NovelToon NovelToon
PAIJO, GIGOLO MENCARI CINTA

PAIJO, GIGOLO MENCARI CINTA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dikelilingi wanita cantik / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Harem
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: CACING ALASKA

Paijo, pria kampung yang hidupnya berubah setelah mengadu nasib ke Jakarta.

Senjata andalannya adalah Alvarez.

***

Sedikit bocoran, Paijo hidupnya mesakke kek pemeran utama di sinetron jam lima.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CACING ALASKA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18. Tubuh Tanpa Jiwa

Malam itu, Paijo berdiri di balkon apartemen. Jakarta memamerkan kerlap-kerlip lampu gedung, tak peduli bahwa ada satu lelaki di lantai delapan yang tengah kehilangan arah.

Pikirannya melayang pada kampung halaman. Pada Mbok Sarni yang dulu memijat kakinya tiap pulang sekolah. Pada Paiman yang kerap menertawakannya karena lemah dalam matematika. Pada dirinya sendiri, yang dulu bercita-cita jadi guru, bukan... ini.

Dan di tengah semua itu, wajah Suzy muncul paling jelas. Tatapan kecewa yang masih menghantui setiap napasnya.

Paijo mengangkat telepon. Jari-jarinya gemetar menekan nomor yang sudah ia hafal luar kepala.

Suara di seberang menjawab, “Halo? Paijo?”

Tapi Paijo tidak bisa berkata apa-apa.

Karena bagaimana kau bisa menjelaskan pada seseorang, bahwa untuk bertahan hidup, kau harus mati sebagai dirimu sendiri?

Ia menutup telepon. Dan malam Jakarta pun kembali sepi, menyisakan seorang lelaki yang terperangkap di antara dua dunia—yang sama-sama tak memberinya pilihan.

...****************...

Hotel Ellipse Tower, pukul 21.44 WIB.

Lampu-lampu lobi berkilau seperti mimpi yang dipaksakan indah. Aroma bunga lili palsu dari diffuser mahal menyelimuti ruang. Langkah Paijo terdengar ringan, tapi setiap gesek sol sepatunya di lantai marmer adalah dentum pukulan bagi nuraninya.

Ia datang seperti biasa, mengenakan setelan abu gelap yang disiapkan Claudia. Rambut disisir rapi, wajah diberi sentuhan bedak tipis agar terlihat lebih segar. Tapi tak ada yang bisa menyembunyikan sepasang mata yang kosong.

Di tangan kirinya, ia menggenggam kartu akses kamar hotel: lantai 26, suite nomor 2604. Nama kliennya malam ini: Tante Lydia, pelanggan lama yang dulu begitu memujinya dan sekarang—memintanya lagi.

"Karena katanya kamu makin 'liar dan mahal', Jo," ucap Claudia tadi siang, setengah menggoda, setengah memerintah.

Tapi Paijo bukan lagi ‘Joe’ yang dulu. Ia kini datang bukan dengan gairah, melainkan beban. Bukan dengan senyum manis, melainkan keterpaksaan yang tak bisa dilawan.

Kamar hotel itu seperti panggung. Tirai jendela terbuka menampilkan city view Jakarta yang kejam. Meja dipenuhi wine dan lilin aromaterapi. Di tengah ruangan, berdiri Tante Lydia—berdandan seperti bintang sinetron, dengan gaun satin merah yang terlalu ketat untuk usianya.

“Joe sayang,” suara perempuan itu berat dan malas. “Kamu datang juga. I’ve missed you.”

Paijo tersenyum. “Saya juga, Tante.”

Ia masuk, meletakkan tas, dan seperti biasa, memainkan perannya. Merayu. Memijat. Berbicara lembut. Menyentuh dengan hati yang tak ada di sana.

Tubuhnya bergerak seperti hafalan. Sentuhan, belaian, bisikan manja. Tapi tidak ada jiwanya di situ.

Pikirannya ada di tempat lain.

Di gang kecil kampungnya. Di kursi reyot rumah Mbok Sarni. Di meja toko buku tempat ia dan Suzy biasa saling ledek.

“Mas Paijo, kamu tuh lucu ya, udah gede masih salah baca judul novel.”

“Mbak Suzy, jangan ganggu. Aku belum buka kamus.”

Ia ingin tertawa, tapi napasnya tercekat.

Tante Lydia membelai dadanya. “Kamu diem banget malam ini, sayang. Biasanya kamu suka bercanda. Capek, ya?”

Paijo menatap wanita itu, dan untuk pertama kalinya, ia merasa seperti sedang menjual mayat hidup. Tidak ada gairah. Tidak ada semangat. Hanya tubuh... yang bergerak demi angka.

“Maaf, Tante. Saya cuma... kurang tidur.”

“Pikirin pacar?” tanya Lydia sambil terkekeh.

“Ada banyak yang harus dipikirin.”

Paijo menghindar dengan sopan. Ia melakukan apa yang harus ia lakukan malam itu, tapi semuanya hampa. Tiap jam yang berlalu terasa seperti memahat luka dalam hatinya.

Ia tahu: setiap sen yang ia dapat malam ini akan menyelamatkan nyawa Mbok Sarni. Tapi ia juga tahu, setiap menit yang ia habiskan di kamar ini... menjauhkan dirinya dari Mbak Suzy.

Pukul 03.17 dini hari, Paijo berjalan keluar dari hotel. Udara Jakarta masih hangat, padahal dunia sudah tertidur.

Ia memesan taksi online, tapi sebelum mobil datang, ia duduk dulu di bangku depan hotel. Kepalanya menunduk, mata memejam.

Di tangannya, ada amplop cokelat berisi uang tunai.

Claudia sudah menunggu laporan malam ini. Paiman juga sudah berkali-kali mengingatkan soal biaya cuci darah Mbok Sarni.

Tapi hati Paijo justru berbisik, "Kapan terakhir kamu hidup sebagai dirimu sendiri?"

Taksi datang. Ia naik. Dalam diam.

Di jendela mobil yang gelap, Paijo menatap bayangannya sendiri.

Apa kamu bahagia, Mas Paijo?

Suara Suzy bergaung dalam benaknya.

Dan malam itu, untuk pertama kalinya... Paijo tidak tahu harus menjawab apa.

...****************...

Jakarta, pukul 11.03 siang.

Lokasi: Studio Falcon Pictures, Set 3A.

“Cut! Bagus, Joe! Ambil lima belas menit istirahat dulu!” teriak sutradara sambil mengibaskan tangan ke arah monitor.

Paijo mengangguk lelah. Bajunya basah oleh keringat, rambutnya acak-acakan karena adegan laga yang baru selesai ia perankan. Wajahnya di layar terlihat memukau: tajam, maskulin, dan karismatik. Tapi di balik kamera, wajah itu menyimpan keretakan yang sulit disembunyikan.

Dia duduk di sudut studio, mengambil botol air mineral, dan meneguknya pelan. Para kru sibuk lalu-lalang, tapi pikirannya tetap tertinggal di tempat yang sama.

Mbak Suzy.

Gadis itu sudah seminggu tidak menghubunginya. Tidak ada chat, tidak ada telepon. Seolah keberadaannya dihapus sepenuhnya dari hidup Suzy.

Aku nggak akan ganggu Mas Paijo lagi…

Kata-kata itu masih terngiang di kepala. Ucapan Suzy di depan pintu apartemennya hari itu—di tengah tangis yang ditahan, senyum yang dipaksakan, dan mata sembab yang tidak akan pernah bisa dilupakan Paijo.

Ia meremas botol plastik di tangannya.

Setiap adegan yang ia lakoni terasa hampa. Bahkan ketika semua orang memujinya, ketika media mulai melirik “Joe Gregorius si wajah baru industri film Indonesia,” yang ada di hati Paijo hanyalah rasa bersalah yang tak tertahankan.

Bahkan malam-malam panjang saat ia kembali ‘dipanggil’ oleh klien-klien lama… terasa seperti berjalan di neraka.

Keesokan malamnya.

Hotel Emerald, kamar 809.

Tubuh Paijo berbaring di sisi ranjang, sementara perempuan paruh baya dengan rambut pirang kecoklatan tengah memainkan ujung dasinya. Claudia. Wanita itu tertawa pelan, lalu mencium pelipis Paijo.

“Aku serius, Jo. Kamu benar-benar mirip sama dia…” bisik Claudia.

Paijo menatap langit-langit. “Dia siapa?”

Claudia menggulung rambutnya ke belakang. “Pria yang dulu pernah aku cintai. Tapi dia sangat sulit aku miliki.”

Ia mendekat, menyandarkan kepalanya ke dada Paijo.

“Kamu kayak dia. Tatapan kamu. Caramu ngomong. Bahkan cara kamu melamun… Mirip banget.”

Paijo hanya terdiam.

Ia tidak tahu harus menjawab apa. Tidak tahu apakah ia harus berempati atau merasa ngeri. Yang jelas, dada kirinya berdenyut pelan—karena ia tahu, ia tidak bisa membalas rasa yang ditawarkan Claudia.

“Kenapa kamu menjauh akhir-akhir ini?” tanya Claudia, kali ini suaranya sedikit curiga. “Kamu bukan cuma sibuk, tapi juga… kosong. Dingin.”

“Saya cuma capek,” jawab Paijo singkat.

Claudia menghela napas, duduk di atas perut Paijo, menatap wajah lelaki itu. “Apa karena dia? Suzy?”

Paijo menahan diri untuk tidak bereaksi. “Saya sudah bilang, saya dan dia nggak ada hubungan apa-apa.”

Claudia mengamati wajahnya lama. “Tapi kamu mencintainya.”

Kalimat itu seperti panah yang tepat menembus rusuk Paijo.

Dia tidak menjawab.

Hanya membuang napas, pelan. Sangat pelan.

Dua hari kemudian.

Set lokasi syuting, adegan romantis.

Paijo beradu akting dengan aktris senior yang harus mencium lehernya dalam adegan ‘intim’ kelas ringan. Kamera berputar. Naskah berjalan. Tapi tubuh Paijo tidak bisa diajak kompromi.

“Apa kamu nyaman, Joe?” tanya sang sutradara di sela take pertama.

Paijo hanya mengangguk, padahal jantungnya seperti digigit ribuan semut. Bukan karena canggung… tapi karena lelah. Karena jijik pada dirinya sendiri yang terus memakai tubuhnya untuk tujuan yang tak pernah benar-benar ia yakini.

Mas Paijo kayak bukan Mas Paijo yang dulu…

Bayangan wajah Suzy menari-nari di kepala.

...🪱CACING ALASKA MODE🪱...

1
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
sakarepmu clau🙄
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
lubang bikinan ondel
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
cincin satu"nya petunjuk pun dh hilang
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
jgn bilang Paijo saudara tiri Suzy 🤔🤐
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
pdhl aku berharap sakitnya mbok Sarni cuma rekayasa Claudia. tp rupanya.,🤔🤐
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦NOL
duhh gustiii gini amat
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦NOL
karepmu nyemplung dewe Joo
jgn salahkan Suzy aelahh
༄༅⃟𝐐Dena🌹
Sedikit demi sedikit identitas paijo mulai terkuak.

next nell, semakin menarik 😁😁😁
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭
Bagus ceritanya~~~
Tpi bikin greget 😭
Jo terlalu pasrah bet, Jo ga boleh lemah ya kudu kuat lawan dong itu si lambe turah claudia jan mau dijadiin bonekanya😭😭
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭
jan*

adududu typoku selalu tidak tau tempat🚶‍♀️
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭
Nah kan bilang Claudia itu selirnya om Andi😱😱
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭
gubrak😱
bagai petir disiang bolong faktanya😱😱
༄༅⃟𝐐Dena🌹
wah, Claudia pemegang semua kartu paijo, termasuk ibu paijo juga sepertinya 😁😁😁
༄༅⃟𝐐Dena🌹
masuk akal, cincin sdh hilang, karena orang desa ga terlalu ngurusi ngunu kuwi /Joyful//Joyful//Joyful/
༄༅⃟𝐐Dena🌹
pantess, visualnya aduhai, tidak seperti orang desa yg lain, anak ningrat toh😁😁😁
༄༅⃟𝐐Dena🌹
laah diberi teanslate /Joyful//Joyful//Joyful/
▀▄▀▄🪱CACING ALASKA🪱▄▀▄▀: harusnya aman 🙄🙄
༄༅⃟𝐐Dena🌹: nanti double enggak?
total 3 replies
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭
kpan Jo bisa tegas sedikit masa mau jdi patungnya Claudia terus😭
gemes sndiri kan jdinya 😶😶
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭
udah setaun aja ga ada kabar couple hts kita~
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦NOL: cieeee
total 1 replies
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭
wah gilakkk😭🫵

Lu yg terobsesi sama Paijo peak itu bukan cinta lagi namanya dari mana juga pengorbanan disitu 🤯
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭
cih penyelamat paan si claudia😒
yg ada dia tuh yg makin memperkeruh keadaan paijo🚶‍♀️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!