Di tengah hiruk pikuk kota Jakarta, jauh di balik gemerlap gedung pencakar langit dan pusat perbelanjaan, tersimpan sebuah dunia rahasia. Dunia yang dihuni oleh sindikat tersembunyi dan organisasi rahasia yang beroperasi di bawah permukaan masyarakat.
Di antara semua itu, hiduplah Revan Anggara. Seorang pemuda lulusan Universitas Harvard yang menguasai berbagai bahasa asing, mahir dalam seni bela diri, dan memiliki beragam keterampilan praktis lainnya. Namun ia memilih jalan hidup yang tidak biasa, yaitu menjadi penjual sate ayam di jalanan.
Di sisi lain kota, ada Nayla Prameswari. Seorang CEO cantik yang memimpin perusahaan Techno Nusantara, sebuah perusahaan raksasa di bidang teknologi dengan omset miliaran rupiah. Kecantikan dan pembawaannya yang dingin, dikenal luas dan tak tertandingi di kota Jakarta.
Takdir mempertemukan mereka dalam sebuah malam yang penuh dengan alkohol, dan entah bagaimana mereka terikat dalam pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J Star, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Citra yang Memikat
Jalanan kafe sangat sepi di siang hari, hanya beberapa kucing dan anjing yang berkeliaran. Sangat sedikit orang dan kendaraan yang lewat, berbanding terbalik dengan hiruk pikuk di malam hari.
Revan mendorong pintu utama Kafe Kembang Citra, dan menyapa bang Riko si barista yang sedang tidur, kemudian langsung menuju lorong di belakang kafe.
Beberapa pelayan yang menyadari kedatangan Revan tidak menghalanginya, malah menyapanya dengan hormat. Mereka jelas tahu hubungan antara Revan dan Citra tidak biasa.
Lorong di belakang kafe itu ternyata cukup panjang, lebih dari lima puluh meter. Di ujung lorong berdiri dua pria berbadan tinggi mengenakan jas, berjaga di depan sebuah pintu kayu besar dengan ukiran yang indah. Begitu menyadari siapa yang datang, keduanya segera membungkuk serempak, lalu memberi jalan dengan sikap penuh hormat.
Revan membalas dengan anggukan kecil, lalu melangkah maju menuju pintu kayu berukir motif bunga itu. Ia membuka daun pintu perlahan, dan seketika aroma alami yang lembut menyambutnya, menyiratkan keharuman lavender yang samar.
Ruangan di balik pintu itu sangat luas, lantainya dari parket kayu cokelat yang mengilap, dindingnya dilapisi marmer hitam elegan. Di tengah ruangan terdapat sebuah ranjang besar berukuran lebih dari dua meter, dengan rangka kulit yang mengilap. Nuansa warna kopi mendominasi interior, menciptakan suasana hangat dan gelap yang menenangkan namun tetap anggun. Di sisi ruangan terdapat pintu kaca besar dari lantai hingga langit-langit. Di luar pintu itu terbentang kolam renang terbuka, dikelilingi taman kecil yang terawat.
Sulit dipercaya di balik kafe yang ramai dan bising saat malam hari, tersembunyi tempat perlindungan yang begitu tenang dan mewah, serta sinilah rumah Citra berada.
Sejak masuk ke dalam ruangan, Revan secara tidak sadar merasakan hawa dingin. Pada saat yang sama, tanpa ragu ia mengulurkan tangan kanannya untuk menangkis.
Swip!
Suara tajam membelah udara, tangan putih yang sedang memegang belati tajam dan dingin tiba-tiba muncul berjarak beberapa senti dari wajah Revan, tetapi berhasil diblokir dengan begitu sempurna!
Tidak berhenti di situ, si pemilik belati langsung memutar pergelangan tangan. Dengan gerakan sehalus aliran air, senjata itu kembali meluncur. Kali ini, ia menargetkan tulang rusuk Revan dari arah samping.
Revan dengan santai menempelkan tangannya ke lengan halus dan hangat itu, menggenggamnya dengan lembut, dan mendorongnya keluar. Tangan yang memegang belati itu, tidak bisa lagi bergerak satu inci pun mendekati tubuh Revan.
Sang penyerang yang menyadari tenaganya tidak sebanding, berusaha melanjutkan serangan dengan mengangkat kaki jenjangnya dan menendang ke arah pinggang belakang Revan. Namun seolah sudah memprediksi setiap gerakannya, Revan memutar posisi lengan penyerangnya dalam satu gerakan cepat.
Kaki kecil itu belum sepenuhnya terangkat, tetapi belati itu sudah berubah menjadi senjata yang menghalangi jalur tendangan kaki tersebut.
"Aku tidak mau bertarung lagi!"
Citra merengut dengan kesal, dan dengan santai melemparkan belati ke lantai, "Selalu saja begitu, aku benar-benar tidak tahu bagaimana monster sepertimu berlatih. Kau bahkan lebih muda dariku, tapi kemampuanmu benar-benar tidak masuk akal!"
Revan melepaskan lengan lembut Citra, perasaan halus itu membuatnya sulit berpisah. Ia berbalik, menatapnya dengan senyum samar yang sulit ditebak maknanya, "Lumayan, gerakanmu jauh lebih cepat dibanding bulan lalu. Laju peningkatanmu termasuk sangat mengesankan."
"Tapi terhadapmu, aku tetap kalah dalam satu gerakan." Citra memutar matanya ke arah Revan, dan dengan anggun duduk di tempat tidur besar. Karena ini adalah kamarnya, Citra berpakaian dengan gaya yang sangat santai, mengenakan gaun tidur putih berenda terbuat dari sutra yang longgar menutupi sosoknya yang menggoda.
Garis leher V di dadanya, terangkat tinggi oleh sepasang gunung kembar yang padat berisi. Dari belahan dada terlihat bra sifon hitam, sedang berjuang menahan dua gumpalan daging yang menggoda. Bagian bawah gaun tidur itu sangat pendek, dan hanya menutupi bokongnya yang bulat. Sementara paha putih mulus menggantung bebas seperti buah ranum yang bersinar lembut dalam cahaya kamar.
Tatapan Revan tanpa sadar bergerak ke area di antara paha Citra, sensasi musim semi yang menggoda terpancar dari sana. Ternyata itu juga celana dalam sifon hitam transparan, memperlihatkan beberapa helai rumput hitam muncul di depan matanya.
Sorot mata Citra memancarkan rasa puas. Entah mengapa, pria yang selama ini mencoba menjaga jarak dengannya kini terlihat mulai kehilangan kendali. Dalam hatinya, ia merasa diam-diam menang. Ia melemparkan tatapan menggoda yang lebih dalam, mata beningnya bersinar seperti permata yang seolah mampu menjerat siapa pun yang memandang.
“Revan, kakak cantik kan?”
"Cantik," Revan menelan ludahnya. Ia bisa merasakan bahwa si joni di bawah sana telah sepenuhnya terbangun, gagah dan siap tempur. Wanita ini pasti berasal dari neraka, bukankah mereka bilang hanya iblis yang memiliki sosok seperti itu?
“Mau menyentuhnya?” tanya Citra, mengedipkan matanya dengan genit. Dengan satu tangan, ia perlahan mendorong tali gaunnya ke bawah, memperlihatkan dada putih dan lembut. Sepasang pahanya juga sedikit terbuka, membiarkan keindahan samar di pangkal kakinya menjadi sedikit lebih jelas.
Revan menarik napas dalam-dalam. Meskipun ia telah melihat banyak wanita cantik, termasuk istrinya yang sangat cantik. Tapi Citra di depannya masih tetap berkelas, meskipun kecantikannya sedikit di bawah Nayla. Bahkan tanpa menyebutkan temperamennya yang menawan, sosok itu seperti buah persik yang matang. Citra yang sekarang seperti mawar merah, memancarkan aroma dengan nektar manis hingga menyebabkan pusing.
Revan perlahan mendekat, hingga tepat berada di depan Citra, dan perlahan mencondongkan tubuh ke arahnya. Ia menatap dalam-dalam ke mata Citra yang memikat bagai bunga persik, dan tiba-tiba tertawa nakal, "Kak Citra, aku benar-benar ingin menyentuhnya. Tapi kalau aku lakukan, kakak tidak akan mengambil belati dan memotong sesuatu milikku kan?"
"Apa aku bisa memotongnya?" Citra berkata dengan menggoda.
"Kakak terlalu memikat, tulang-tulangku akan terasa melemas semua. Mungkin saat itu lah, aku tidak akan berdaya untuk melawan."
"Kalau begitu, mau mencoba?" Citra menjilat bibirnya, dan berkata dengan nada malas dan menggoda.
Revan menghirup aroma Citra yang sepertinya memancarkan afrodisiak bunga, tetapi menunjukkan mata yang luar biasa jernih, "Apakah ada sesuatu yang perlu aku lakukan sebagai gantinya?"
Tepat setelah kata-kata itu, mata Citra yang tadinya menggoda kehilangan semua warnanya. Ia malah menunjukkan kekecewaan, penolakan, rasa sakit, dan kebencian. Segudang perasaan rumit tiba-tiba membuat Citra tertawa gila, "Hahaha, Revan, jadi begini caramu melihatku"
"Bagaimana cara aku melihatmu?" Revan sambil tertawa ringan.
“Menurutmu, aku menggoda dan mencoba menyeretmu ke ranjang hanya agar bisa memanfaatkan kekuatanmu demi tujuan pribadiku?” tanya Citra langsung, tanpa menyembunyikan apa pun.
Revan tidak menjawab.
"Benar, kekuatanmu sangat menakutkan. Aku belum pernah bertemu seseorang yang bisa menunjukkan kepadaku, makna tak terkalahkan sepertimu." Citra berkata sambil menyelipkan kembali tali gaunnya, menutupi kulit indah yang tadi sempat terekspos. Ia menghadap Revan dan berkata dengan lembut. "Pada saat yang sama, aku memang membutuhkanmu. Terlepas dari apa yang terlihat di luar, Perkumpulan Duri Merah milikku dan Perkumpulan Satria Barat milik ayahku memang dua organisasi bawah tanah terbesar di wilayah barat. Tapi dalam kenyataannya, perkumpulan Duri Merahku masih terlalu muda. Jika kita benar-benar saling menyerang habis-habisan, Perkumpulan Satria Barat mungkin akan kehilangan sebagian anggotanya, tetapi Perkumpulan Duri Merah kita pasti akan benar-benar musnah."
Berbicara sampai titik ini, wajah cantik Citra menunjukkan pesona dingin, "Revan, apakah kau ingat malam saat kita pertama kali bertemu?” Malam itu aku disergap, dan semua bawahanku yang berada di dekatnya musnah. Aku sendirian berjuang mati-matian untuk melarikan diri di jalanan."
Revan mendengarkan dengan tenang dan mengangguk perlahan. Dalam pikirannya, adegan malam itu juga berangsur-angsur muncul kembali.