Jadi Istri Om Duda!

"Om, aku dikunciin Mama di dalam kamar."

Satu pesan dari Riri yang ia baca pagi itu sanggup membuat dahinya mengernyit heran.

Bastian menggulir ponselnya mencari nomor Raden, ia ingin bicara dengan sahabat sekaligus Papa dari kekasihnya. Tapi tidak ada jawaban.

Bastian sudah berada di kantor tapi fokusnya langsung terlihat oleh pesan Riri.

Tok.. tok.. tok.. suara ketukan pintu terdengar dari luar.

Kemudian pintu terbuka perlahan, Saras yang merupakan sekretaris Bastian masuk ke dalam ruangan.

"Permisi Pak, ada tamu." ucap Saras memberitahu.

"Siapa?" tanya Bastian heran karena ia merasa tak memiliki janji temu hari itu.

"Pak Raden. Pak."

"Biarkan dia masuk." ucap Bastian mempersilahkan.

Saras pun mengangguk mengerti lalu keluar dari ruangan.

Tak berselang lama, Raden muncul di hadapan Bastian. Ia hanya menatap sahabatnya itu lalu duduk setelah dipersilahkan.

"Ada apa kamu pagi-pagi datang menemui saya, Den?" tanya Bastian ingin tahu.

"Kita harus bicara Bas, tapi sebaiknya kita bicara di luar karena ini urusan pribadi. Bukan masalah pekerjaan."

"Tidak perlu, Den. Kita bicara saja disini. Ini ruanganku. Tidak akan ada yang mengganggu pembicaraan kita."

"Oke kalau itu yang kamu mau."

Bastian menatap Raden penuh keseriusan, ia tahu sahabatnya itu tidak akan datang hanya untuk melihatnya. Ia yakin, semua ada hubungannya dengan Riri.

"Tolong jauhi putriku, Bas." ucap Raden terdengar berat.

"Dia terlalu muda untuk memiliki hubungan dengan kamu."

"Apa di matamu, saya ini tidak pantas dengan Riri?"

"Apa penilaian kamu kepada saya hanya karena usia?"

"Tolong beri saya alasan yang bisa membuat saya mengerti, kenapa kamu begitu menentang hubungan kami." Suara Bastian kali ini terdengar tegas. Baru saja semalam ia meminta Riri untuk menikah dengannya. Tapi pagi harinya, ia diminta untuk meninggalkan Riri.

"Kalian tidak akan bisa cocok, Bas. Riri masih terlalu muda, Dia bahkan belum tahu langkah apa yang ia akan ambil untuk hidupnya. Sedangkan kamu? Kamu pria yang sudah sangat dewasa, pengalaman kamu jauh di atas Riri. Seharusnya, kamu memilih wanita yang setara denganmu." Raden menggenggam tangannya sendiri.

Bastian menggeleng, senyuman tipis terbit di wajahnya.

"Saya tau, sebagai seorang ayah kamu pasti khawatir pada putrimu. Tapi Den, kamu sudah mengenal saya jauh lebih lama di bandingkan Riri. Apa selama itu juga kamu tidak paham dengan diri saya? Yang harus kamu tahu, saya mencintai Riri, dan saya yakin untuk menikahi dia." Bastian berkata tanpa keraguan sedikitpun.

"Saya sudah meminta restu dari kamu dan Rahayu secara baik-baik. Tapi kalian justru bersikap seenaknya, bahkan kalian sampai mengunci Riri di dalam kamar. Itu sudah keterlaluan, Den." tegas Bastian.

"Kami tidak memiliki maksud buruk pada putri kami Bas, tapi kami hanya ingin membatasi interaksi kalian. Karena semakin kalian sering bertemu, kalian akan semakin sulit untuk melepaskan." ucap Raden memberikan alasan penguncian Riri.

"Saya tau dia putri kalian, saya sadar betul akan hal itu. Tapi tolong, jangan menjadi orangtua egois yang hanya memikirkan pikiran kalian sendiri. Tolong mengerti, kalau Riri, putri kalian itu berhak menentukan kebahagian yang mau ia jalani. Tolong mengerti hal itu, Den."

Raden menunduk, ia meremas jari-jarinya sendiri. Raden sadar betul pria seperti apa Bastian, selama mengenalnya tak pernah sekalipun ia mendapati Bastian mempermainkan wanita, bahkan seingatnya, wanita terakhir yang dekat dengan Bastian, adalah mantan istrinya.