NovelToon NovelToon
Cinta Selamanya

Cinta Selamanya

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi / Perjodohan / Romantis / Fantasi / Cinta Murni / Mengubah Takdir
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: eloranaya

Raisa tidak menyangka bahwa hidup akan membawanya ke keadaan bagaimana seorang perempuan yang menjalin pernikahan bukan atas dasar cinta. Dia tidak mengharapkan bahwa malam ulang tahun yang seharusnya dia habiskan dengan orang rumah itu menyeretnya ke masa depan jauh dari bayangannya. Belum selesai dengan hidup miliknya yang dia rasa seperti tidak mendapat bahagia, malah kini jiwa Raisa menempati tubuh perempuan yang ternyata menikah tanpa mendapatkan cinta dari sang suami. Jiwanya menempati raga Alya, seorang perempuan modis yang menikah dengan Ardan yang dikenal berparas tampan. Ternyata cantiknya itu tidak mampu membuat Ardan mencintainya.

Mendapati kenyataan itu Raisa berpikir untuk membantu tubuh dari orang yang dia tempati agar mendapatkan cinta dari suaminya. Setidaknya nanti hal itu akan menjadi bentuk terima kasih kepada Alya. Berharap itu tidak menjadi boomerang untuk dirinya. Melalui tubuh itu Raisa menjadi tahu bahwa ada rahasia lain yang dimiliki oleh Ardan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eloranaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18. Sepotong Berdua

"Ardan, aku laper."

Di tengah kesunyian Raisa menceletuk. Dia terkulai lemas di atas kasur dengan tangan mengelus-elus perutnya yang kempes. Merasa sengsara saat dilanda kelaparan.

Jarum jam yang telah berputar dan memakan waktu tak terasa mereka telah menghabiskan satu harian bersama. Mungkin jika dihitung dari pagi hari bangun setelah malamnya dikunci Raisa sudah mengatakan kalimat yang sama sebanyak ratusan kali.

Satu hari yang sudah dihabiskan tidak ada yang spesial. Hanya Raisa sibuk sendiri dan Ardan sibuk sendiri. Mereka lebih banyak diam, atau lebih tepatnya Ardan yang berusaha menciptakan keterdiaman. Karena saat Raisa berbicara, Ardan tidak membalasnya dan berujung membuat perempuan itu malas sendiri untuk mengajaknya bicara.

Dalam satu malam tidak ada yang banyak terjadi. Dan sekarang sudah memasuki malam kedua yang mana artinya tinggal satu malam lagi kemungkinan kurungan kamar yang dilimpahkan kepada mereka berdua akan berakhir.

Selepas kejadian dikunci, saling menggenggam dalam ketidak sadaran Ardan, menjelajah seisi kamar, dan melihati hasil gambar Ardan. Keduanya hanya berdiam diri. Dan terlarut dalam tidur, saking tidak tahunya mau berbuat apa di ruangan tersebut. Ditambah lagi telah kehabisan energi. Meskipun tidak melakukan apapun tetapi sejak berhasil menghabiskan satu hari keduanya tidak ada yang memasukan secuil makanan pun di mulutnya.

Apa yang mau dimakan kalau akses keluar saja tidak ada?

Bahkan kejadian yang baru pertama kali Raisa alami itu membuatnya terheran, bisa-bisanya ada manusia seperti Santi. Sekadar diberi keleluasaan makan saja tidak.

Raisa menyimpulkan bahwa apa yang terjadi padanya itu adalah hukuman. Entah apa yang dimau oleh ibu Ardan sampai tega melakukan itu pada anak kandung dan menantunya.

"Dannnn, aku laper."

"Memang kamu nggak laper ya, Dan?"

"Tidur udah nggak ngaruh di aku, Dan. Buat nahan lapernya."

Perempuan yang telentang di ranjang itu bersuara sedari tadi. Mengeluarkan segala keluh yang sama. Tidak menyerah sekalipun tak mendapatkan tanggapan dari lawan bicaranya.

"Ardan, ih. Dobrak aja pintunya, aku pengen keluar makan."

Sofa cokelat tempat Ardan biasa menghabiskan waktunya bergerak karena penghuninya bergerak. "Berisik. Ambil sendiri."

"Di mana? Emang bisa keluar?"

"Ransel gue di kursi kerja ada roti, makan aja."

Tidak perlu berpura enggan atau merasa tidak enak Raisa langsung melompat turun begitu saja. Mencari ransel yang diberitahu. Tak perlu mengorek dalam Raisa menemukan sebungkus roti bantal berukuran setelapak tangannya.

Dia lantas menempatkan diri di dekat Ardan. "Makasih ya, tapi kenapa nggak bilang dari kemarin, sih?"

"Ngomong mulu. Tinggal makan juga."

Raisa memotong roti yang dia bawa menjadi dua. Menyerahkannya pada Ardan dan tanpa pikir panjang tawarannya ditolak lelaki itu.

"Simpen aja buat lo sendiri. Atur sendiri biar sampai dibukain pintu. Karena gue cuman ada itu."

"Ah, jadi terharu." Raisa menutupi mulutnya sok malu-malu. "Ini nggak papa, aku beneran ikhlas ngasihnya." Raisa tetap menyodorkan setengah potongan.

Dan Ardan tetap tidak goyah pada apa yang telah dia katakan untuk menolak pemberian Raisa.

"Simpan buat lo sendiri."

Keputusan itu final.

"Kamu nggak laper?"

"Nggak."

"Beneran? Padahal ini enak banget loh." Raisa masih berusaha memaksa. Dia saja sudah menggigit potongan yang dia bagi dua. Karena susah sekali membujuk Ardan dia meletakkan begitu saja separuhnya di paha lelaki itu dan pilih berbalik pergi kembali ke space ternyamannya. Adalah kasur.

"Wahhh, lumayan keisi walau perih karena nggak makan lama." Raisa mengelus perutnya. "Kejam banget ya ibu kamu tuh."

"Mertua lo," jawab Ardan sekenanya.

"Apaaa?" Tiba-tiba Raisa terduduk. Matanya menyala penuh binar. Melupakan rasa lapar yang menempel dan hanya sedikit terobatinya. Balasan Ardan bahkan lebih-lebih menyenangkan hatinya daripada secuil roti di tengah kelaparan ekstrem yang mendera dirinya. "Jadi aku diakuin sebagai istri, nih?"

Hanya terdengar napasnya sendiri.

"Kejam banget ya emang tuh. Dikurung tanpa dikirim makanan sekalipun. Padahal mah aku juga nggak akan ngelawan, itung-itung istirahat."

"Ya nggak, Dan?"

"Gue yang kabur."

Selanjutnya suara kecapan terdengar nyaring di kamar tersebut. Itu adalah suara yang dibuat Ardan dari mengunyah separuh roti yang Raisa tinggalkan di paha pria tersebut. Tentu saja sesuatu itu tak ayal menimbulkan singgungan senyum di wajah Raisa. Kedua sudutnya terangkat ke atas, membentuk lekukan kegembiraan. Merambat hingga hatinya dan meletupkan kebahagiaan keseluruh sel.

"Pakai gengsi-gengsian segala. Jadi suka deh." Dia berucap begitu, berniat untuk memprovokasi.

"Lo doang, guenya nggak."

****************

Sepi terlalu lama. Raisa yang sedari tadi telah berusaha untuk memejam dia kira suasana tenang di sekitarnya akan membuatnya terlelap. Akan tetapi sudah tidak melakukan apapun saja dia masih enggan terkantuk tidur. Mungkin itu efek dia kebanyakan tidur.

Pokoknya hidup Raisa terakhir ini isinya hanyalah tidur dan tidur, beberapa kali merecoki Ardan yang sibuk sendiri. Berujung dia sendiri yang menyerah ketika lelaki itu diajak bicara tidak membalasnya. Akan tetapi jika ditinjau ulang Raisa dengan menghabiskan waktu bersama, dia merasa lelaki itu tidak sebegitu susah direach out. Tidak serta merta akan mengabaikannya begitu saja. Selain hari-hari sebelumnya, yang dia alami hari ini adalah bukti juga.

Raisa terduduk. Dia memandangi belakang kepala Ardan yang memunggunginya. Sebuah celetukan lolos begitu saja. "Ardan, beneran kenal sama cewek yang di rumah sakit waktu itu ya?"

"Ya."

"Sejak kapan?"

"Lo nggak perlu tahu."

"Boleh nebak nggak?" Tidak menunggu jawaban dari Ardan, Raisa melanjutkan, "Dari SD? SMP? SMA? Atau apa??"

"Bukan semua."

"Ohhh, dari TK ya?"

Raisa menanyakannya penuh dengan keingintahuan. Siapa tahu lelaki itu memang kenalannya waktu masih dibangku sekolah, karena kalau di bangku kuliah dan setelah lulus tidak mungkin, Raisa masih bisa mengingat orang-orangnya.

"Lebih lama dari sebelum itu."

"Lebih lama itu kapan? Nggak mungkin kan waktu kecil? Masa masih inget?"

Ardan bungkam, menimbulkan spekulasi membabi-buta dari Raisa. Meskipun ujungnya tidak memiliki jawaban apapun. Sebab Raisa sungguh-sungguh tidak mengingat sekalipun tentang seorang pria bernama Ardan, meskipun dia korek-korek ingatannya sendiri. Mungkin saja kan lelaki itu kenalannya dulu dan seiring berjalannya waktu wujud orang yang dia kenal bernama Ardan tumbuh menjadi sosok Ardan yang itu.

"Ah, yaudah deh. Nggak penting juga." Karena Raisa hanya ingin tahu atas dasar apa lelaki itu sebegitunya, pada raganya. Dari hari pertama kejadian yang menimpa dia hingga sekarang.

"Ah, mungkin atas dasar rasa bersalah aja kali ya?" gumamnya samar.

Tetapi jika atas dasar itu, kenapa selama itu? Bukannya banyak orang di luar sana yang sering bodoamat dengan kesalahan yang diperbuat untuk menyakiti orang lain?

Atau mungkin, bisa seperti itu adalah karena mereka saling kenal dekat. Tetapi nyatanya Raisa tidak merasa begitu.

"Mungkin dia dasarnya orang baik aja."

...****************...

1
fianci🍎
Pusing kepala baca cerita ini, tapi tetap seru. Teruslah menulis, author!
Perla_Rose384
Gak sabar nunggu kelanjutannya thor, semoga cepat update ya 😊
Eirlys
Bikin saya penasaran terus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!