NovelToon NovelToon
CINTA DARI MASA LALU

CINTA DARI MASA LALU

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Ketos / Kehidupan di Kantor / Fantasi Wanita
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: ASEP SURYANA 1993

Email salah kirim, meeting berantakan, dan… oh ya, bos barunya ternyata mantan gebetan yang dulu menolak dia mentah-mentah.
Seolah belum cukup, datang lagi intern baru yang cerewet tapi manisnya bikin susah marah — dan entah kenapa, selalu muncul di saat yang salah.

Di tengah tumpukan laporan, deadline gila, dan gosip kantor yang tak pernah berhenti, Emma harus belajar satu hal:
Bagaimana caranya tetap profesional saat hatinya mulai berantakan?

Antara mantan yang masih bikin jantung berdebar dan anak magang yang terlalu jujur untuk dibiarkan begitu saja, Emma akhirnya sadar — cinta di tempat kerja bukan cuma drama… tapi juga risiko karier dan reputasi yang bisa meledak kapan saja.

Cinta bisa datang di mana saja.
Bahkan di ruang kerja yang penuh tawa, kopi tumpah, dan masa lalu yang tak pernah benar-benar pergi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ASEP SURYANA 1993, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 9 — Foto yang Mengubah Segalanya

Senin pagi di Vibe Media.

Kantor yang biasanya riuh kini terasa seperti ruang sidang — penuh bisik-bisik, lirikan cepat, dan tatapan aneh setiap kali Emma lewat.

Emma baru meletakkan tas di meja ketika Tessa menghampirinya dengan wajah setengah terkejut setengah bersemangat.

“Emma… kamu udah lihat belum?”

Emma menatapnya datar. “Kalau ini tentang gosip baru, aku minta waktu sepuluh menit buat minum kopi dulu.”

Tessa menatapnya ragu. “Ehm… aku rasa kamu harus lihat sekarang.”

Emma menghela napas. “Baiklah. Apa lagi kali ini?”

Tessa membuka ponselnya dan memperlihatkan layar.

Foto. Dua orang duduk di kafe, tertawa, menatap satu sama lain dengan wajah bahagia.

Orang-orang itu — jelas sekali — Emma dan Ryan, di sela-sela proyek mereka di Queens minggu lalu.

Di atasnya, caption yang beredar di grup kantor berbunyi:

> “Meeting yang produktif banget 😏☕ #TeamGoals #OfficeRomance”

Emma mematung.

“Siapa yang menyebarkan ini?”

Tessa mengangkat bahu. “Nggak tahu, tapi semua orang udah lihat, termasuk HR… dan mungkin juga Mr. Dawson.”

Wajah Emma langsung tegang. “Ya Tuhan.”

---

Tak lama kemudian, Ryan muncul, wajahnya bersinar seperti biasa — sampai melihat ekspresi Emma.

“Pagi, Em. Kenapa keliatan kayak mau nyidang seseorang?”

Emma berdiri cepat, menyeretnya ke pantry. “Ryan, lihat ini.”

Begitu Ryan melihat fotonya sendiri di ponsel Emma, ia terdiam.

“Oh… itu foto kita waktu di Queens.”

“YA!” kata Emma setengah berbisik, setengah menjerit. “Dan sekarang seluruh kantor berpikir kita pacaran!”

Ryan menggaruk kepala, mencoba menahan tawa. “Oke, oke, ini kelihatan buruk, tapi mungkin orang-orang cuma—”

“Cuma apa?!” potong Emma. “Cuma berpikir aku supervisor yang tidur sama anak magang?”

Ryan berhenti tertawa. Wajahnya berubah serius. “Hei. Jangan ngomong kayak gitu.”

“Ryan, aku nggak bercanda. Ini bisa jadi masalah besar. HR bisa menuduhku melanggar kebijakan kantor!”

Ryan menatapnya tulus. “Oke, denger. Aku yang akan tanggung jawab. Aku bakal bilang ke semua orang kalau itu cuma kebetulan.”

Emma menatapnya lelah. “Kau pikir orang-orang bakal percaya?”

Ryan terdiam sejenak. “Nggak. Tapi setidaknya mereka tahu aku nggak biarin kamu sendirian.”

---

Beberapa jam kemudian, suasana kantor makin panas.

Semua orang berbicara tentang “Emma dan intern-nya” seolah mereka karakter utama di sinetron.

Di ruangannya, Liam duduk diam dengan wajah dingin.

Tangan kirinya memegang ponsel — menampilkan foto yang sama.

Ia menatap layar lama sekali, rahangnya mengeras, sebelum akhirnya berdiri dan menekan interkom.

> “Carter, ke ruanganku. Sekarang.”

---

Emma masuk dengan langkah hati-hati. “Pak, saya bisa jelaskan—”

Liam mengangkat tangan. “Tidak perlu. Aku sudah lihat.”

Emma menunduk. “Itu hanya kebetulan. Kami sedang istirahat setelah presentasi.”

“Di kafe, tertawa, dan terlihat… sangat dekat?” suaranya dingin tapi pelan. “Itu kebetulan yang menarik.”

Emma menatapnya. “Kau terdengar seperti bukan bosku, tapi seseorang yang… cemburu.”

Liam terdiam sesaat, lalu berkata datar, “Yang kupedulikan adalah reputasi timku.”

Emma menyilangkan tangan. “Lucu. Karena rasanya yang paling marah bukan HR, tapi kamu.”

Liam berdiri, menatapnya tajam. “Kau tahu kenapa aku marah?”

“Karena aku minum kopi dengan intern?”

“Karena aku masih peduli,” jawabnya cepat.

Hening menggantung.

Liam menatap Emma lama — matanya bukan lagi tatapan bos, tapi seseorang yang sedang menahan sesuatu yang dalam.

Emma menelan ludah. “Peduli… bukan alasan untuk menuduh.”

“Aku tidak menuduh,” kata Liam perlahan. “Aku hanya… tidak suka melihatmu bersama orang lain.”

Emma terdiam.

Ada kejujuran di kalimat itu, dan itu yang membuatnya justru bingung.

“Pak, ini sudah bukan waktunya untuk pembicaraan pribadi,” katanya pelan, mencoba menjaga nada profesional.

Liam menatap meja, menarik napas panjang, lalu berkata, “Baik. Tapi satu hal, Emma… kalau kau berpikir aku akan diam saja melihatmu diserang gosip murahan itu, kau salah.”

Emma menatapnya heran. “Apa maksudmu?”

Liam berjalan ke arah pintu. “Aku yang akan bicara dengan HR. Aku tidak akan biarkan namamu kotor karena kesalahan yang bahkan bukan milikmu.”

---

Sore hari.

Emma kembali ke mejanya, masih bingung dengan sikap Liam yang berubah — antara protektif dan posesif.

Ryan datang menghampiri dengan ekspresi menyesal.

“Aku udah coba cari tahu siapa yang nyebarin fotonya. Kayaknya salah satu staf desain yang nggak sengaja upload ke grup internal.”

Emma mendesah. “Kalau dia ‘nggak sengaja’, aku ini peri bunga.”

Ryan tersenyum tipis. “Kau marah?”

Emma menatapnya. “Marah sama siapa dulu?”

“Kalau sama aku, aku siap minta maaf. Tapi kalau sama dunia, aku bantu marah bareng.”

Ucapan itu membuat Emma tertawa kecil tanpa sadar. “Kau selalu tahu gimana cara bikin aku tenang.”

Ryan menatapnya lembut. “Karena aku selalu perhatiin kamu.”

---

Sementara itu, di ruangannya, Liam berdiri di depan jendela menatap kota malam.

Ia baru saja menutup panggilan telepon dengan HR.

> “Masalah foto sudah aku tangani. Tidak ada sanksi untuk Emma atau Ryan.”

Ia menatap layar ponselnya lama, jari-jarinya menyentuh nama Emma Carter di daftar kontak.

Tapi ia tidak menekan tombol panggil.

Sebaliknya, ia hanya bergumam pada dirinya sendiri:

> “Kalau dia bahagia… kenapa aku malah merasa kalah?”

---

Di apartemennya, Emma memandangi layar ponsel yang berisi pesan singkat dari Ryan:

> “Besok pagi aku bawain kopi, tapi kali ini kita minum di pantry aja — biar nggak viral lagi 😅☕”

Emma tersenyum kecil.

Entah kenapa, di tengah semua kekacauan itu, hatinya justru terasa hangat.

Tapi begitu ia meletakkan ponsel, pikirannya kembali ke satu suara lain.

Suara Liam, di kantor tadi:

> “Aku tidak suka melihatmu bersama orang lain.”

Ia menutup mata, berbisik pada dirinya sendiri,

> “Dan aku tidak tahu lagi… siapa yang sebenarnya harus aku jauhi.”

---

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!