Setting Latar 1970
Demi menebus hutang ayahnya, Asha menikah dengan putra kedua Juragan Karto, Adam. Pria yang hanya pernah sekali dua kali dia lihat.
Ia berharap cinta bisa tumbuh setelah akad, tapi harapan itu hancur saat tahu hati Adam telah dimiliki Juwita — kakak iparnya sendiri.
Di rumah itu, cinta dalam hati bersembunyi di balik sopan santun keluarga.
Asha ingin mempertahankan pernikahannya, sementara Juwita tampak seperti ingin menjadi ratu satu-satunya dikediaman itu.
Saat cinta dan harga diri dipertaruhkan, siapa yang akan tersisa tanpa luka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lanjutan? 18
Sungguh sial sekali Juwita hari ini. Rencananya ingin mengacaukan Asha malah dijegal oleh sang ayah mertua. Ia ingin membuat Asha sibuk agar tidak memiliki waktu dengan Adam di hari minggu ini dengan menawarkan diri membantu pembukuan. Namun kenyataannya lain.
"K-kalau begitu, saya akan kerjakan besok bersama Asha saja, Pak,"ucap Juwita terbata.
"Ehmm tidak perlu, kamu dan Asha punya hal yang berbeda untuk dilakukan. Tentu ini lebih efektif dan juga akan mempercepat pekerjaan. Jadi kamu bisa mulai dari sekarang dulu. Nah ikut Bapak," tukas Juragan Karto cepat.
Juwita mendengus kesal tapi pelan. Dia tidak bisa menolak apa yang diperintahkan oleh Juragan Karto. Sempat melihat ke arah sang sumi, tapi Bimo tentu juga tidak bisa membantu banyak. Alhasil Juwita melakukan tugas itu. Dia tampak pusing dan kebingungan.
Berbeda dengan Juwita, Asha dan Adam malah diajak pergi oleh Juragan Karto. Mereka menaiki mobil dan menuju ke sebuah tempat yang tidak asing bagi Asha.
"Apa kita mau pergi ke kebun milik bapak saya, Pak? Ah maaf maksudnya milik bapak saya dulu," Asha merasa sedikit nyeri di hatinya. Tanah yang dulu jadi kebanggaan itu dan juga menjadi sedikit tabungan untuk masa depannya dan juga Irwan, kini tak lagi ada di tangan keluarganya. Kini tanah itu bukan lagi milik mereka.
"Benar, kita sedang berjalan menuju ke lahan pertanian dan perkebunan milik kalian. Sepeti yang aku katakan dulu bahwa tanah milik Budi akan jadi milik mu dan Adam. Tapi bukan berarti Adam tidak akan mendapat bagian apapun dari punya ku, dia tetap akan mendapat warisan dari ku juga. Dan Asha, kamu juga bisa memberikan sebagian tanah itu untuk adikmu, Irwan," papar Juragan Karyo dengan tatapan yang sedikit sendu.
Sreet
Asha langsung melihat Juragan Karto. Ia sungguh tidak mengeri mengapa Juragan Karto bersikap demikian.
Dulu dia berpikir bahwa Juragan Karto adalah orang yang kejam dan culas karena membuatnya terjebak pernikahan yang sama sekali tidak diinginkan.
Akan tetapi, sikap Juragan Karto yang saat ini sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Asha.
"Mengapa?" Hanya kata itu yang meluncur dari bibir Asha. Pikirannya terlalu penuh sehingga malah tidak banyak kata yang terucap.
"Karena aku tulus menginginkanmu menjadi menantu ku, Asha. Aku ingin kamu benar-benar bisa hidup bersama dengan Adam sampai tua nanti."
Degh!
Ucapan Juragan Karto sungguh tulus. Dan Asha bisa merasakan ketulusan itu. Sedangkan Adam, sedari tadi dia hanya diam tanpa nimbrung barang satu kata pun dengan apa yang dibicarakan ayahnya dan istrinya. Namun Adam bisa merasakan bahwa ayahnya bersungguh-sungguh menginginkan pernikahannya berjalan dengan baik.
Ckiiit
Mobil berhenti di sisi jalan, Juragan Karto keluar dari mobil di susul oleh Asha dan juga Adam. Asha menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Dia menikmati angin semilir yang tengah berhembus itu.
Kenangan masa lalu pun muncul, saat dia bersama ayah, ibu dan adiknya memanen sayuran. Rasanya sungguh sangat menyenangkan. Tapi kini semua itu tinggal kenangan, ayahnya tak lagi bisa melakukan itu dan tanah yang ada di depannya juga bukan lagi miliknya.
"Aku pikir Bapak hanya menumbalkan aku,"ucap Adam tiba-tiba
Tak!
Juragan Karto memukul kepala putra keduanya itu dengan sedikit keras sehingga Adam mengaduh kesakitan.
"Apa kamu pikir Bapak ini tidak peduli padamu? Meskipun kamu suka berbuat onar dan bersikap sesukanya sendiri, Bapak tidak mungkin mencarikan istri yang sembarangan untuk mu. Ketahuilah bahwa istrimu itu adalah wanita yang hebat. Feeling Bapak kuat akan hal itu. Jadi hapus rasa tidak penting mu itu dan mulailah untuk mencintai dan menyayangi Asha. Dia adalah anak yang baik."
Adam terdiam, dia tentu tahu Asha adalah wanita yang baik. Jika tidak baik, Asha tidak akan bertahan di sisi nya yang pernah berkata menyakitkan.
Bagaimana tidak menyakitkan, di malam pengantin dirinya dengan tegas berkata bahwa tidak akan menyukai istrinya.
Jika mengingat itu Adam sungguh merasa seperti orang paling durjana di dunia. Akan tetapi memang sampai saat ini dia masih belum merasakan apa yang namanya cinta itu terhadap Asha.
Pernikahan mereka bahkan belum ada satu bulan. Mereka juga belum mengenal satu sama lain.
"Aku rasa akan sulit, Pak,"ucap Adam.
"Tidak ada yang sulit selama kamu mau berusaha. Tidak ada yang sulit selama kamu bisa melihat bahwa Asha adalah satu-satunya wanita dalam hidupmu. Dam, lepaskanlah rasa itu sebelum kamu menyesal nantinya."
Setelah berkata demikian, Juragan Karto melenggang pergi meninggalkan Adam dan menghampiri menantunya, mereka kemudian berbicara dimana Adam tidak mendengar. Saat ini yang tengah dipikirkan oleh Adam adalah ucapan ayahnya.
Selama ini belum pernah Adam dan Juragan Karto bicara secara dalam seperti ini. Biasanya setiap mereka berbicara akan berakhir dengan Adam yang pergi dan marah. Tapi kali ini Adam bisa merasakan bahwa pembicaraannya bersama sang ayah sangat dalam dan bermakna.
"Apa aku memang harus segera melupakan dia dan menatap istriku? Tapi, tapi aku begitu menyukainya? Apa aku bisa menghapus rasa suka ku ini?"
Adam mengusap wajahnya kasar. Dia menjadi bingung dengan hati dan pikirannya sendiri.
"Ayo pulang,"ucap Juragan Karto kepada supirnya. Adam dan Asha pun masuk, dan mereka kembali ke kediaman setelah berada di sana sekitar satu jam.
Sesampainya di rumah, ternyata makan siang sudah siap. Namun tidak ada Juwita dan Bimo.
"Kenapa mereka?" tanya Juragan Karto kepada sang istri.
"Katanya Juwita pusing, dan sekarang Bimo sedang menemaninya,"sahut Sugi.
Haah
Juragan Karto menghembuskan nafasnya kasar. Dia juga menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Baru saja diberi tugas, dia sudah tumbang. Seperti itu lah isi kepala Juragan Karto.
Akhirnya mereka pun makan siang tanpa kehadiran Bimo dan Juwita. Bagi Asha tentu tidak masalah, dan tenyata Adam pun juga makan dengan tenang.
Asha sedikit merasa heran akan sikap tenang Adam ini. Mendengar Juwita sakit pun seolah Adama tidak terusik. Suaminya itu tadi hanya memeriksa dan setelah itu kembali lagi ke meja makan.
"Sepertinya kalian harus berbulan madu deh. Sha, ikutlah Adam kuliah. Dan kalian menginap lah di kost milik teman Bapak selam seminggu. Nanti Bapak akan menelpon Om Santo untuk itu."
Apa?
Hah?
TBC
Dam.. Asha ingin kamu menyadari rasamu dulu ya...
Goda terus Sha, kalian kan sudah sah suami istri