Laras Sagita, gadis kampung yang polos, lucu, dan blak-blakan, merantau ke kota untuk mengubah nasib. Di hari pertamanya melamar kerja sebagai sekretaris, ia tanpa sengaja menabrak mobil mewah milik seorang pria tampan yang ternyata adalah calon bosnya sendiri, Revan Dirgantara, CEO muda yang perfeksionis, dingin, dan sangat anti pada hal-hal "tidak teratur"—alias semua yang ada pada diri Laras.
Tak disangka, Revan justru menerima Laras bekerja—entah karena penasaran, gemas, atau stres akibat energi gadis itu. Seiring waktu, kekacauan demi kekacauan yang dibawa Laras membuat hari-hari Revan jungkir balik, dari kisah klien penting yang batal karena ulah Laras, hingga makan siang kantor yang berubah jadi ajang arisan gosip.
Namun di balik tawa, perlahan ada ketertarikan yang tumbuh. Laras yang sederhana dan jujur mulai membuka sisi lembut Revan yang selama ini terkunci rapat karena masa lalu kelamnya. Tapi tentu saja, cinta mereka tak mudah—dari mantan yang posesif,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Hari yang dinanti akhirnya tiba.
Pagi itu, kamar hotel. Mama Veronica mondar-mandir dengan make-up setengah jadi, Papa Renaldi sibuk menelpon sana sini, sang perias samai pusing, sementara Arga... justru duduk santai sambil ngopi dan live TikTok.
“Ga! bukannya bantu, malah sibuk live?!” ujar Revan yang gugup
Arga nyengir. “Tenang, Bos. Ini promosi nikahan lo. Hastag-nya udah trending. #RevanLarasForever”
"Revan hanya bisa pasrah punya teman dan asisten yang somplak ketularan Laras.
Sedangkan di ruang pengantin wanita,
Laras duduk di depan cermin, dikelilingi MUA, Ibu Yuli, Ayah Arman, adik Laras dan... Bibi Nur, tentunya beserta sang suami.
“Laras, bedaknya jangan tebel-tebel. Nanti Revan takut,” celetuk Bibi Nur.
Make-up artist-nya langsung salah langkah.
“Eh, ini udah soft-glam, Bi…” jawab Make-up artist-nya pelan
“Soft-glam kata kamu. Kata saya kayak topeng wayang.” ujar Bibi Nur
Semua ngakak. Laras malah senyum sambil ngelirik sangga hatinya di bayangan cermin.
“Bi, yang penting aku cantik di mata Revan.” jawab Laras
Bibi mendengus. “Ya jelas. Cowok mah gampang seneng liat perempuan cakep. Tapi jaga biar kamu juga cakep hatinya. Itu PR seumur hidup.”
Sedangkan Revan berdiri tegang di depan kaca, ditemani Papa Renaldi dan Arga yang malah sibuk ngajarin dia teknik pernapasan.
“Tarik napas. Tahan. Bayangin Laras lagi marah. Nah, buang pelan-pelan. Udah siap mental belum?” ujar Arga
“Aku mau nikah, Ga. Bukan naik ring tinju!”ujar Revan kesal
Papa Renaldi ikut menimpali, “Yang penting, jangan lupa ucapkan ijab kabul dengan satu napas. Jangan sampe kayak papa dulu, harus ulang dua kali karena keselek air liur.”
Arga tertawa terbahak bahak sedangkan Revan semakin gugup takut salah
Akad Nikah Dimulai
Seluruh tamu duduk khidmat. Laras tampil anggun dalam kebaya putih gading, mata berkaca-kaca. Revan tampak tenang, meski jantungnya sudah marching band dari tadi.
Pak penghulu membuka dengan doa.
Kemudian...
“Ijab kabul.”
Revan menarik napas panjang.
“Saya, Revan Dirgantara, menerima nikahnya Laras Permata Sari binti Rahmat, dengan mas kawin tersebut tunai.”
SEKETIKA:
“SAH! SAH! SAH!”
Bibi Nur langsung mengusap air mata.
“SAH! Dan akhirnya... Laras nggak jomblo lagi.”
Resepsi Penuh Drama dan Cinta
Dekorasi taman dipenuhi bunga putih dan lampu gantung cantik. Revan dan Laras duduk di pelaminan, dihujani ucapan selamat dan... celetukan aneh.
Dari Tante Marni tantenya Revan:
“Eh, Revan ternyata aslinya ganteng juga ya. Dulu pas miskin, nggak keliatan!”
Dari Om Boy om Laras:
“Laras, kamu itu jago juga dapetin CEO. Coba ajarin anak saya, si Nisa. Sampai sekarang pacaran aja enggak.”
Sementara itu, Arga keliling bawa handy talkie sok-sokan.
“Kode merah di depan tenda! Anak kecil nangis karena balon pecah. Tim, segera backup!”
Selesai acara, Laras dan Revan duduk berdua di ruang tamu, masih dengan baju pengantin. Sepi. Hangat.
Revan menggenggam tangan Laras.
“Aku masih nggak percaya. Kita nikah.”
Laras senyum, pelan menjawab,
“Dulu aku pikir, cinta sejati itu harus sempurna. Tapi ternyata cukup yang bisa bikin kita tertawa, merasa aman, dan tetap sabar saat aku lagi PMS.”
Revan tertawa kecil.
“Dan kamu cukup yang bikin aku ngerasa... pulang.”
Laras mengangguk.
“Selamat menempuh hidup baru, Pak Suami.”
Revan mencium kening Laras.
“Selamat, Bu Sekretaris Multitalenta.”
Mereka tertawa, dalam diam penuh cinta. Di luar, lampu taman mulai padam satu-satu. Tapi di hati mereka, cahaya cinta baru saja menyala
Setelah acara pernikahan yang megah namun tetap hangat dan penuh cinta, Revan akhirnya menepati janjinya: bulan madu romantis ke destinasi impian Laras.
Namun... ya, namanya juga mereka—nggak pernah bisa benar-benar ‘biasa’.
Bukan hotel super mewah, tapi vila artistik dengan banyak jendela, tanaman hijau, dan... seekor bebek yang tiap pagi nongol depan pintu.
“Sayang... itu bebek beneran?!”
“Iya, dan dia nyariin kamu. Saingan baruku.”
Mereka niat jalan ke sawah terasering dan makan siang romantis di restoran terkenal. Tapi Laras, yang merasa sudah paham Google Maps, malah bikin mereka nyasar ke gang sempit yang isinya kebun pisang.
“Laras, kamu yakin ini bukan jalan ke rumah Mbok Darmi?” tanya Revan
“Aku udah pake mode pejalan kaki!” jawab Laras
“Ya jelas, tapi kaki siapa yang dipake buat ukurannya, ini?” tanya Revan
Akhirnya mereka makan siang di warung kecil, duduk di bale bambu, makan nasi campur dengan sambal super pedas sambil ketawa-ketawa.
“Jadi... ini honeymoon kita?”
“Iya. Yang penting bukan kamu-nya, tapi kita-nya.”
Alih-alih spa berdua, mereka iseng ikut kelas membuat gerabah. Revan yang biasanya tegas dan rapi jadi kaku kayak robot saat membentuk vas.
Laras: “Sayang, itu vas atau gentong ketumpahan cinta?”
Revan: “Ini seni abstrak. Harusnya kamu paham.”
Laras: “Iya, paham banget. Abstraknya ke hati.”
Hasilnya? Dua kerajinan yang jelek banget—tapi tetap mereka bawa pulang. Simbol keseruan.
Revan niat ngasih kejutan candlelight dinner di pinggir kolam vila.
Sayangnya... Lilin ditiup angin. Bunga yang disiapin malah diserbu semut.
Dan kucing duduk manis di kursi Laras.
Laras ngakak sampai perutnya sakit.
“Sayang, ini bukan dinner romantis. Ini dinner drama komedi!”
Revan ngambek, tapi Laras mencium pipinya pelan.
“Tapi tetap kejutan terindah, karena kami yang nyiapin.”
Di akhir hari, mereka duduk di tepi balkon, melihat langit Bali yang bertabur bintang. Laras bersandar di dada Revan.
“Aku nggak pernah nyangka, jadi istri kamu, ya walau sering nyeletuk calon istri CEO hehehe.... duh kayak ikut film action, komedi, dan kadang horor.”
Revan ketawa, membelai rambutnya. "Tapi ending-nya happy, kan?”
“Banget. Karena kamu tokoh utamanya.” jawab Laras
Bulan madu mereka memang jauh dari kata sempurna. Tapi bagi Laras dan Revan, justru di balik kejadian nyasar, bebek pagi hari, gerabah jelek, dan dinner kacau itulah cinta mereka makin nyata. Bukannya sempurna, tapi seru. Dan itu sudah lebih dari cukup.
Setelah momen manis dan konyol di Bali, Revan dan Laras kembali ke dunia nyata. Dunia penuh pekerjaan, rapat, strategi bisnis, dan… drama. Ya, drama. Karena hidup Laras dan Revan itu nggak bisa adem lama-lama.
Bersambung
🌹🌹🌹🌹🌹