Aruna gadis sederhana dari keluarga biasa mendadak harus menikah dengan pria yang tak pernah ia kenal.
Karena kesalahan informasi dari temannya ia harus bertemu dengan Raka yang akan melangsungkan pernikahannya dengan sang kekasih tetapi karena kekasih Raka yang ditunggu tak kunjung datang keluarga Raka mendesak Aruna untuk menjadi pengganti pengantin wanitanya. Aruna tak bisa untuk menolak dan kabur dari tempat tersebut karena kedua orang tuanya pun merestui pernikahan mereka berdua. Aruna tak menyangka ia bisa menjadi istri seorang Raka yang ternyata seorang Ceo sebuah perusahaan besar dan ternama.
Bagaimana kehidupan mereka berdua setelah menjalani pernikahan mendadak ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noor.H.y, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Tersentuh
Raka melangkah masuk ke ruang VVIP. Pandangannya langsung tertuju pada Pak Rahmat yang terbaring lemah di atas ranjang, dengan selang oksigen terpasang dan beberapa alat medis menempel di tubuhnya. Di sisi lain ruangan, Aruna duduk terdiam di samping Bu Murni yang tampak letih, matanya sembab setelah menangis cukup lama.
Aruna menoleh pelan, matanya yang sembab menangkap sosok Raka yang tengah berjalan mendekat. Langkah Raka tenang, namun sorot matanya menyiratkan kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan.
"Lebih baik kamu pulang, ajak Ibu juga. Supir rumah sudah saya telfon untuk menjemput. Biar saya yang menjaga Bapak disini. Kasian Ibu, biarkan Ibu istirahat dirumah saja".
"Tapi, apa tidak merepotkan. Sedangkan kamu besok masih berangkat kerja ke kantor".
"Iya Nak Raka, biar Ibu disini saja. Ibu juga nggak tenang ninggalin Bapak disini sendiri". Ucap Bu Murni
"Ibu, Raka kan juga anak Bapak jadi nggak akan merepotkan. Lebih baik Ibu pulang sama Aruna, nanti kalau ada apa-apa Raka akan hubungi Ibu dan Aruna". Raka berkata dengan lembut kepada Bu Murni.
Mendengar ucapan Raka yang terdengar tulus, membuat hati Aruna berdesir. Ternyata lelaki yang terkesan cuek dan tak menganggapnya bisa perhatian dengan kedua orang tuanya.
"Betul juga yang di katakan Raka Bu, lebih baik kita pulang. Bapak juga nggak akan suka kalau Ibu malah jatuh sakit gara-gara kurang istirahat". Aruna meyakinkan Bu Murni untuk istirahat di rumah saja. Akhirnya mau tidak mau Bu Murni menurut untuk pulang ke rumah.
"Makasih ya Nak Raka, Ibu titip Bapak". Raka mengangguk dan tersenyum menatap Bu Murni.
"Makasih..." Ucap Aruna dengan senyum tipis, lalu membuka pintu dan keluar ruangan.
Begitu pintu tertutup, Raka menarik napas pelan lalu berjalan menuju sofa di sudut ruangan. Ia melepas jasnya dengan gerakan tenang, lalu menggulung lengan kemejanya hingga ke siku.
* *
Aruna dan Bu Murni melangkah perlahan menyusuri lorong rumah sakit yang lengang. Dari kejauhan, tampak seseorang berjalan tergesa dari arah berlawanan. Aruna menyipitkan mata, lalu mengenali sosok itu—Nawa. Gadis itu mempercepat langkahnya, hampir setengah berlari, menuju mereka dengan wajah panik dan cemas.
"Sorry Run, tadi sedikit macet di jalan. Kalian mau kemana ? Terus Bapak gimana keadaannya ?"
"Bapak masih belum siuman, ini kita mau pulang".
"Terus siapa yang jaga di dalam?"
"Raka". Nawa mengagguk
"Eh Wa, kalau nggak keberatan gue minta tolong. Lo anterin Ibu ke rumah terus temenin Ibu?". Tanya Aruna sedikit ragu
"Ya Elah, nggak usah ragu gitu juga kali. Gue mau kok, Ibu mau kan pulang sama Nawa ?"
Bu Murni tersenyum dan mengangguk "Iya Ibu pulang sama Nawa, kamu temani Nak Raka. Kasian dia kalau sendirian". Ucap Bu Murni dengan mengelus punggung tangan Aruna.
"Ya udah, Wa gue titip Ibu ya. Supir udah nunggu di mobil. Kalian hati-hati ya".
Nawa mengangguk "Iya beres, udah sana lo masuk aja. Susul suami lo di dalam".
Aruna mengagguk, lalu berbalik berjalan menuju ruangan ayahnya dirawat.
* *
Di sisi lain, seorang wanita tampak buru-buru menuruni mobil yang terparkir di halaman sebuah rumah mewah. Wajahnya diliputi kepanikan, langkahnya tergesa seakan waktu tak memberi jeda untuk bernapas.
"Pak.. Pak Jaka.."Teriaknya mencari seorang supir di rumahnya.
"Iya Nona, ada apa?".
"Tolong bawa mobil ini kedalam gudang belakang rumah, dan jangan sampai Papa tahu!" Perintah nya kepada Pak Jaka
Pak Jaka mengangguk mengambil kunci mobil milik majikannya, menuruti perintahnya untuk memasukan mobil ke dalam gudang belakang rumah, dimana gudang tersebut tempat barang2 yang sudah tak lagi di terpakai.
Pak Jaka hanya bisa mengernyit heran melihat tingkah majikannya. Padahal mobil itu masih terbilang baru, tapi sudah ingin diganti. Ia menghela napas pelan, lalu bergumam dalam hati, "Yah… orang kaya memang beda."
"Dari mana kamu Sheila..". Yogi bertanya saat melihat Sheila membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.
Sheila yang masih panik berusaha menetralkan wajahnya lalu berjalan menghampiri Yogi "Sayang... Kamu dirumah, aku kira kamu masih meeting lagi di kantor".
"Klien mengundur jadwal meetingnya, jadi aku bisa pulang lebih awal. Kamu dari mana ?".
Mendengar pertanyaan Yogi, wajah Sheila berubah menjadi gugup "Eh.. I..itu tadi ketemu sama teman, biasa lah sayang cuma makan terus shopping".
Yogi mengernyitkan dahi "Terus, belanjaanmu mana?".
Sheila menggaruk dahinya, merutuki kebodohannya sendiri "Duh.. Bodoh banget, pake bilang shopping lagi".
"Sheila.." Yogi memanggil saat melihat Sheila malah melamun
"Eh.. Yang belanja temanku sayang, aku nggak beli apa-apa cuma menemani saja. Yah sudah kamu pasti belum makan kan? Kita makan malam bareng yuk". Ajak Sheila mengalihkan perhatian Yogi.
Yogi menurut saja dengan ucapan Sheila, walaupun dalam hati masih merasa janggal dengan sikap Sheila yang terlihat aneh.
* *
Raka yang tengah duduk di sofa, fokus menatap iPad di tangannya, sontak menoleh ketika suara pintu terbuka terdengar. Pandangannya langsung tertuju ke arah pintu.
"Kenapa kembali? Ada yang tertinggal?" Tanya Raka saat melihat Aruna yang kembali masuk ke dalam ruangan.
"Nggak jadi, mau nemenin lo aja disini". Balas Aruna sembari duduk di samping Raka "Kebetulan tadi Nawa kesini, terus gue suruh Nawa aja mengantar dan menemani Ibu di rumah". Lanjut Aruna
Raka mengangguk mendengar perjelasan Aruna.
"Kenapa belum istirahat?" Tanya Aruna saat melihat Raka yang masih sibuk dengan ipad ditangannya.
"Sebentar lagi, ada beberapa email yang harus saya balas hari ini juga".
"Maaf, jadi merepotkanmu". Raka menoleh, menatap Aruna sekejap. Kemudian mematikan Ipad nya, meletakkannya di meja.
"Aruna, dengar. Pernikahan kita betul karena terpaksa tanpa ada cinta di antara kita, tetapi saya tetap menganggap orang tuamu sebagai orang tua ku juga. Jadi apapun yang bersangkutan dengan kamu dan keluargamu juga menjadi tanggung jawab saya. Jadi saya tidak ingin mendengarkan kata-kata seperti ini lagi". Terang Raka menatap Aruna "Untuk masalah mobil yang menabrak Bapak, orang kepercayaan saya sedang mencarinya, jadi kamu tenang saja". Lanjut Raka
Ucapan Raka menyentuh hati Aruna. Tanpa ia sadari, matanya mulai berkaca-kaca, menyimpan haru yang tak mampu ia tahan. Tanpa berkata sepatah pun, Aruna tiba-tiba memeluk Raka erat, tubuhnya bergetar pelan, disertai isakan yang lirih di bahunya.
Raka terkejut saat tiba-tiba dipeluk. Tubuhnya sempat menegang sejenak, tak siap dengan kehadiran Aruna yang begitu dekat. Namun seiring detik berlalu, keterkejutan itu berganti menjadi hangat di dadanya. Ia menatap Aruna yang memeluknya erat, dan tanpa sadar, senyum tipis terukir di wajahnya.
Begitu menyadari Aruna terisak dalam pelukannya, Raka perlahan membalas pelukan itu. Tangannya melingkar lembut di punggung Aruna, mencoba menenangkan tanpa kata. Ia memejamkan mata sejenak, membiarkan keheningan berbicara lebih banyak dari apa pun yang bisa diucapkan saat itu.
"Makasih..."
Bersambung * *
,