NovelToon NovelToon
Nikah Ekspres Jalur Ekspedisi

Nikah Ekspres Jalur Ekspedisi

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Dijodohkan Orang Tua / Slice of Life
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Kara_Sorin

Namira, wanita karier yang mandiri dan ambisius terpaksa menjalani pernikahan paksa demi menyelamatkan nama baik dan bisnis keluarganya. Namun pria yang harus dinikahinya bukanlah sosok yang pernah ia bayangkan. Sean, seorang kurir paket sederhana dengan masa lalu yang misterius.
Pernikahan itu terpaksa dijalani, tanpa cinta, tanpa janji. Namun, dibalik kesepakatan dingin itu, perlahan-lahan tumbuh benih-benih perasaan yang tak bisa diabaikan. Dari tumpukan paket hingga rahasia masalalu yang tersembunyi. Hingga menyeret mereka pada permainan kotor orang besar. Namira dan Sean belajar arti sesungguhnya dari sebuah ikatan.
Tapi kalau dunia mulai tau kisah mereka, tekanan dan godaan muncul silih berganti. Bisakah cinta yang berbalut pernikahan paksa ini bertahan? ataukah takdir akan mengirimkan paket lain yang merubah segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kara_Sorin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6_Apartemen Dua Dunia

Apartemen penthouse Namira yang megah, kini terasa seperti dua dunia dalam satu atap. Meski secara hukum mereka suami-istri, dalam keseharian, mereka lebih menyerupai dua penyewa yang kebetulan tinggal dalam satu property dengan jadwal dan batas yang teratur, nyaris militeristik.

Namira sarapan pukul 07.00, dengan roti sourdough dan telur rebus setengah matang yang disiapkan asisten rumah tangga. Sean baru akan turun ke dapur sekitar pukul 08.15, saat meja makan sudah bersih dan wangi kopi Americano masih tersisa samar di udara.

Mereka tidak pernah berbincang soal hari masing-masing. Tidak ada pertanyaan ringan seperti “Bagaimana pekerjaanmu?” atau “Ada rencana makan malam?” Bahkan keberadaan Sean di apartemen itu hampir tidak terasa. Sepatu-sepatunya rapi, tidak berserakan. Handuknya digantung rapi, tidak pernah menggantung di luar kamar mandi. Bahkan suaranya nyaris tidak pernah terdengar kecuali saat menjawab singkat. Namira memperhatikan semua itu dengan kesadaran yang tak pernah ia akui.

Sore itu, Namira baru pulang dari pertemuan dengan klien di Senayan ketika ia bertemu dengan salah satu tetangganya di lobi apartemen, Bu Retno, wanita paruh baya yang suka memantau urusan orang lain lebih dari hobi berkebunnya.

“Bu Namira, apa kabar?” sapa Bu Retno dengan senyum ramah yang sedikit terlalu dibuat-buat.

“Baik, Bu. Terima kasih,” jawab Namira sopan.

“Saya lihat Bapak sering keluar pagi-pagi bawa tas selempang. Masih aktif ya kerja?”

Namira terdiam sepersekian detik sebelum tersadar siapa yang dimaksud.

“Ah… ya. Dia masih bekerja.”

“Wah, suami yang mandiri. Tapi kerja apa ya kalau boleh tahu?”

Namira menarik napas pelan.

“Dia kurir, Bu. Masih melanjutkan pekerjaannya sebelum… sebelum kami menikah.”

Ekspresi Bu Retno berubah sedikit.

“Oh… menarik ya. Tetap rendah hati meski jadi suami CEO. Jarang ada pria yang begitu.”

Namira tersenyum tipis, tapi di dalam dirinya bergolak. Setiap interaksi kecil seperti ini menggores harga dirinya yang selama ini dibangun di atas kemandirian dan kontrol. Ia tak pernah merasa perlu menjelaskan kehidupannya kepada siapa pun. Tapi pernikahan ini mengubah banyak hal termasuk persepsi orang lain terhadap dirinya.

Malam itu, saat ia melewati lorong menuju dapur untuk mengambil air, ia melihat Sean duduk di balkon. Di depannya, satu cangkir teh hijau yang masih mengepul, dan buku kecil bersampul kulit tua yang tampak sudah lusuh.

Namira berdiri sejenak di ambang pintu, tidak tahu harus menyapa atau kembali ke kamarnya. Akhirnya, ia memutuskan untuk melangkah perlahan ke dapur, berharap langkahnya tidak mengusik keheningan.

“Silakan, air panasnya masih ada,” suara Sean terdengar, tanpa menoleh.

Namira sedikit terkejut, tapi tetap menjaga sikap.

“Terima kasih,” balasnya, datar.

Ia mengambil air dan berdiri beberapa detik di sana, sebelum akhirnya melangkah keluar. Tapi sesuatu menahannya di tengah jalan.

“Apa yang kamu baca?” tanyanya, mencoba terdengar netral.

Sean menutup bukunya perlahan dan menoleh.

“Kumpulan esai Milan Kundera.”

Namira mengangkat alis.

“Kamu suka sastra?”

“Saya tidak membacanya untuk gaya. Saya hanya mencari pemahaman tentang absurditas hidup,” jawab Sean tenang.

Namira tidak tahu harus membalas apa.

“Jarang ada kurir yang mengutip penulis Ceko,” komentarnya akhirnya, setengah menyindir.

Sean menatapnya, tapi tetap tersenyum.

“Saya tidak mengutip. Saya membaca. Mungkin itu bedanya.”

***

Keesokan harinya, Namira bersiap untuk acara gala dinner perusahaan. Ia mengenakan gaun satin biru tua, dengan potongan leher tinggi dan punggung terbuka. Rambutnya disanggul rapi, riasan sempurna. Nampak cantik dan mempesona.

Sean muncul di ruang tengah dengan setelan hitam sederhana dan dasi biru senada. Pakaian itu dipinjam dari wardrobe Adit, tapi entah bagaimana tetap tampak cocok di tubuhnya. Namira menatapnya singkat.

“Kamu tidak perlu ikut bicara. Hanya berdiri, menyapa, dan tersenyum.”

“Seperti patung lilin?”

“Lebih tepatnya, seperti suami yang tidak banyak bicara.”

Sean tidak menjawab, hanya mengangguk. Tapi sebelum mereka keluar pintu, ia berkata pelan.

“Kamu tidak harus merasa malu karena pekerjaan saya.”

Namira berhenti sejenak.

“Bukan malu. Lebih ke… tidak siap menjelaskan kontradiksi.”

Sean mengangguk lagi.

“Saya mengerti. Tapi kadang, orang yang paling bertentangan dengan kita justru yang membuat kita menurunkan dinding.”

Namira menoleh cepat, tapi Sean sudah melangkah ke depan.

Acara gala berjalan lancar. Mereka tampil sebagai pasangan yang ‘unik’, namun mengundang banyak pujian. Banyak yang memuji sikap Sean yang sopan, dan kesan bahwa Namira telah memilih pasangan yang “membumi.”

Sepulangnya, mereka naik lift tanpa bicara. Hanya suara lift dan lampu indikator yang menyala.

Saat pintu terbuka, Namira bertanya, “Apa kamu nyaman menjalani ini?”

Sean menoleh.

“Nyaman bukan kata yang relevan. Tapi saya tahu posisi saya.”

“Kalau kamu bisa memilih, apa kamu akan tolak tawaran ini?”

Sean menatap matanya, lalu menjawab pelan.

“Kalau saya tidak butuh biaya pengobatan untuk ibu saya, saya akan tetap tolak. Bukan karena kamu, tapi karena saya tidak percaya pada kompromi yang melibatkan harga diri.”

Namira terdiam. Jawaban itu menampar egonya, tapi juga membangkitkan rasa… penasaran.

Beberapa hari kemudian, Namira mendapati Sean sedang menolong petugas kebersihan apartemen mengangkat galon air. Ia tidak sadar sedang diperhatikan. Namira berdiri dari jauh. Tatapannya tak lagi sinis. Ada sesuatu dari sosok itu ketenangan, keengganan untuk mencari perhatian, dan cara ia tetap berdiri teguh di tengah sistem yang tak memberinya tempat sejajar yang perlahan merobek stereotip dalam kepala Namira dan untuk pertama kalinya, dalam waktu yang tak bisa ia tentukan, Namira mendengar suara hatinya bertanya:

Siapa sebenarnya pria ini?

Ia ingin tahu. Bukan karena perlu, tapi karena rasa ingin tahu yang tulus.

Di malam yang sunyi itu, di balik pintu kamarnya, Namira membuka laptop dan mulai mengetik sesuatu di mesin pencari:

“Sean Mahendra – kebakaran – video viral – kurir berani – asal dan latar belakang keluarga”

Jari-jarinya berhenti di tombol enter. Ia menatap layar beberapa detik. Lalu… menutup laptopnya.

Belum…. Ia belum siap tahu lebih banyak. Tapi untuk pertama kalinya sejak pernikahan itu, ia tak lagi merasa Sean hanya sebuah kontrak. Ia mulai melihat kemungkinan: bahwa mungkin, tidak semua batas harus dilanggar untuk merasa dekat. Kadang cukup dengan mulai bertanya.

1
NurAzizah504
jgn takut melawan kebenaran /Good/
NurAzizah504
/Determined//Determined//Determined/
NurAzizah504
semoga kalian baik2 saja
NurAzizah504
keliatan bgt sean benar2 yakin kali ini
NurAzizah504
eh eh eh
NurAzizah504
akhirnya /Sob/
NurAzizah504
bakalan menggemparkan bgt ini
NurAzizah504
mantap. kalo disebar, pasti bakalan cepat viral
NurAzizah504
awas kalo ninggalin nam nam lagi
NurAzizah504
syukurlah sean udh sadar /Sob/
NurAzizah504
meleleh aku, makkk
NurAzizah504
sen-sen mu itu lohhh
Author Sylvia
yang sabar ya sean, Namira itu banyak banget yang harus dipikirin.
kl kmu sayang ke Namira, kamu harus ekstra sabar dalam menyikapi Namira.
Author Sylvia
capek banget jadi Namira, keluarganya nggak ada yang peduli sama beban yang ada di pundaknya.
Riddle Girl
ceritanya keren, dari pembawaan, dan alur, bikin pembaca ikut merasakan suasana dalam cerita.
Kara: waah terimakasih sudah mampir dan mendukung ☺
total 1 replies
Riddle Girl
aku kasih bintang 5 ya, Thor. semangat nulisnya/Smile//Heart/
Kara: siap 👌
total 1 replies
Riddle Girl
mawar mendarat, Thor. ceritanya bagus/Smile/
Kara: terimakasih sekali dukungannya❤
total 1 replies
Riddle Girl
waahhh Namira yang biasanya tidak peduli kok bisa penasaran?/Grin//Chuckle/
Riddle Girl
mulut Namira sarkas juga yaa/Sob//Facepalm/
Riddle Girl
bener banget, mah ini. sampai ada kata "Lo cantik, Lo aman.", waduhh kasian orang-orang burik macam saya/Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!