Setelah menangkap basah suaminya bersama wanita lain, Samantha Asia gelap mata, ia ugal-ugalan meniduri seorang pria yang tidak dikenalnya.
One Night Stand itu akhirnya berbuntut panjang. Di belakang hari, Samantha Asia dibuat pusing karenanya.
Tak disangka, pria asing yang menghabiskan malam panas bersamanya adalah CEO baru di perusahaan tempat dirinya berkerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Doa Orang Tua
"Kenapa kamu tidak ikut pulang seperti mereka?" Kiano menghampiri Samantha yang masih berdiri di sisi mobilnya, sementara Alina sudah melarikan mobilnya sebelum Kiano sampai pada mereka.
Samantha tidak langsung menjawab, ia juga bingung kenapa saat ini malah bertahan di parkiran seakan menunggu Kiano. Biasanya, melihat siluet laki-laki itu saja, rasanya ia ingin cepat mengilang agar tidak bertemu dengannya.
Ia juga heran dengan hatinya yang tiba-tiba melunak, juga ada rasa iba, sekalipun tadinya ia sempat menertawai Kiano. Harusnya ia senang Kiano telah mendapat ganjaran karena sering mengganggunya.
"Saya, ingin minta maaf, Pak...." Samantha berucap pelan.
"Maaf?" Kiano bertanya heran. Maaf untuk apa?" menelisik wajah cantik Samantha.
"Pertama.... saya minta maaf karena telah menggigit pak Kiano. Apa masih terasa sakit?" tunjuknya sungkan pada dada bidang nan luas milik Kiano yang berdiri hanya berjarak beberapa langkah.
Kelopak mata Kiano mengerjap pelan mendengarnya, pandangannya mengikuti arah telunjuk Samantha, "Ini?" dengan pelan ia mengusap bagian dadanya yang masih terasa sakit bila tersentuh.
"Tidak sakit lagi, sudah sembuh," bohongnya, rasa hangat mendadak menyelimuti hatinya. Pertanyaan Samantha dianggapnya sebagai perhatian yang teramat manis dari perempuan itu untuk pertama kali untuknya.
"Sungguh?" Samantha menatap tidak percaya, ia ingat bagaimana kuatnya ia menggigit tadi, pasti meninggalkan bekas yang membengkak fikirnya.
"Sungguh," sahut Kiano masih berbohong dengan raut meyakinkan.
"Padahal tadinya, sebagai permohonan maaf, saya mau mengolesi luka gigitan itu dengan salep yang tersedia di kotak obat yang ada dimobil saya, Pak."
Kiano terpaku.
Dalam hati ia menyesal, merutuki kebohongannya yang menyebabkan dirinya tidak bisa merasakan sentuhan lembut jari-jemari dari calon ibu bayi-bayinya, momen langka wanita itu bersedia menyentuhnya lagi secara sukarela setelah malam penuh sejarah waktu itu kini berakhir gagal gara-gara dirinya yang ceroboh memberi jawab.
Tapi dirinya juga tidak bisa meralat, ingat akan nasihat ibunya.
"Kedua..." Samantha melanjutkan ucapannya, menarik penuh perhatian Kiano pada dirinya.
"Saya juga minta maaf atas kejadian tadi siang, saya benar-benar tidak tahu kalau pak Kiano fobia terhadap gelap karena trauma masa kecil. Saya... Benar-benar minta maaf, Pak." Samantha membungkukan tubuhnya hingga beberapa kali dihadapan Kiano.
Jakun Kiano naik turun, sikap Samantha meminta maaf yang menunjukan ketulusan hati perempuan itu sungguh menyentuh hatinya yang terdalam, membuat cintanya yang sudah terbangun kian tertancap dalam.
"Kamu pasti ilfeel ya sama saya? Laki-laki kok takut gelap." Kiano tersenyum sumbang.
Bila boleh jujur ia sangat malu punya fobia sangat tidak keren seperti itu, apa lagi Samantha yang menyaksikan sendiri bagaimana hebohnya dia tadi di kamar mandi. Itu sebabnya ia kembali berulah demi menyamarkan rasa malunya, malah berakhir apes di tangan sang ibu.
"Tidak," Samantha menggeleng sembari tersenyum tipis. "Beberapa orang juga punya fobia, termasuk saya, Pak."
"Memangnya kamu fobia apa?" tanya Kiano ingin tahu.
"Lubang-lubang kecil.... seperti sarang lebah, batu karang, keju berlubang, juga bunga matahari. Padahal saya suka menanamnya, suka makan bijinya, proteinnya tinggi," Samantha tertawa pelan, Kiano menatapnya, hal yang tidak pernah ia lihat saat perempuan itu bersamanya.
"Meski menimbulkan rasa takut berlebihan, para peneliti tidak mengategorikan fobia lubang ke dalam jenis fobia. Sebab, mereka menganggap trypophobia cenderung menimbulkan rasa jijik dan ketidaknyamanan dibandingkan rasa takut yang dapat menganggu serta membahayakan rutinitas normal para penderitanya," imbuhnya.
"Dan yang ketiga...." Samantha mendongakkan wajahnya ke atas, menatap wajah Kiano yang memang postur tubuhnya jauh lebih tinggi dari dirinya.
"Ada yang ketiga juga?" tanya Kiano penasaran. "Banyak juga."
"Sa-saya, minta maaf... karena telah ikut menertawai penampilan pak Kiano yang didandani oleh bu Beth...." pelan Samantha terbawa perasaan, sedikit parau. Matanya mengembun, emosinya beberapa hari ini memang sering berubah-ubah.
Ada rasa khawatir dalam benaknya akan apa yang ia lakukan tadi bersama Alina bisa saja membuat perasaan Kiano tersinggung, bagaimanapun juga, pria itu adalah CEO mereka yang harusnya dihormati oleh seluruh karyawan.
"Saya terlihat seperti badut, ya?" lirih Kiano menanggapi.
Samantha menggelengkan kepalanya pelan.
"Tidak. Mau didandani seperti apapun, pak Kiano tetap terlihat mempesona."
Kiano mengerjapkan matanya lagi hingga berkali-kali, mimpi apa dirinya, Samantha yang biasanya hobi menghindar bila melihatnya dari kejauhan, dan tidak jarang memasang wajah jengkel kini bersimpatik pada dirinya, malah sekarang melontarkan pujian yang membuatnya angan-angannya melayang tinggi.
"Baru sadar ya, kalau saya memang pria yang mempesona?" Dengan percaya dirinya Kiano menyugar rambutnya dengan kesepuluh jemarinya, tadinya ia cukup sedih dengan hukuman sang ibu, tapi sekarang ia sudah melupakannya sama sekali.
Masih di ujung parkiran, Andreas belum beranjak dari tempatnya berdiri.
"Aku memang kelewatan," gumam pelan Bethseba, tapi didengar jelas oleh suaminya yang berdiri tidak jauh darinya.
"Tapi tujuanku adalah ingin melihat bagaimana reaksi wanita itu saat aku memperlakukan Kiano dengan keras, dia punya simpati atau tidak."
Andreas menoleh, menatap isterinya penuh isterinya yang masih berbicara.
"Memutuskan menikahi Samantha, seorang wanita berstatus janda, itu tidaklah mudah bagi Kiano. Banyak sanksi sosial yang harus dirinya terima." Bethseba mendesah pelan, kelopak matanya berkaca-kaca kala mengucapkannya. Tapi ia tidak bisa mendikte putranya, karena itu bukan dirinya.
"Kita hanya bisa berdoa, berharap pilihan Kiano adalah pilihan yang tepat, membawanya mendapatkan kebahagiaan hingga akhir hayat," doanya, sembari menatap sendu pada Kiano dan Samantha yang masih bercengkrama diujung sana.
"Amin..." Andreas bersuara pelan, berharap doa mereka dikabulkan oleh Tuhan.
Bersambung✍️
haduuuh malah asisten pribadi, mumet... mumet deh