Aini mengira kedatangan keluarga Julian hendak melamarnya. namun ternyata, mereka malah melamar Sakira, adik satu ayah yang baru ia ketahui kemudian hari. padahal sebelumnya, Julian berjanji akan menikahinya. ternyata itu hanya tipuan untuk memanfaatkan kebaikan Aini.
Tidak sampai disitu, ayahnya malah memaksa untuk menjodohkan Aini dengan duda yang sering kawin cerai.
karena kecewa, Aini malah pergi bersenang-senang bersama temannya dan menghabiskan malam dengan lelaki asing. bahkan sampai hamil.
Lantas, bagaimana nasib Aini. apakah lelaki itu mau bertanggung jawab atau dia malah menerima pinangan dari pria yang hendak dijodohkan dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Herka Rizwan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Mengetahui Arjun hendak mencium bibirnya, sontak Aini segera memalingkan muka. Jantungnya semakin bertambah deras memompa darah. Rasanya dia betul-betul gugup, menghadapi suaminya ini.
"Ai, istirahatlah. Aku masih punya pekerjaan," ujar pria itu tersenyum.
Lalu, Arjun mengecup kening Aini. Kemudian keluar dari dalam kamar.
"Huft! Hampir saja kebablasan. Astaga, kenapa aku malah jadi goblok begini. Seolah diriku sudah terpesona dengan Arjun. Tidak! Ini tidak boleh dibiarkan. Aku hanya istri sementara. Bila nanti dia menemukan Cinta pertamanya, maka aku harus siap angkat kaki dari rumah ini," gumam Aini seraya berbaring.
Pikirannya masih menerawang. Berusaha untuk mengingat, di mana dia pernah bertemu Arjun sebelumnya.
"Ah, kenapa aku malah memikirkan pria dingin itu. Mana mungkin aku dan dia saling kenal sebelumnya. Sudahlah, Aini. Setelah kau melahirkan nanti, sebaiknya kamu tinggalkan Arjun. Tanggung jawab itu sudah selesai sepenuhnya," ucapnya terdengar miris.
Gadis itu masih berpikir, kalau Arjun menikahinya hanya karena sebagai bentuk tanggung jawab saja. Baginya, tak ada cinta di antara mereka.
.
.
'Aini, aku masih punya pekerjaan. Mungkin pulangnya malam. Kamu gak usah menunggu aku!'
Sebuah pesan singkat dari Arjun, masuk ke ponsel Aini. Dia pun menghela napas panjang. Baru saja menikah, tapi sudah tak dianggap sama sekali.
Rumah sebesar ini, hanya ditempati oleh para pelayan saja. Sekarang, setelah ada dia, anggotanya bertambah satu.
"Yaa, beginilah nasib istri tak dianggap. Aku gak boleh berpikiran lebih. Arjun itu kaya dan tampan. Mana mungkin dia bakal setia sama aku. Aini, Aini. Kasihan banget sih kamu. Dikhianati Julian eh dapat suami malah gak mau pulang," ucapnya berlinang air mata.
Di sebuah ruang VIP tempat hiburan, Arjun sedang duduk sambil minum dengan temannya. Dia menatap ponselnya sedari tadi. Menunggu balasan dari Aini.
"Jun, ngapain kamu lihat ponsel terus. Kayak orang lagi nunggu aja," kata salah satu pria yang ada di dekatnya.
"Semenjak jadi bos, Arjun selalu sibuk. Saat ada waktu sama kita, dia malah sibuk dengan ponselnya saja," timpal temannya yang lain.
"Jun, lebih baik kita senang-senang malam ini. Diana sedang ulang tahun. Gak enak kalau kamu abaikan dia. Bukannya, kalian dekat sewaktu masih sekolah?"
Reno, salah satu teman dekat Arjun sewaktu di sekolah dulu. Pria itu yang mengabari tentang acara ulang tahun Diana. Wanita itu baru saja pulang dari luar negeri. Dan sengaja mengundang beberapa teman untuk hadir di pestanya.
"Aku udah menikah, Ren. Setidaknya, aku harus menghargai istriku!" jawab Arjun tertunduk.
"Hah, menikah. Sejak kapan? kok kamu gak ngundang kami?" Reno terkejut.
"Acaranya sederhana saja. Karena istriku orangnya tertutup. Jadi kami menikah di tempat neneknya."
"Ah, begitu rupanya. Selamat ya, akhirnya kamu menemukan tambatan hati. Tapi, istrimu gak melarang kebebasan kamu kan. Kalau cuma datang ke pesta seperti ini, aku rasa dia gak akan marah dong."
"Aku gak tahu. Ya sudah, lebih baik aku pulang saja. Dia tak membalas pesanku. Seharusnya aku memang di rumah menemani dia."
Arjun bangkit dan hendak pergi. Pada saat itu, Diana datang sembari membawa dua gelas minuman. Langkahnya yang anggun mendekati Arjun di tempat ia berdiri.
"Arjun, gak nyangka kamu bakal datang. Maaf ya, aku sibuk menerima tamu. Ayo duduk dulu, kita minum sambil ngobrol," ujarnya sembari menyodorkan gelas yang ada di tangan kanannya.
"Aku udah minum tadi. Diana, aku harus pulang sekarang. Istriku menunggu di rumah. Kamu nikmati saja pestanya bersama teman yang lain," kata Arjun terlihat acuh.
"Apa? Kamu sudah punya istri?" Diana melotot. Matanya melihat ke arah Reno yang mengangkat kedua bahunya.
"Iya, Di. Ternyata teman kita yang satu ini sudah menikah," timpal Reno terkekeh.
Ada kekecewaan di wajah Diana. Dikiranya hari ini, dia bisa mendapatkan hati Arjun. Sudah lama dia memendam rasa cinta terhadap pria dingin itu. Tapi sayangnya, Arjun tak pernah menanggapinya.
Sekarang, dia malah sudah tak bisa mendekatinya sama sekali. Arjun sudah memiliki istri. Pastinya pria itu sangat mencintai pasangan hidupnya. Yang sudah begitu susah payah ia temukan keberadaannya.
"Ahh, Arjun. Gak nyangka kalau kamu sudah menikah. Selamat ya, semoga pernikahan kamu langgeng. Sebagai ungkapan pertemuan kita hari ini, minumlah satu kali lagi. Sekaligus sebagai tanda ucapan ku atas pernikahan kamu dan istrimu," kata Diana lagi.
Arjun menatap Diana sekilas. Lantas mengambil gelas minuman yang berisikan air berwarna merah.
Pria itu meminumnya cepat. Lalu menyerahkan gelasnya kembali pada Diana.
"Selamat ulang tahun, Diana. Semoga kamu panjang umur!"
"Terima kasih, Jun. Kamu baik sekali."
Arjun tersenyum, kemudian pergi meninggalkan Diana beserta pestanya yang meriah.
"Di, kok kamu malah membiarkan Arjun pergi gitu aja. Bukannya tujuan kamu mengadakan pesta, adalah untuk mendekati dia?" Reno terlihat keheranan.
"Hm, iya sih. Tapi mau gimana lagi. Arjun udah gak respek sama aku. Namun, kamu gak usah khawatir. Aku akan berusaha buat deketin dia terus," sahut Diana sinis.
"Dia udah punya istri. Mana mau sama kamu lagi? Dulu aja, dia cueknya minta ampun. Sampai sekarang masih belum berubah."
"Aku gak yakin, Arjun mencintai istrinya dengan tulus. Buktinya, dia masih mampir ke sini kan. Jadi, setidaknya aku bisa mempengaruhi Arjun. Untuk tidak setia pada istrinya."
Wanita dengan pakaian sedikit terbuka itu kembali menenggak air yang ada di gelas minuman. Kemudian mengajak Reno untuk bergabung dengan yang lain.
Di dalam mobil, Arjun merasa tidak tenang karena Aini tak membalas pesannya. Apalagi kepala pelayan mengatakan, kalau Aini tak kunjung turun untuk makan.
"Aini, apa yang terjadi padamu. Kenapa kamu gak balas pesanku. Telpon ku juga gak kamu angkat," gumam Arjun semakin resah.
Sesampainya di kediaman, Arjun langsung berlari cepat ke kamarnya. Dan meminta kunci cadangan pada Bu Rara.
Ceklek!
Pintu terbuka, keadaan gelap gulita. Saat Arjun mencoba menekan saklar, ternyata lampu masih tidak bisa menyala. Pria itu panik, memerintahkan Bu Rara untuk mencari bantuan.
"Aini, Sayang. Kamu di mana?" teriak Arjun lantang.
Terdengar Isak tangis ketakutan. Arjun menyalakan senter lewat ponsel. Bu Rara pun datang bersama seorang pria, yang ditugaskan untuk mengecek keadaan nyala listrik di kamar.
Saat lampu sudah menyala, Arjun terkejut mendapati Aini meringkuk di sudut kamar. Dia tampak menangis, karena takut dengan suasana gelap sebelum suaminya datang.
"Sayang, kamu gak papa. Maaf, kalau aku terlambat pulang. Seharusnya aku tak pergi meninggalkan kamu sendiri."
Aini memeluk Arjun dengan erat. Dia sudah tertidur nyenyak setelah Arjun mengirimkan pesan padanya. Namun, tiba-tiba dia terbangun karena ingin ke kamar mandi. Ternyata lampu malah tidak menyala. Dia panik, meraba-raba mencari ponselnya. Namun tak menemukan keberadaan benda pipih itu.
Ketakutan semakin mendera. Aini turun perlahan dari ranjang. Merangkak ke sana kemari seperti bayi. Sampai dia merasakan ada dinding, barulah dia tak bisa lagi bergerak kemanapun.
"Maafkan kami, Nyonya. Seharusnya, kami mengecek keadaan lampu di sini. Tadi memang sempat mati listrik. Kemungkinan ada kosleting hingga menyebabkan lampu tidak bisa dinyalakan," jelas Bu Rara terlihat bersalah.
Arjun tak menyahut, dia hanya khawatir dengan keadaan istrinya saja. Baru saja menikah, tapi dia sudah membuat istrinya ketakutan.
"Sayang, ayo kita lanjutkan istirahatnya. Bu Rara, ambilkan air hangat untuk Aini."
"Baik, Tuan!"
Perlahan, Aini mulai tenang saat Arjun memindahkannya ke ranjang kembali. Senyumnya sudah nampak meski masih samar.
"Terima kasih, karena sudah menolong ku!" ucapnya pelan.
"Sama-sama, sayang."
"Arjun, bisakah kamu jangan pergi dulu. Aku masih takut," cicitnya memeluk sang suami.
Arjun mengangguk, merasa lega karena istrinya baik-baik saja.
"Apa kamu punya permintaan yang lain, sayang?"
"Misalnya?"
"Siapa tau, kamu mau ciuman dari ku!"
Wajah Aini seketika memerah seperti tomat. Dia pun berbaring, lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
Namun tiba-tiba saja, perasaan Arjun menjadi tidak nyaman. Dirinya merasa gerah dengan degup jantung yang berdetak lebih cepat.
'Apa yang terjadi padaku. Jangan-jangan Diana sudah menaruh sesuatu pada minuman ku tadi,' batin Arjun mulai berkeringat dingin.
Bersambung...