Gracia Natahania seorang gadis cantik berusia 17 tahun memiliki tinggi badan 160cm, berkulit putih, berambut hitam lurus sepinggang. Lahir dalam keluarga sederhana di sebuah desa yang asri jauh dari keramaian kota. Bertekad untuk bisa membahagiakan kedua orang tua dan kedua orang adiknya. Karena itu segala daya upaya ia lakukan untuk bisa mewujudkan mimpinya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rachel Imelda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Senyumnya Mengalihkan Duniaku
Di jalan Cia duduk diam menikmati perjalanannya. Ini pertama kalinya dia pergi jauh sendirian. Tapi tidak ada rasa takut dalam diri Cia karena dia yakin kalo Tuhan menyertainya. Pemandangan di luar sangat-sangat indah, sepanjang mata memandang semuanya warna hijau yang membuat segar mata yang memandangnya.
"Neng Cia, hebat ya bisa ke Jepang" kata si sopir memecahkan kesunyian.
"Bukan saya yang hebat Pak. Ini semua hanya titipan Tuhan kepada Saya" kata Cia.
"Iya, karena kamu anak yang hebat makanya Tuhan titipkan berkat yang luar biasa ini sama kamu" kata si sopir lagi.
"Iya Pak, Makasih." Jawab Cia. Tak terasa perjalanan mereka sudah sampai di kota dan ia akan terus melanjutkan perjalanan ke bandara.
Cia menatap pemandangan kota yang sangat ramai. Berbeda jauh dengan pemandangan di desanya yang masih asri. Di kota ini yang terlihat hanya gedung-gedung yang menjulang tinggi seolah-olah ingin mencapai langit.
Cia terpesona dengan kemegahan kota ini. Kota yang sama dimana Arjuna Arsyan berada.
"Kira-kira rumahnya Mas Juna dimana yah?" tanya Cia dalam hati.
"Neng Cia, ini pertama kalinya naik pesawat?" tanya si sopir.
"Hehehe iya Pak. Makanya saya sedikit khawatir" kata Cia.
"Khawatir kenapa Neng?" tanya si sopir.
"Takut salah naik pesawat Pak. Hehehe. Tujuannya ke Jepang jangan-jangan saya naik yang tujuannya ke Amerika kan bisa berabe pak" kata Cia.
"Ya mbok ditanyain dulu sama petugasnya Neng biar gak salah pesawat" kata Si sopir lagi.
"Iya Pak" jawab Cia kemudian kembali mengalihkan pandangannya pada pemandangan di luar mobil.
"Indah banget yah pemandangannya. Itu di gedung yang tinggi itu ada orangnya pak?" tanya Cia.
"Ada dong Neng, itukah gedung perkantoran Ada juga tempat tinggal warga kota." jawab si sopir.
"Apa mereka gak takut jatuh?" kata Cia lagi.
"Gak Neng itu bangunannya kuat kok gak bakal jatuh. Kecuali kalo ada gempa bumi dahsyat kemungkinan bisa roboh" kata si sopir lagi.
"Itu dia Pak, yang rumah satu lantai aja kalo gempa bisa ambruk, apalagi yang bertingkat sampai hampir mencapai langit. Saya takut membayangkannya Pak" kata Cia lagi.
"Ya jangan dibayangkan dong Neng. hehehe" kata si sopir lagi.
"Hehehe iya ya Pak"
Beberapa saat kemudian mereka sudah tiba di bandara Internasional Soe-Ta.
"Nah, kita udah nyampe Neng." Kata Sopirnya lagi.
"Oh iya Pak" begitu mobilnya berhenti Cia langsung turun dari mobil menenteng tas ranselnya. Karena cuma itu yang dia bawa.
"Makasih ya Pak. Titip salam saya buat Pak Lurah Hadi. Makasih banyak" kata Cia.
"Iya Neng, nanti bapak sampaikan. Neng Hati-hati di jalan ya. Selamat sampai tujuan." kata Pak Sopir lagi sebelum akhirnya meninggalkan Cia sendirian di Bandara internasional ini.
Dia hanya sendiri tidak ada yang menemani. Tidak ada yang mengantar, padahal ini pertama kalinya dia naik pesawat. Bahkan pertama kalinya merantau.
"Ya Tuhan, tolong bantu aku. Semoga aku bisa melakukan semuanya sendiri." Doa Cia sebelum melangkah lebih jauh ke dalam bandara.
Tiba-tiba "Ada yang bisa saya bantu Mbak" tanya seseorang. Cia membalikkan badannya dan melihat siapa yang menawarkan bantuan itu. Cia pun melototkan matanya.
"Mas Juna" pekik Cia senang.
"Hai...apakah kabarmu?" Juna balik bertanya.
"Kabarku baik, Mas. Mas kok ada disini. Mas mau naik pesawat juga?" tanya Cia exaited.
"Enggak kok" jawab Juna.
"Lho gak mau naik pesawat kok tapi ada di sini sih?" kata Cia lagi.
"Ya sengaja ada disini" kata Juna membuat Cia bingung.
"Kok sengaja" tanya Cia.
"Ya, aku mau nganter seseorang" kata Juna.
"Oh...nganter orang. Lalu orangnya mana. Udah berangkat?" tanya Cia sambil melihat ke kanan dan ke kiri mencari siapa yang diantar Juna.
"Belum, Orangnya belum berangkat" kata Juna lagi.
"Oh berarti masih ditunggui?" tanya Cia lagi.
"Enggak juga" jawab Juna.
"Ih...kok aku jadi bingung yah. Maksudnya gimana?" tanya Cia.
"Aku itu mau anterin kamu Cia" kata Juna.
"Hah. Anterin aku?" tanyanya.
"Iya. Jangan sampai kamu salah naik pesawat. Hehehe" kata Juna.
"Hahahha iya sih tadi aku juga mikir gitu. Gimana kalo aku salah naik pesawat yaa..Padahal tadi aku rencananya mau nanya sama orang-orang disini" kata Cia merasa lucu pada dirinya sendiri.
Juna memandangi Cia yang lagi tersenyum "Ah senyumnya mengalihkan duniaku" batin Juna.
Cia pun gelagapan karena diliatin begitu oleh Juna. Dia langsung tertunduk malu.
"Ngomong-ngomong Mas Juna tau dari mana aku mau naik pesawat?" tanya Cia polos.
"Padahal sejak Mas Juna pergi dari desa kami, Mas Juna gak pernah lagi ngasih kabar" tanya Cia.
"Paman yang kasih tau kalo kamu mau ke Jepang. Dan Maaf ya. Aku gak kasih kabar bukannya aku lupa, tapi aku tuh memang lagi sibuk banget. Kerjaannya numpuk gara-gara aku liburannya lama kemaren" kata Juna.
"Kamu tau gak?" kata Juna..
"Enggak Tau" jawab Cia.
"Lagian aku kan belom selesai ngomong. Kamu main nyamber aja kayak bensin." kata Juna.
"Hehehhe...Maaf. emangnya apaan?" tanya Cia.
Juna menatap mata Cia, gadis desa yang pintar itu. "Aku itu selalu mikirin kamu" kata Juna.
Cia pun tertawa. "Lho kenapa kamu ketawa? ada yang lucu?" tanya Juna.
"Iya. Aku gak percaya kalo kamu selalu mikirin aku. Emangnya Pacar Mas Juna Gak Marah?" kata Cia.
" Yang bisa baca pikiran aku itu cuma Paman aku, Pak Lurah kalian di desa." kata Juna.
"Ih kok gak nyambung sih jawabannya" kata Cia.
" Iya. Seandainya aku punya pacar, dia gak akan bisa tau aku sedang mikirin apa. Cuma aku yang tau, itu yang aku pikirin. Tapi aku salah karena ternyata Paman aku juga tahu apa yang aku pikirin, bahkan saat aku jauh darinya" kata Juna.
"Kok bisa?" tanya Cia.
"Iya Paman tau kalo aku lagi mikirin kamu makanya Paman bilang ke aku kalo hari ini kamu mau pergi jauh dan gak ada yang anterin selain sopir dari desa. Makanya aku kesini biar aku aja yang anterin kamu." kata Cia.
"Serius?" tanya Cia.
"Dua rias malah" jawab Juna.
"Makasih ya Mas Juna. Nih udah jam berapa ini aku belum Chek in" kata Cia.
Lalu Juna pun mengajaknya pergi untuk cek in. Setelah semuanya beres mereka duduk di ruang tunggu untuk menunggu jam dipanggil masuk ke pesawatnya. Masih ada cukup waktu bagi mereka untuk melepas rindu.
Mereka berbicara banyak hal mengenai desa Swadaya. Walau cuma sebentar di desa Swadaya tapi Juna memiliki banyak kenangan di sana.
"Gimana nasib Dani?" tanya Juna.
"Si Dan,i masa dia datang ke rumah aku. Minta ijin sama ibu aku mau ajak aku jalan-jalan. hahaha" Cia bercerita dan tertawa mengingat kelakuan Dani.
"Oh ya? lalu kamu dan ibu kamu terima ajakannya?" tanya Juna merasa gak suka mendengar cerita itu.
"Ya enggaklah. Mana aku mau pergi sama dia. Ngeliat bayangannya aja aku ogah. Eh enggak deng. Denger namanya aja aku males" kata Cia dan membuat Juna merasa lega.
"Kirain kamu terima ajakannya" kata Juna.
"Ih amit-amit. Mana dia lebay banget lagi. Dia pamer-pamerin hidungnya yang abis dioperasi itu. Dia pikir aku akan terpesona dengan hidung mancung palsunya itu, hahahah" kata Cia lagi.
"Oh ya. Emang hidungnya jadi mancung beneran?" tanya Juna.
"Iya mancung sih tapi rada-rada aneh gitu hidungnya. Kayanya gak simetris. miring gitu hidungnya. Apa salah operasi ya?" kata Cia.
"Bisa jadi. Kalo dia operasi di dokter abal-abal." kata Juna.
Ketika mereka lagi asyik ngobrol, suara panggilan bagi calon penumpang tujuan Jepang pun dipanggil untuk segera masuk ke gatenya.
Cia pun pamit pada Juna "Mas makasih ya. Udah nemenin aku di sini" kata Cia.
"Iya. kamu hati-hati ya. Jaga diri, jaga hati. Karena aku disini juga akan menjaga hatiku" kata Juna.
"Maksud?" tanya Cia sambil mengerutkan alisnya.
Tapi Juna "Udah sana nanti kamu ketinggalan pesawat" Kata Juna.
Akhirnya Cia pun berjalan masuk ke dalam gatesnya sambil melambaikan tangannya pada Juna
"Bye Juna" kata Cia perlahan tapi Juna bisa melihat gerakan bibirnya lalu Juna membalas.
"Bye Cia, sampai ketemu lagi" Cia pun tersenyum lalu membalikkan badannya berjalan masuk ke dalam gatesnya dan terus ke dalam pesawat yang akan mengantarnya kepada masa depan yang cerah.
Bersambung