Berdalih Child Free, Aiden menutupi fakta dirinya yang mengalami hipogonadisme.
Namun pada malam itu, gairah seksualnya tiba-tiba memuncak ketika dirinya mencoba sebuah obat perangsang yang ia buat sendiri.
Aiden menarik Gryas, dokter yang tengah dekat dengannya.
"Tenang saja, kau tidak akan hamil. Karena aku tidak ingin punya anak. Jadi ku mohon bantu aku."
Namun yang namanya kuasa Tuhan tidak ada yang tahu. Gryas, ternyata hamil setelah melewatkan malam panas dengan Aiden beberapa kali. Ia pun pergi meninggalkan Aiden karena tahu kalau Aiden tak menginginkan anak.
4 tahun berlalu, Anak itu tumbuh menjadi bocah yang cerdas namun tengah sakit.
"Mom, apa Allo tida atan hidup lama."
"Tidak sayang, Arlo akan hidup panjang. Mommy akan berusaha mencari donor yang sesuai. Mommy janji."
Akankah Arlo selamat dari penyakitnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membawa Benih 18
"Arlo Ryan Vries. Arlo Ryan Vries. Arlo Ryan Vries."
Memasuki gedung Universitas, Aiden terus saja menggumamkan nama Arlo. Ia merasa ada sebuah benang pengait terkait nama anak dari wanita yang pernah ia cintai dan mungkin masih dia cintai itu.
Namun, Aiden masih belum berpikir bahwa Arlo adalah putranya. Padahal dia bisa merasakan bahwa anak yang ia temui dalam mimpi itu sama dengan anak yang ada dalam foto yang diberikan oleh Hendrik.
"Mengapa Gryas memberikan nama belakangku kepada anaknya?Apa benar dia adalah anakku? Tapi apa itu mungkin?"
Sepanjang mengajar, Aiden terus memikirkan akan hal itu. Baru kali ini dia tidak fokus dalam mengerjakan sesuatu. Pikirannya sangat terganggu dengan Arlo.
Di sisi lain, Hendrik merasa gemas. Dia berharap mendapatkan reaksi dari Aiden terkait apa yang ia kirimkan itu. Tapi tidak ada balasan apapun dari Adien. Sungguh rasanya Hendrik ingin menyeret Aiden saat ini juga untuk dibawa ke hadapan Gryas dan Arlo.
Akan tetapi Hendrik tidak bisa melakukan itu. Aiden bukan tipe orang yang bisa dipaksa. Jika dia melakukannya, maka Aiden bisa saja malah semakin tidak memiliki keinginan untuk menyadari bahwa Arlo benar adalah putranya.
Tidak ingin menunggu, Hendrik membuat pilihan untuk menemui Aiden dan kembali menceritakan apa yang Gryas katakan.
"Sayang, aku harus keluar menemui Aiden. Hari ini aku sudah membatalkan semua janji ku jadi tidak akan ada tamu yang datang."
"Baiklah hati-hati, sayang."
Selepas berpamitan kepada istrinya, Hendrik bergegas untuk menemui Aiden. Dia tahu kalau Aiden sekarang sudah mulai bekerja jadi tujuan Hendrik adalah Universitas tempat Adien bekerja.
Ckiit
Drap drap drap
"Pas, ini adalah waktu dia selesai dari kelasnya."
Hendrik sedikit cepat dalam melangkahkan kakinya. Ia langsung menarik tangan Aiden dan dibawa ke tempat yang lebih sepi agar bisa bicara dengan tenang.
"Ada apa lagi Hend? Pasti kamu mau bicara tentang dia lagi kan? Aku sudah melihat fotonya, terus sekarang apa?"
"Aiden, apa kamu tidak merasakan sesuatu ketika melihat foto Arlo? Dia sakit, dia butuh kamu?"
Aiden memutar bola matanya malas. Segalanya saja belum pasti tapi seolah-olah dia sudah harus melakukan sesuatu.
"Hend, betul atau tidak bahwa dia putraku saja belum bisa dipastikan. Mengapa kesannya aku sudah harus melakukan sesuatu."
"Aiden De Vries, kalau kau belum yakin maka lakukan pemeriksaan. Lakukan tes agar kamu bisa yakin tentang itu. Gryas, dia tidak pernah berhubungan dengan pria lain selain kamu. Dia lari meninggalkan mu karena dia menyadari bahwa dirinya hamil dan dia tahu bahwa kau tidak menginginkan anak. Ada yang perlu kau ketahui Aiden, sejauh ini yang aku tahu dia tidak pernah memiliki pria yang dekat dengannya."
Degh!
Aiden tersentak mengetahui fakta tersebut. Kini hati dan pikirannya masih sangat gamang dengan status Arlo.
Merasa sudah cukup dengan apa yang harus disampaikan, Hendrik pun langsung pergi. Ia meninggalkan Aiden yang nampaknya tengah berpikir.
Dalam hati terdalam, Hendrik berharap bahwa Aiden bisa membuat keputusan yang tepat dari apa yang disampaikannya.
***
Sedangkan di tempat lain tepatnya di rumah sakit, Gryas tengah memegangi ponselnya. Dia memutar-mutar ponsel itu sambil memikirkan sesuatu.
Agaknya Gryas tengah menimbang tentang keputusan akhir yang ia katakan kepada Hendrik waktu itu.
"Haah, aku benar-benar harus melakukannya."
Akhirnya Gryas mengambil keputusannya. Sebuah keputusan yang mana sebenarnya tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.
"Halo Dad. Dad, aku membutuhkan bantuan Daddy. Ini adalah tentang Arlo, putraku."
Degh!
Ya Gryas akhirnya memutuskan untuk menghubungi ayahnya. Kondisi Arlo membuatnya melakukan itu. Bagi Gryas saat ini menghubungi sanga ayah adalah keputusan yang terbaik.
Keluarga bibinya yakni Rose dan Kenneth, semua adalah dokter. Koneksi mereka pasti sangat luas. Dan donor bagi Arlo akan semakin cepat di dapatkan.
"Aku mohon, bantu anak aku, Dad. Aku mohon hiks."
Tangis Gryas pecah juga akhirnya. Selama ini dia berusaha kuat untuk menahannya. Dan kali ini, dia tak sanggup lagi. Pertahanannya jebol sudah.
"Nak, putrinya Daddy. Katakan apa yang bisa Daddy lakukan untuk kamu dan cucu Daddy."
"Hiks, Arlo terkena sirosis hati Dad. Dia butuh donor."
"Baiklah, kirimkan semua rekam medis Arlo pada Daddy. Daddy akan menghubungi Bibi Rose dan Paman Kenneth."
Gryas mengambil nafasnya dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Dia bisa mengontrol emosinya kembali sehingga sudah jauh lebih tenang.
"Aku akan mengirimkannya setelah ini. Terimakasih Daddy."
"Iya sayang."
Panggilan berakhir, dan tanpa Gryas tahu saat ini Ayesha sudah menangis tergugu. Ayesha sedari tadi ada di sisi Ryder, jadi dia tahu kalau Gryas menelpon. Akan tetapi, Ayesha memilih diam dan hanya mendengarkannya saja.
Siapa sangka Gryas akan menangis sepeti itu. Hal tersebut membuat Ayesha menyadari bahwa saat ini beban yang dipikul oleh putri bungsunya sungguhlah berat.
"Ry, ayo kita ke Nijmegen. Ayo kita temui putri kita."
"Ya, besok kita akan berangkat ke sana."
Sebuah keputusan yang tepat bagi Gryas untuk menghubung Ryder. Dengan menceritakan kesulitannya kepada orang tua, pasti akan ada jalan keluar yang didapatkannya.
Fyuuuh
Gryas menghela nafasnya penuh kelegaan. Dia tidak menyangka bahwa ini adalah waktu dimana dia harus menghubungi ayah dan ibunya. Padahal rencananya tidak demikian. Gryas baru akan menghubungi Ayesha dan Ryder ketika semuanya sudah selesai.
Dia hanya ingin memberitahu tentang Arlo kepada ayah dan ibunya saat Arlo telah sembuh dari penyakitnya. Tapi mungkin jalan takdir tidak menginginkan demikian. Gryas ternyata harus lebih cepat mengungkapkan keberadaan Arlo pada kedua orang tuanya.C
Cekleek
Gryas mengatur ekspresinya saat masuk ke dalam ruang rawat Arlo. Dia tidak ingin putranya itu tahu tentang apa yang tengah ia rasakan.
"Arlo sudah bangun? Apa mau makan sekarang?"
"Tida Mommy, Allo tida lapal."
"Tapi, Arlo tetap harus makan. Kalau tidak makan, nanti Arlo semakin sakit."
Bocah itu terdiam, sedangkan Gryas, dia harus bisa membujuk Arlo untuk makan. Penurunan nafsu makan bagi penderita sirosis hati memang kerap terjadi. Tapi itu tidak bisa dibiarkan. Arlo tetap harus makan meski tidak banyak.
"Makan ya Nak. Ah iya ada sesuatu yang akan membuat Arlo senang."
"Benaltah, apa itu?"
"Tapi Arlo janji mau makan ya?"
Arlo menganggukkan kepalanya cepat. Dia akan makan meski tidak banyak. Dan Arlo merasa bahwa dia tidak boleh melewatkan sesuatu yang menyenangkan itu.
"Mommy janji kalau Arlo sebentar lagi bisa sembuh."
Ekspresi wajah Arlo yang tadinya sangat bersemangat, mendadak lesu. Perkataan itu bukannya sekali dua kali dia dengar. Jadi jika ada yang berkata demikian, baginya itu bukan sesuatu yang menyenangkan.
"Lho, kenapa wajah Arlo seperti itu? Apa Arlo tidak suka sembuh?"
"Butan beditu, tentu saja Allo mau sembuh. Tapi pada kenyataannya, sampai setalan, Allo tida sembuh-sembuh. Allo lelah Mommy, Alo lelah setali."
Degh
Nyuuuut
TBC
eh kok ada Brisia disini, Brisia apa Gryas kak? hehe
Arlo masih cadek jadi makin gemesin