia dengan seksama.
"Jika tidak ada yang penting, tolong biarkan aku istirahat. Tubuhku benar benar terasa tidak sehat saat ini," Tia tersenyum sekilas kemudian kembali menutup pintu kamarnya.
Bayu tak bisa berbuat banyak. Meskipun sebenarnya ada beberapa hal yang mau dia tanyakan namun diurungkannya niat itu. Melihat kondisi Tia yang masih terlihat trauma dengan penyerangan anjing liar kemarin, Bayu jadi tak tega. Lagipula Tia tidak termasuk orang yang Bayu curigai.
"Tia terlihat kurang sehat," ucap Ellie. Bayu diam saja tak menyahut. Dia sibuk memikirkan langkah apa yang sebaiknya dia ambil sekarang.
"Bay, bukankah lebih baik kamu telepon rekanmu petugas kepolisian untuk membantumu? Atau mungkin menelepon petugas medis yang kompeten. Karena kita tidak tahu apa yang menyebabkan kematian Dipta," Ellie memberi saran.
"Lokasi kita di tengah hutan, dalam cuaca seperti ini akan sulit bagi siapapun yang aku hubungi untuk segera datang kemari. Tapi baiklah, saranmu ada benarnya juga," Bayu merogoh saku celananya. Dia mengambil HP ber casing hitam miliknya.
Dia membuka aplikasi whatsapp, mencari nomor kontak rekan kerjanya. Setelah beberapa saat mencoba melakukan panggilan, nyatanya tidak tersambung.
"Ada apa?" Ellie bertanya.
"Nggak bisa. Coba HP kalian, bisa nggak untuk melakukan panggilan," Bayu memberi perintah pada semua orang yang kini ada di hadapannya.
Semuanya mencoba membuka aplikasi pesan yang dimiliki. Mencoba mengirim pesan secara acak. Juga mencoba membuka platform media sosial lainnya, namun semuanya tak bisa dioperasikan.
"Nggak bisa. Sinyal wifi full, namun tidak bisa digunakan. Aku mencoba membuka youtube, twitter, IG, semuanya nggak ada yang bisa," Denis nampak cemas.
"Sialan. Kita terisolasi," Ucap Bayu geram.
Bayu beranjak dari depan kamar Tia. Dia berjalan menuju kamar tengah yang terlihat paling megah dan luas dibandingkan dengan kamar yang lain. Ruangan sang tuan rumah, yang muncul di hadapan orang orang hanya sekali saja kemarin kemudian lenyap tak menunjukkan batang hidupnya hingga saat ini.
Dookk dookk dookkk
Bayu menggedor pintu kamar Zainul 'Rich Man' dengan sedikit kasar.
"Hey Bay, apa yang kamu lakukan?" Hendra menarik tangan Bayu.
"Dia harus keluar. Dia perlu tahu, ada orang yang terbunuh di rumahnya," ucap Bayu dengan tatapan matanya yang begitu tajam.
"Dimana sopan santunmu. Dia sedang sakit kan," Hendra masih mencengkeram tangan Bayu.
"Darimana kamu tahu dia sakit? Padahal saat dia muncul, kamu belum datang?" Bayu melotot. Sementara yang lainnya, hanya terdiam melihat dua orang alumni XI IPA 5 itu berdebat.
Tiba tiba saja, terdengar langkah kaki menaiki anak tangga. Mak Ijah datang membawa sebuah nampan berisi segelas air putih dan beberapa butir kapsul di mangkok kecil.
Bersambung___
semoga karya ini hanya akan dipandang sebagai cerita semata. jujur saja saya pribadi agak khawatir karena mungkin bagi sebagian orang yang terganggu mentalnya dan membaca novel ini, akan ada kecenderungan untuk mengidolakan tokoh Bayu lalu membenarkan segala tindakannya.
lebih tepat menggunakan kata terbenam atau turun atau menghilang.
Matahari mulai terbenam ke arah barat daya.
Matahari mulai turun ke arah barat daya.
Matahari mulai menghilang ke arah barat daya.