NovelToon NovelToon
Reign Of The Shadow Prince

Reign Of The Shadow Prince

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Transmigrasi / Fantasi Isekai
Popularitas:553
Nilai: 5
Nama Author: ncimmie

di khianati dan di bunuh oleh rekannya, membuat zephyrrion llewellyn harus ber transmigrasi ke dunia yang penuh dengan sihir. jiwa zephyrrion llewellyn masuk ke tubuh seorang pangeran ke empat yang di abaikan, dan di anggap lemah oleh keluarga, bangsawan dan masyarakat, bagaimana kehidupan zephyrrion setelah ber transmigrasi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ncimmie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18

Pagi harinya, cahaya matahari menyelinap lembut lewat jendela besar kamar Valerian. Udara masih sejuk, embun belum sepenuhnya menguap dari taman istana. Valerian sudah bangun lebih awal dari siapa pun, duduk di meja kerjanya sambil menatap buku tebal bersampul hitam di depannya—buku yang ia tulis sepanjang malam.

Di sampulnya terukir simbol kecil berbentuk sayap api—lambang yang ia ciptakan sendiri untuk organisasi barunya.

“Alaric,” panggilnya tanpa menoleh. Suaranya pelan tapi tegas.

Alaric yang baru saja masuk dengan nampan berisi teh hangat langsung menunduk. “Ya, Pangeran?”

“Panggil Lyra dan Raven. Suruh mereka datang sekarang.”

“Baik, Pangeran.” Alaric segera meninggalkan ruangan.

Tak lama kemudian, dua orang muncul di depan pintu. Raven dengan rambut putih dan mata merahnya tampak tenang, seperti bayangan yang hidup. Sementara Lyra, dengan rambut pirangnya yang kini sedikit lebih rapi, berdiri sopan di sisi kanan, matanya waspada.

Valerian menatap mereka sejenak, lalu memberi isyarat agar mendekat. Di depan mereka tergeletak buku hitam yang tebal—tampak seperti ensiklopedia strategi perang.

“Duduklah.” Suara Valerian datar namun berwibawa.

Keduanya menuruti tanpa protes.

Valerian menggeser buku itu ke arah mereka. “Ini bukan sekadar catatan. Buku ini berisi semua dasar yang kalian butuhkan untuk membangun sistem organisasi di bawah sayapku.”

Raven menatap sampul buku itu dalam diam, sementara Lyra membuka halaman pertama—dan matanya langsung melebar.

Di dalamnya tertulis:

‘Sistem Komando, Jaringan Bayangan, Strategi Infiltrasi, dan Protokol Kerahasiaan.’

Setiap halaman dipenuhi tulisan tangan Valerian yang rapi namun dingin, bahkan disertai bagan struktur organisasi lengkap dengan simbol dan tanda sandi.

Valerian melanjutkan, “Raven, kau akan memimpin unit bayangan. Gunakan apa yang tertulis di bagian ketiga untuk melatih anak buahmu. Fokus pada penyusupan dan penghapusan jejak.”

Raven menunduk. “Siap, Yang Mulia.”

“Dan kau, Lyra,” lanjutnya menatap gadis itu tajam, “mulai bentuk jaringan komunikasi. Gunakan kode yang kubuat di bagian kelima. Tidak boleh ada pesan yang keluar tanpa melewati tanganmu.”

Lyra menatap Valerian dengan mata berkilat penuh tekad. “Saya mengerti, Pangeran.”

Valerian bersandar ke kursinya, menyilangkan kaki dengan tenang. “Buku itu hanya salinan pertama. Hanya dua orang yang kuizinkan membacanya—kalian berdua. Jika buku itu sampai ke tangan lain…” ia berhenti, tersenyum samar. “…kalian tahu apa yang harus dilakukan.”

Keduanya menunduk dalam-dalam. “Setia kepada Yang Mulia, sampai akhir.”

Valerian berdiri, berjalan ke arah jendela, menatap matahari pagi yang perlahan naik di langit timur.

“Ini baru permulaan,” gumamnya pelan. “Dunia belum tahu bahwa aku sudah kembali. Tapi sebentar lagi… nama Valerian akan kembali menggema di seluruh kerajaan.”

Langit pagi tampak tenang—namun di balik ketenangan itu, badai sudah mulai disiapkan.

Lyra dan Raven segera kembali ke ruangan bawah tanah istana Phoniks—tempat yang sebelumnya kosong dan berdebu, kini perlahan mulai menjadi pusat kegiatan organisasi kecil yang dibangun Valerian.

Di sana hanya ada meja panjang dari kayu gelap, beberapa rak buku, dan obor yang menyala redup di dinding. Lyra duduk di ujung meja, membuka buku tebal pemberian sang pangeran dengan hati-hati seolah itu benda suci. Raven berdiri di sisi lain, menyilangkan tangan di dada, memperhatikan setiap halaman yang dibuka gadis itu.

Tulisan tangan Valerian tertata rapi dan sistematis, seolah ia menulis dengan kepala seorang jenderal dan hati seorang ilmuwan.

“Bab 1: Prinsip Bayangan.

Mereka yang berada di bawah sayapku tidak dikenal oleh dunia.

Mereka tidak hidup di atas tanah, tapi menguasai apa yang berjalan di bawahnya.”

Lyra membaca pelan, mencoba memahami maksud setiap kalimat. Raven, di sisi lain, membaca bagian tentang strategi infiltrasi dan tanda-tanda tangan rahasia.

“Dia menulis semuanya sendiri,” gumam Lyra pelan, matanya terpaku pada diagram jaringan komunikasi yang rumit.

“Pangeran Valerian bukan anak biasa,” jawab Raven dingin. “Ia tahu apa yang dia lakukan. Dan jika kita gagal… dunia tidak akan tahu kita pernah ada.”

Sementara dua orang itu sibuk mempelajari isi buku, Valerian telah bersiap dengan pakaian hitam beraksen biru tua—pakaian formal khas bangsawan muda. Rambut peraknya diikat setengah, dan matanya yang keemasan memantulkan cahaya matahari pagi.

Alaric berdiri di belakangnya, membawa map kulit berisi beberapa dokumen.

“Pangeran, apakah Anda yakin ingin melakukan ini tanpa memberitahu Duke Ravion lebih dulu?” tanya Alaric hati-hati.

Valerian hanya melirik singkat. “Aku tidak butuh izin siapa pun. Aku hanya perlu surat dari Raja.”

Ia melangkah keluar dari istana Phoniks. Perjalanannya ke Istana Matahari—tempat Raja bersemayam—tak begitu jauh, tapi setiap langkahnya terasa seperti tantangan. Para pelayan di istana utama menatapnya heran, beberapa bahkan berbisik pelan.

“Pangeran ketiga… dia benar-benar masih hidup…”

Valerian tidak menanggapi. Ia melangkah lurus menuju aula utama.

Di sana, Raja duduk di singgasananya. Pangeran kedua, Kaelith, berdiri di sisi kanan dengan senyum licin yang sulit ditebak.

“Ada keperluan apa kau datang ke sini, Valerian?” suara Raja terdengar berat dan datar.

Valerian berlutut sopan, menunduk sebentar sebelum berdiri kembali.

“Hamba ingin meminta surat rekomendasi untuk masuk ke Akademi Kekaisaran, Yang Mulia.”

Ruangan itu hening beberapa detik. Kaelith menatap Valerian dengan senyum mengejek.

“Akademi bukan tempat bermain untuk anak yang baru kembali dari kematian,” sindirnya pelan.

Raja mengangkat tangan, memberi isyarat agar putra keduanya diam.

“Valerian, kau belum sepenuhnya pulih, dan keadaan politik masih tidak stabil. Tidak bijak jika kau muncul di hadapan publik saat ini.”

Namun, Valerian tetap tenang. Ia mengangkat wajahnya, menatap langsung ke arah Raja dengan mata emas yang tidak gentar sedikit pun.

“Justru karena itu aku harus masuk, Ayahanda. Rakyat tidak akan percaya bahwa aku hidup kalau aku hanya bersembunyi di balik tembok istana. Jika mereka melihatku di Akademi, mendengarku berbicara, melihatku berjuang… kepercayaan mereka akan kembali. Dan musuh yang bersembunyi di balik nama keluarga kerajaan akan mulai ketakutan.”

Kata-katanya membuat aula kembali hening. Raja menatap putranya lama—ada sesuatu di mata Valerian yang membuatnya tak bisa menolak: tekad dingin dan kecerdikan yang mengingatkannya pada seseorang di masa lalu.

Akhirnya Raja menghela napas panjang.

“Baiklah. Kau akan mendapat surat rekomendasi itu. Tapi ingat, Valerian, satu kesalahan kecil saja akan menimbulkan badai di kerajaan ini.”

Valerian tersenyum samar dan menunduk sopan. “Hamba mengerti, Yang Mulia.”

Ia berbalik, berjalan keluar dengan langkah ringan namun penuh makna. Begitu ia melewati pintu besar aula kerajaan, mata emasnya menatap lurus ke depan—tenang tapi menyala.

“Langkah pertama sudah selesai,” gumamnya pelan. “Sekarang, waktunya membuat Akademi menjadi panggung permainan berikutnya.”

1
彡 Misaki ZawaZhu-!
Bingung mau ngapain setelah baca cerita ini, bener-bener seru!
Nori
Buku-buku sebelumnya sudah seru, tapi yang ini bikin aku ngerasa emosi banget.
Brian
Terpesona
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!