NovelToon NovelToon
Kez & Dar With Ze

Kez & Dar With Ze

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Teen Angst / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Romansa
Popularitas:368
Nilai: 5
Nama Author: Elok Dwi Anjani

Mimpi bukan selesai saat sudah meraihnya, tapi saat maut telah menjemput. Aku tidak meninggalkan teman ataupun orang yang ku sayang begitu saja, melainkan mencetak sebuah kenangan terlebih dahulu. Walaupun akan meninggalkan bekas di situ.

Maaf jika aku pergi, tapi terimakasih atas semua kenangan yang kita cetak bersama. Suara tawamu akan selalu bergema, dan senyumanmu akan selalu menjadi canduku. Rela itu tidak semudah sebuah kata saja. Tapi hati yang benar-benar tulus untuk melepaskannya.
Mengikhlaskan? Harus benar-benar melepaskannya dengan merelakannya setulus mungkin.

Seperti biji-biji dandelion yang berhamburan tertiup angin, setelah usai di suatu tempat. Mereka akan kembali tumbuh di berbagai tempat. Entah kita akan dipertemukan kembali atau tidak, setidaknya aku pernah berbahagia karena dirimu.

Ada sebuah kata-kata yang bertuliskan "Di setiap pertemuan pasti ada perpisahan," tapi dengan perpisahan bukan berarti aku dapat melupakan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elok Dwi Anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aneh-suka

..."Hal aneh yang kau lakukan terkadang membuatku bahagia"...

...•...

...•...

Seisi kelas Zea menatap Arlan aneh sebab laki-laki itu sejak tadi pagi tersenyum ramah, bahkan membantu Titania yang keberatan membantu tumpukan paket yang diminta wali kelasnya.

"Ada yang aneh sama kutu buku? Kok dia beda dari hari-hari biasanya?" tanya teman Tatiana.

Tatiana menaikan bahu tidak tahu. Ia juga heran dan bingung dengan sikap Arlan yang berbeda sejak tadi, walaupun ia menyukai perubahan laki-laki itu.

"Mau kemana, Ze?" Arlan menarik tangan Zea dengan kencang hingga buku-buku yang Zea bawa jatuh berantakan di lantai.

Zea menatap buku-bukunya yang berserakan di lantai dengan menghela nafasnya. Ia memungut buku-buku tersebut dan menatap Arlan malas. "Perpustakaan."

"Gua ikut, sekalian kita belajar buat perlombaan nanti." Arlan langsung melesat memasuki kelasnya. Dengan kecepatannya, ia kembali dengan membawa 2 catatan dengan pembatas berwarna biru.

Zea mengerutkan keningnya bingung. Ia menyentuh dahi Arlan dengan dahinya untuk menyamakan kedua suhu tubuhnya. Laki-laki itu tidak panas, bahkan terlihat baik-baik saja.

"Lo nggak sakit, kan?" Tanya Zea yang bingung.

"Enggak, kenapa?"

"Aneh."

"Apanya?"

"Elo, lah. Siapa lagi? Apa karena lo kemarin izin jadi kayak gini?"

"Emang kenapa? Ada yang salah?"

Zea hanya menggelengkan kepalanya pelan dan melanjutkan langkahnya dengan perasaan bingung, sekaligus heran dengan sikap laki-laki itu.

Bahkan, Zevan tersenyum saat berpapasan dengan Arlan di koridor, sementara Zea semakin bingung dengan keadaan itu. Apa ini? Kenapa semua orang menjadi aneh?

Mencoba untuk tidak memikirkan hal-hal aneh hari ini. Zea memasuki perpustakaan dan mencari buku yang ia cari dengan bertanya ke petugas perpustakaan, lalu mencari keberadaan buku tersebut.

Saat mengambil buku tersebut, di sebrang rak buku ternyata ada Lino yang juga tengah menatapnya. Bahkan laki-laki itu tersenyum ramah ke arahnya. Zea tahu betul jika Lino itu terkadang humoris, terkadang juga sedikit menakutkan saat laki-laki itu tiba-tiba melemparkan tatapan yang tidak mengenakkan.

"Haii," sapa Lino dengan melambaikan tangannya dari balik rak buku.

Zea hanya mengangguk dengan tersenyum tipis, dan melangkah ke tempat baca yang terdapat Arlan sedang membaca dengan serius. Tidak lupa, Zea memakai kacamatanya dan earphone untuk menyumpal telinganya.

Suasana sunyi walaupun ramai pengunjung. Ketenangan ini benar-benar cocok untuk membaca buku dan belajar. Sibuk dengan kegiatan masing-masing, tapi tidak menggangu orang lain di sekitarnya.

Linda yang baru saja memasuki perpustakaan untuk mencari abangnya langsung menghampiri Zea karena gadis itu yang tiba-tiba ada di pandangnya dan membuat ia tertarik menghampirinya.

"Zeaa...," Bisik Linda, dengan melepaskan salah satu earphone Zea.

Zea merinding dengan suara Linda yang tiba-tiba berbisik di telinganya. Ia menaikkan bahunya geli dengan menatap Linda yang menarik bangku untuk duduk di sampingnya.

"Ngapain?"

"Belajar."

Linda menghela nafasnya saat melihat buku catatan Zea yang penuh dengan tulisan-tulisan aneh menurutnya.

"Semangat, ya? Gua mager kalau soal belajar."

Zea mengerutkan keningnya. "Kenapa?"

"Gua lebih suka olah raga daripada belajar hapalan dan latihan soal. Gua sukanya hapalan teknik dan latihan fisik."

Zea mengangguk paham. Setiap orang pasti memiliki kemampuan yang berbeda-beda dari setiap bidang yang mereka sukai, tidak perlu menekan. Berusaha untuk mempelajari sesuatu yang tidak kau sukai terkadang membuat tertekan. Tapi kita harus sama-sama berusaha dalam hal yang tidak disukai ataupun disukai untuk meraih sesuatu yang sangat berarti.

"Udah makan belum?" tanya Linda.

"Enggak. Nanti aja," jawab Zea.

Linda memajukan bibirnya untuk mencoba berfikir. "Gimana kalau nanti pulang sekolah lo ikut gua?"

"Kemana?"

"Restoran, gua yang traktir deh."

"Tapi gua bawa bekal, Lin."

"Nggak apa-apa, biar lo makan banyak sama gua. Kita jalan-jalan hari ini mau? Kita nonton, main, sambil jajan. Gua nggak ada temennya, Ze. Dan gua udah lama nggak healing buat memanjakan diri."

"Nanti gua pikir-pikir. Tapi kenapa nggak pergi aja?"

"Karena nggak dibolehin sama si paling lahir duluan."

"Siapa?"

"Siapa lagi kalau nggak si Lino."

"Gua denger." Tiba-tiba seorang laki-laki keluar dari barisan rak buku dengan menatap Linda datar. Ia menghampiri adiknya dengan melirik Zea sekilas.

"Boleh keluar, kan? Udah lama nggak keluar healing ini.." Linda menatap abangnya dengan tatapan memohon.

"Tapi ada syaratnya."

"Apa?"

"Jangan pakai motor. Kalau malam banyak si anu yang keliaran."

Zea mengerutkan keningnya bingung karena tidak mengerti, sementara Linda menganggukkan kepalanya paham.

"Si anu, maksud lo siapa?" Tanya Zea.

Linda membisikan sesuatu pada telinga Zea dan Zea langsung mengangguk paham dengan apa yang dimaksud Lino. Memang perlu sensor sedikit agar tidak didengar orang lain. Apalagi jika ada tangan kanannya di sini.

"Nitip."

Linda langsung melemparkan tatapan tidak suka kepada Lino. "Nggak ada titip-titipan."

"Cuman roti bakar doang. Udah, itu aja."

"Awas aja tiba-tiba chat ngasih pesan list pesanan."

"Tergantung."

Linda memutar bola matanya malas dengan Lino.

Arlan melepaskan earphonenya dengan menatap ketiga insan yang sedang berbincang-bincang dengan Zea.  "Ngomongin apa kalian?"

Lino melirik Arlan sekilas, lalu melenggang pergi begitu saja. Begitupun Linda, gadis itu berpamitan dengan Zea dan melambaikan tangannya menuju pintu keluar. Sementara Zea melirik Arlan yang menatapnya.

"Apa?" Tanya Zea.

"Nggak ada." Arlan kembali pada bukunya dan menyumpal telinganya juga

...••••...

Duduk di koridor dengan pikiran yang terus berkecamuk memikirkan Leon yang tidak ada kejelasan. Laki-laki itu berkata jika dia ada acara keluarga, tapi memang benar karena rumahnya sepi tiada orang.

Namun, di sisi lain Adara melihat Leon saat di lampu merah semalam dengan adik perempuannya melintas di depan mobil Darren. Hal yang membuat tanda tanya besar adalah kenapa adik perempuan laki-laki itu menangis dengan menyandarkan kepalanya di bahu Leon.

Kaca mobil yang terbuka lebar membuat Adara dapat melihat ibundanya Leon serta adiknya sedang menangis dalam mobil hitam itu. Adara tidak mengerti, sebenarnya apa yang terjadi?

"Heh!"

Ara hampir saja mengejutkan Adara dengan hanya memegang bahunya. Adara menghela nafasnya melirik Ara. Sementara Ara juga bingung dengan sikapnya yang sepertinya kurang bersemangat.

"Kenapa?" Ara duduk di samping Adara dengan sedikit memiringkan arah duduknya menghadap Adara.

"Lagi nggak mood."

"Padahal semalam lo seneng banget bisa nonton bareng-bareng."

Adara mengangguk. "Iya, tapi gua kepikiran sama dia."

"Siapa? Leon?"

"Siapa lagi?"

Ara tersenyum dan memepetkan tubuh. "Lo kangen, ya? Ngaku aja deh."

"Ada yang aneh sama dia. Kayaknya dia sembunyiin sesuatu dari gua."

"Coba bicarain baik-baik. Jangan menekan dia dan kalau dari gerak-gerik dia masih kayak orang yang menyembunyikan sesuatu, lo cosplay jadi detektif aja."

"Ngapain gua harus jadi detektif kalau bisa tanya langsung ke nyokapnya?"

Ara mengangguk-anggukkan kepalanya. "Bener juga, sih."

...••••...

Leon menatap selembar kertas di bawah pohon dengan malas. Ia menatap ke depan dengan tatapan yang sulit diartikan. Dari lubuk hatinya, ia juga merindukan Adara yang selalu membuat moodnya hidup kembali.

Gadis itu memenuhi isi pikirannya. Senyumannya yang candu membuatnya merindukan sosok gadis yang selalu mewarnai hari-harinya. Suaranya, senyumannya, sikapnya yang mampu membuatnya terus-terusan menatanya karena takut jika terjadi sesuatu dari sikapnya yang aneh.

Menatap lautan yang tenang dengan awan mendung yang menggumpal di atasnya. Leon tahu jika nanti akan hujan, maka dari itu ia menunggu hal tersebut terjadi.

Angin-angin sedikit kencang yang membuat dedaunan pohon kelapa seolah-olah sedang melambai-lambai, dan pohon penuh kenangan ini.

Ini adalah tempat favorit Adara. Ayunan di bawah pohon yang selalu gadis itu kunjungi dengan almarhum Mamanya dulu.

Si kembar yang selalu bermain di sini juga telah tiada karena pindah rumah dengan orangtuanya. Tempat ini kembali sepi dengan kenangan yang hampir memudar.

Rintik hujan gerimis mulai membasahi pasir pantai dan daerah pesisir pantai dengan airnya yang berjatuhan. Walaupun sedang berada di bawah pohon, tapi sedikit-demi sedikit Leon dapat merasakan jika air hujan itu menetes terus ke bawah melalui dedaunan dan mengenainya.

Rain boy itu merindukan batagor girl yang sengaja ia tinggalkan sementara.

Seorang gadis berjalan santai dengan payung yang melindunginya menunju ke arah Leon. Gadis itu menundukkan kepalanya melihat kakinya yang menginjak-injak pasir pantai. Sementara Leon tersenyum kearahnya. Sebuah ketidaksengajaan yang membuatnya bahagia.

"Dara.."

Adara mengangkat kepalanya menatap Leon yang rambutnya telah basah dengan pakaiannya yang juga sedikit basah. Ia buru-buru menghampiri Leon dan menariknya untuk menuju ke gazebo terdekat.

"Ngapain sih hujan-hujan terus? Gua tahu kalau lo suka hujan, tapi bukan berarti lo bisa hujan-hujanan terus kayak gini. Kalau lo sakit gimana? Lo nggak sayang sama diri lo sendiri?"

"Kan ada yang sayang sama gua," balas Leon.

Adara mengusap-usap rambut basah Leon dan langsung menarik tangannya kembali. "Lo lagi nyembunyiin sesuatu dari gua, kan?"

Leon menggeleng. "Enggak. Kalau iya itu perhatian gua yang diam-diam."

Mencoba untuk bersabar dengan Leon. Adara duduk di samping laki-laki itu. "Lo beneran nyembunyiin sesuatu dari gua. Bilang aja ke gua, Le. Lo anggap gua ini apa?"

"Orang yang gua sayangi, cintai, sukai, setelah keluarga gua."

"Terus kenapa lo nyembunyiin sesuatu dari gua?"

"Nggak ada, kok. Emang kenapa?"

"Lo bohong. Lo menyembunyikan sesuatu dari gua, cuman menganggap gua ini orang asing yang hatinya lagi lo permainin," kata Adara.

"Gua beneran, lo orang terpenting dalam kehidupan gua, Ra. Jangan cemberut, nanti cantiknya hilang."

"Nggak usah gombal! Lo beneran nyembunyiin sesuatu dari gua." Adara sedikit menaikkan nada bicaranya karena Leon yang tidak peka dengan perasaannya. Ia sedang sensitif karena ketidak jujurannya.

"Gua beneran, Adara. Tanya aja ke nyokap gua kalau nggak percaya."

"Tapi udah keduluan sama elo yang udah menghasut nyokap lo sendiri biar bohong."

"Masa? Coba aja dulu. Sambil terus-terusan tanyain apa yang gua sembunyiin."

...••••...

...TBC....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!