Malam itu aku hanya bisa melihat suamiku pulang kembali ke rumah istri sahnya. Meski kecewa aku tidak marah, kami menikah siri enam tahun lalu saat aku bahkan belum lulus SMA. Demi karirnya suamiku rela menikah dengan anak pemilik rumah sakit tempatnya bekerja.
Kadang aku bertanya, kenapa aku yang istri pertama harus mengalah?
Enam tahun kami menikah, aku tidak dikaruniai seorang anak. Aku yang sebatang kara ini hanya bisa bergantung hidup pada suamiku. Lagi pula aku sangat mencintainya hingga rela di madu. Tapi, lambat laun hatiku terasa begitu hancur dan remuk, apalagi saat mengetahui kalau vitamin pemberian suamiku sebenarnya adalah obat KB agar aku tidak memiliki anak dengannya.
Aku melihat wanita itu, wajah cantik, kulit putih, dan pembawaan yang anggun. Siapa yang tidak menyukai wanita secantik ini??
Dari pakaian dan juga penampilannya sudah pasti dia adalah wanita kaya, mana mungkin aku yang hanyalah seorang satpam bisa menaruh hati padanya?
Tapi, wanita ini terlalu menarik perhatian, terlalu susah untuk tidak mengagumi kecantikannya, terlalu susah untuk tidak menyukainya. Siapakah yang akan memiliki wanita itu??
Hasrat ini harus disembunyikan, di tekan, jangan sampai membuatnya sadar, kalau aku menyukainya.
Bila mencintaimu adalah sebuah kesalahan, aku tak ingin menjadi benar. ~ Raksa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Devy Meliana Sugianto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu Per Satu
Kematian Surya Cahyadi membuat banyak orang orang di pemerintahan mulai cemas. Terutama komplotan dari partai politik tempat Bayu berdiri. Pemilu presiden sudah dekat, namun dua rekan yang memberikan banyak sumbangsih justru di temukan meninggal dalam sebuah pembunuhan dan perampokan.
Dalam satu bulan ada dua pembunuhan, begitu dekat, begitu cepat.
Para elit politik itu meminta polisi untuk menyelidiki kasus ini tanpa henti. Bayu mempush kepala polisi dan jenderal dari angkatan bersenjata untuk lebih gencar lagi mencari dan mengadili tindakan main hakim sendiri dari komplotan Wijaya.
Tak hanya nyawa, mereka juga mencuri harta benda korban. Menggasaknya sampai tak tersisa, membuat siapa pun terkejut.
"Polisi Polisi bodoh itu tak kunjung bisa menangkap para bjingan ini. Membuatku muak dan kesal." Bayu mondar mandir dengan wajah menyeramkan. Kelakuannya membuat Jenna menghela napas panjang dan membawa kedua anaknya yang masih kecil masuk ke dalam kamar.
Tinggal Ardan dan beberapa ajudan yang menemani Bayu. Mereka mendengarkan curhatan sang calon presiden.
"Papa tenang saja, ketua partai tidak mungkin hanya diam saja. Ia juga pasti akan menekan jenderal." Ardan mencoba membuat Bayu tenang.
"Papa sudah keluar uang banyak untuk dia, sudah seharusnya dia membantu kita." Bayu manggut manggut.
Ardan berdiri di dekat Bayu, ia melihat banyak panggilan dari seorang bernama Danang Yanuar. Bayu terus menolak panggilannya.
"Bukankah dia kepala kilang minyak, Pa? Kenapa menghubungi Papa?!" Ardan ingin tahu. Sejak kapan ayahnya juga berhubungan dengan kepala pendistribusi minyak bumi dan bbm itu.
"Aku pernah membantunya, dan kini aku meminta sedikit bantuan darinya. Tapi gara gara kasus yang merebak belakangan ini dia jadi takut dan tak ingin membantuku lagi. Dasar orang tak berguna! Aku kesal, dan mengancam akan membeberkan semua kebusukannya." Bayu berdecih, ia melihat layar ponselnya yang terus berkedip dengan nama Danang di bagian depan.
Ardan hanya mengangguk mengerti dengan penjelasan singkat sang ayah.
......................
Keesokan harinya ...
"Ciyee yang semalam kencan!" Tiara menyindir Raksa.
Pagi ini pria tampan itu keluar kamar dengan wajah bahagia. Wajahnya terpancar aura segar, berbinar binar bahagia. Siapa pun tahu kalau kencan Raksa semalam sukses besar.
"Luar biasa! Kak Raksa benar benar punya pacar well!" Delfi mengangkat kedua jempolnya sambil berdecak kagum.
"Kalian berhenti meledekku! Memang kenapa kalau aku punya pacar?!" Raksa duduk di meja makan dan bergabung untuk sarapan. Tandi sudah menghidangkan roti isi dan segelas susu hangat. Ia harus segera sarapan dan pergi bekerja.
"Aku pikir Kak Raksa tak akan pernah punya pacar." Tiara mengoleskan selai pada rotinya.
"Well ... tapi aku jadi penasaran siapa gadis yang berhasil merebut hati kak Raksa yang dingin seperti kutub utara dan merubahnya menjadi panas seperti gurun pasir." Delfi mengambil gelas susu.
"Dia istri orang, sudah bukan gadis," jawab Tiara.
Brussshhh ... Delfi menyemprotkan susunya keluar karena terlalu kaget.
"Seriusan istri orang well??" Delfi menatap Raksa dan Tiara bergantian.
"Tidak secara sipil, mereka hanya menikah siri," jawab Raksa.
"Tetap saja itu tidak baik kan?? Namanya pembinor ... well ... benar kan??" Delfi menatap Tiara, gadis manis berkulit gelap itu mengangguk.
"Oh ya, ngomong ngomong soal istri orang. Bisakah kau selidiki kandungan dalam obat ini, Delfi? Aku ingin tahu apa yang suaminya berikan selama ini sampai harus berbohong dengan mengatakan kalau obat ini adalah vitamin." Raksa menyerahkan sebutir obat yang ia taruh dalam plastik klip kecil.
Delfi mengambil obat bulat pipih berwarna putih itu dari atas meja. Meski pun bukan lulusan farmasi atau analis, namun Delfi cukup mengerti dengan reaksi reaksi kimia karena dia banyak menciptakan senjata yang aneh untuk Raksa dan operasi mereka.
Delfi punya lab sendiri untuk menganalisis dan mempersiapkan segala peralatan untuk operasi mereka.
"Kapan hasilnya jadi?"
"Tiga hari ... well ... mungkin aku bisa mengusahakannya besok lusa." Delfi menjawab.
"Bagus... terima kasih Delfi." Raksa memuji.
"Tuan Muda ... suratnya kembali datang." Tandi melaporkan kedatangan surat dengan segel bergambar bunga wijaya itu.
Ketiganya kaget, masa iya dalam satu bulan ada tiga kali tugas??
"Kak ... bukankah ini terlalu cepat? Persentase ketahuan akan menjadi lebih besar bila kita melakukannya sering sering." Tiara menasehati.
Raksa juga mengerti akan hal itu. Mereka tidak boleh gegabah. Apalagi ada banyak hal yang tak bisa mereka tutupi secepat kilat, butuh banyak pengorbanan dan juga strategi yang baik.
"Kita lihat saja dulu, Tiara." Raksa membuka amplopnya dan nama Danang Yanuar muncul di dalam amplop.
"Danang Yanuar? Ketua BBM?? Bukankah dia yang mengoplos bbm ron 92 dengan Ron 90, keuntungannya banyak hingga bisa korupsi sampai puluhan trilyun well ...!!" Delfi terkesima dengan kekayaan yang diperoleh Danang dari pengoplosan BBM murah dan mahal dan menjualnya dengan harga mahal. Dan yang parah lagi, BBM murah itu adalah BBM bersubsidi. Bisa jadi kelangkaan BBM murah yang terjadi belakangan ini karena ulahnya agar semua orang membeli bbm oplosannya.
"Dobel keuntungan." Tiara bergeleng.
"Dasar orang jahat!! Dari sisi mana pun mereka terus memeras rakyat. Bahkan bahan bakar pun tidak luput! Negeri ini memang sudah seperti manusia kena kanker stadium empat paling akhir well ..." Delfi bergeleng kepala. Kankernya sudah menjalar ke mana mana, tak ada yang bisa menyembuhkan negeri ini bila manusianya tidak berubah dari diri sendiri lebih dahulu.
"Jangankan bbm yang sudah nyata itu industri riil, bahkan di negeri ini harga diri pun di jual! Jadi jangan berharap banyak deh, mending kau habisin susumu dan belajar sana." Tiara menasehati Delfi. Anggota paling bontot yang baru saja lulus kuliah. Delfi berencana mengambil kuliah S2 di bidang teknik.
"Jadi bagaimana, Kak?" Delfi kembali ke topik.
"Baiklah, kita esekusi satu minggu lagi. Namun jangan gegabah, tunggu Galih memberikan strategi terbaik untuk menyingkirkan orang ini." Perintah Raksa.
"Okay."
Raksa meninggalkan meja makan dan memakai jaketnya. Ia sudah harus pergi bekerja, jam sudah menunjukan pukul 8.30, shiftnya jam 9.00 akan segera di mulai.
"Jangan lupa periksa obatnya untukku, Delfi."
"Siap, Kak!!" Delfi memberikan hormat.
Raksa melihat lagi amplop yang ada di tangannya. Delfi dan Tiara benar, tugas mereka datang terlalu cepat dan padat seakan akan ada yang tengah tergesa gesa. Meski pun bisa membunuh orang itu dengan cepat, namun Raksa tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa adik adik angkatnya.
Raksa mengambil ponsel jadul dan mengirimkan pesan text singkat pada sebuah nomor asing yang tidak terenkripsi.
RAKSA: ayo kita bertemu.
Sekejap kemudian nomor itu membalas Raksa.
??? : TEMPAT BIASA, jam 12 malam
RAKSA: baiklah.
Raksa melemparkan ponselnya kembali ke dalam tas sebelum melaju pergi ke arah mall
......................
keknya semua novel yg aku baca pada pake sabun batang 🤣