Cole Han, gangster paling ditakuti di Shanghai, dikenal dingin dan tak tersentuh oleh pesona wanita mana pun. Namun, semua berubah saat matanya tertuju pada Lillian Mei, gadis polos yang tak pernah bersinggungan dengan dunia kelam sepertinya.
Malam kelam itu menghancurkan hidup Lillian. Ia terjebak dalam trauma dan mimpi buruk yang terus menghantuinya, sementara Cole justru tak bisa melepaskan bayangan gadis yang untuk pertama kalinya membangkitkan hasratnya.
Tak peduli pada luka yang ia tinggalkan, Cole Han memaksa Lillian masuk ke dalam kehidupannya—menjadi istrinya, tak peduli apakah gadis itu mau atau tidak.
Akankah Lillian selamanya terjebak dalam genggaman pria berbahaya itu, atau justru menemukan cara untuk menaklukkan hati sang gangster yang tak tersentuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Keesokan harinya.
Begitu keluar dari studio tempatnya bekerja, langkah Lillian langsung terhenti. Di hadapannya berdiri seorang wanita paruh baya dengan tatapan tajam, bersama seorang pemuda yang terlihat arogan.
"Lillian!" suara wanita itu terdengar ketus.
Lillian mengerutkan kening, tubuhnya kaku. "Kenapa kalian ada di sini?" tanyanya dingin.
Wanita itu, Fuya, ibu kandungnya mendengus. "Kau sudah sukses sekarang. Tapi apa gunanya sukses kalau tidak ingat pada ibu dan kakakmu sendiri? Cepat berikan uang untuk pernikahan kakakmu!"
"Pernikahan?" Lillian menatapnya tajam. "Kalau ingin menikah, seharusnya cari uang sendiri. Bukan terus-menerus meminta dariku."
Andy, kakaknya, langsung maju setapak dengan wajah sinis. "Lillian, selama ini Papa selalu memberimu uang. Jadi apa salahnya kalau sekarang kau membantu keluarga sendiri? Jangan jadi anak durhaka!"
Wajah Lillian memucat menahan amarah. "Kau tidak layak meminta uang denganku. Selama ini aku selalu memberi kalian setiap bulan, tapi tidak pernah cukup di mata kalian. Kalian menganggapku apa? Mesin uang yang bisa kalian peras sesuka hati?"
Ia ingin melangkah pergi, tapi Andy buru-buru menghalangi jalannya, berdiri tegak di hadapannya.
"Lillian, hidupmu lebih mewah daripada aku," ucap Andy dengan nada getir. "Papamu hanya mengakuimu. Padahal aku anak laki-laki, tapi lihatlah kami harus hidup sengsara sementara kau hidup mewah, punya segalanya. Apa kau tidak merasa bersalah pada Mama? Kau begitu baik pada wanita jalang itu, dan sekarang melupakan Mama dan aku."
Lillian mendongak, matanya berkilat menahan amarah. "Jaga mulutmu, Andy! Kalian seharusnya sadar diri atas apa yang kalian lakukan selama ini. Bukannya terus mengganggu hidupku. Andaikan dulu kalian baik padaku, mana mungkin Papa membawaku pergi? Mengenai Mama Lucy, dia merawatku dan memperlakukan aku seperti anaknya sendiri. Aku tidak merasa bersalah pada kalian."
"Dasar anak tidak tahu diri!" bentak Fuya sambil mendorong Lillian hingga terhuyung.
"Aku yang melahirkanmu!" pekiknya. "Dan kau malah membela wanita penggoda itu. Jangan lupa, tanpa aku kau takkan pernah menikmati hidup mewah. Keluarga kita hancur karena wanita jalang itu!"
"Ma," suara Lillian bergetar tapi tajam, "kenapa sampai sekarang Mama selalu menyalahkan Papa dan Mama Lucy? Apa Mama tidak pernah merasa bersalah walau sedikit?"
"Tidak perlu banyak bicara! Berikan uang atau jangan harap kau bisa pulang bertemu mereka!" kecam Andy semakin keras.
"Kau tidak berhak mengancamku," jawab Lillian tegas.
"Kalau begitu ikut kami sekarang!" bentak Andy sambil menarik lengan Lillian paksa.
"Berikan uangnya atau ikut kami pergi!" Fuya ikut menjerit.
"Aku tidak akan memberikan uang pada kalian lagi!" Lillian berusaha keras melepaskan genggaman Andy.
Tiba-tiba—BRAK! sebuah tangan besar menghantam wajah Andy. Pemuda itu terlempar ke samping, lalu tendangan keras mendarat di perutnya hingga ia terkapar meringis kesakitan.
"Aahhh! Andy!" jerit Fuya panik.
Cole berdiri di belakang mereka dengan tatapan dingin bagaikan pisau. Ia mendekat, langkahnya berat, aura mengancam menguar dari tubuhnya.
"Berani sekali kau menyentuhnya!" suaranya rendah tapi tajam. "Cari mati!"
“Hei, siapa kau? Berani memukul anakku! Aku akan menuntutmu!” Fuya berteriak, suaranya tercekat antara panik dan marah. Wajahnya memerah, namun tubuhnya gemetar.
“Lakukan saja,” jawab Cole dingin sambil menatapnya tajam. “Aku juga bisa memastikan putramu masuk penjara.”
Andy yang masih merintih kesakitan menggeliat di lantai, menatap Cole penuh kebencian. "Lillian, siapa dia?” tanyanya dengan suara serak.
"Aku adalah calon suami Lillian," jawab Cole.
Fuya, matanya melotot. “Calon suami? Lillian adalah darah dagingku, kenapa sampai bergaul dengan preman sepertimu?”
Cole melangkah maju, tubuhnya menutup sebagian pemandangan antara Lillian dan keluarganya. Suaranya dingin dan terkontrol: “Preman? Kau yakin mau menyebut aku seperti itu? Pergi sekarang, atau aku patahkan kakimu.” Ancaman itu singkat, penuh bahaya.
“Tolong, jangan datang lagi. Aku tidak akan memberi kalian uang! Ingin makan, menikmati hidup, menikah, carilah kerja dan jangan hanya tahu meminta uang dariku,” kata Lillian tegas.
“Lillian, kau tidak bisa bicara seperti itu! Kakakmu adalah harapan keluarga. Kalau kau tidak membantunya, siapa lagi yang akan menolongnya?” balas Fuya, dengan nada menyalahkan.
Cole menyambung dengan suara dingin penuh ancaman. “Lillian tidak punya kewajiban menanggung hidup kalian. Semasa kecil, hidupnya hampir hancur karena ulah kalian. Jangan kira aku tidak tahu. Kalau kalian masih berani memaksanya, aku sendiri yang akan turun tangan.”
“Lillian, luar biasa sekali! Kau bekerja sama dengan orang luar untuk melukaiku. Jangan lupa, kita ini saudara kandung!” bentak Andy sambil meringis menahan sakit.
“Kalau aku bisa memilih, aku lebih memilih tidak pernah mengenal kalian,” jawab Lillian dingin, matanya berkaca-kaca.
“Kau sudah dimanjakan oleh jalang itu, sampai tidak sadar diri!” ketus Fuya penuh kebencian.
“Jangan menyalahkan Mama Lucy!” balas Lillian dengan suara bergetar menahan emosi. “Dia jauh lebih baik daripada kau, ibu kandungku sendiri, yang tega menjualku semasa kecil demi uang. Kalau bukan Papa dan Mama Lucy yang menyelamatkanku, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku saat itu!”
“Sebagai seorang ibu yang tega menjual anak sendiri… luar biasa,” ujar Cole dingin sambil menatap Fuya. Ia merangkul pundak Lillian pelan. “Mulai sekarang Lillian tidak sendiri lagi. Aku, sebagai calon suaminya, akan melindungi dia. Hari ini aku memaafkan kalian. Tapi kalau lain kali kalian berani muncul lagi, aku tak segan bertindak keras.”
Cole menarik Lillian, lalu menatap ke arah mereka. “Ayo, kita pergi.”
Andy, wajahnya memucat karena sakit. Ia menahan amarah, “Siapa orang ini? Sepertinya dia mau cari mati. Aku akan balas, lihat saja nanti!”
Fuya menyikut pemuda itu sedikit, lalu berkata dengan nada sinis. “Hanya orang kaya biasa. Mereka menang karena punya banyak uang. Semua orang kaya suka memakai kekuasaan mereka.”
Andy bangkit setengah-putus asa. “Lillian menolak memberi uang, apa yang harus kita lakukan? Aku masih ingin menikah.”
Fuya menatap anaknya penuh ambisi. “Tenang. Kau anaknya Anthony. Sebagai ayah, dia tak bisa lepas dari tanggung jawab. Kali ini kita datangi dia dan buat dia kesal sampai menyerah.”
Andy ragu. “Wanita itu... apa mungkin akan marah pada Papa?”
Fuya membenarkan dengan dingin, “Pasti ada cemburu. Lagipula aku adalah istri Anthony yang sah, belum bercerai. Aku telah melahirkan dua anak untuknya, lalu dia malah memilih wanita jalang itu dan pergi begitu saja. Saat itu mama tidak ingin bercerai karena menunggu kesempatan hari ini. Sekarang dia sudah kaya; saatnya kita menagih tanggung jawabnya.”