Namanya Rahayu yasmina tapi dia lebih suka dipanggil Raya. usianya baru 17 tahun. dia gadis yang baik, periang lucu dan imut. matanya bulat hidungnya tak seberapa mancung tapi tidak juga pesek yah lumayan masih bisa dicubit. mimpinya untuk pulang ketanah air akhirnya terwujud setelah menanti kurang lebih selama 5 tahun. dia rindu tanah kelahirannya dan diapun rindu sosok manusia yang selalu membuatnya menangis. dan hari ini dia kembali, dia akan membuat kisah yang sudah terlewatkan selama 5 tahun ini, tentunya bersama orang yang selalu dia rindukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22_Phobia Raya
Hito membiarkan Raya terus menempel pada lengannya. Saat terdengar suara gemuruh gadis itu akan kembali memejamkan matanya dengan tangan yang mencengkram kuat tangan Hito. Sudah hampir sejam, Hito dan Raya duduk terdiam di sofa dengan pencahayaan dari lilin saja.
Raya tidak bisa memejamkan matanya meskipun waktu terus berjalan dan menunjukkan pukul dua dini hari. Untung saja gadis itu tidak lagi berteriak seperti awal awal, Raya hanya tersentak kaget saja saat mendengar suara gemuruh karena sekarang sudah ada Hito disampingnya.
" Gue laper," Cicitnya takut menatap pada Hito. Udara yang dingin membuat perutnya terasa lapar, membutuhkan makanan yang dapat menghangatkan tubuhnya juga.
" Pengen makan," Ucap Raya kembali. Matanya kembali melihat kearah sekitar, dimana hanya ada kegelapan karena lampu belum juga menyala.
" Namanya juga laper ya otomatis pengen makan. Kalo ngantuk ya tidur. Dasar dodol." Raya merengut setelah mendapatkan satu sentilan pada keningnya. Di luar sana masih hujan deras, membuat gemericik yang menenangkan sekaligus menyeramkan bagi Raya.
Nathan ingin bangkit namun tangannya yang di tahan oleh Raya membuat pria itu kembali duduk " Katanya laper?"
" Tapi gue takut,"
" Terus takut sama laper apa hubungannya? Lagi takut takut gini juga lo masih sempetnya laper." Balas Hito mencibir.
" Ya manusiawi kalo laper mah, emang lo nggak pernah laper apa? Udah deh jangan debat, perut gue makin keroncongan." Ucapnya memberitahu.
" ya terus ngapain nih tangan lo nyantel di tangan gue mulu? Yaudah lepasin, gue mau nyari makanan ke dapur."
" Ikut ya," ucapnya meminta izin, Matanya yang hitam masih mampu menatap netra jernih milik Hito.
" Lo kan punya kaki ya tinggal jalan aja Gendut. Masa iya gue harus gendong lo? Lo itu berat." Ucap Hito seraya meninggalkan-nya. Gadis itu bergegas menyusul, berpegangan pada ujung bajunya takut di tinggalkan oleh Hito dari kegelapan.
" Lo udah kaya anak ayam aja deh, Bisa nggak lo duduk gue yang masak mienya?" Kini Mereka tengah berada di dapur, memanfaatkan persediaan makanan yang memang Raya beli lebih banyak dan dia simpan. Memasak mie instan menjadi pilihan Hito, selain mudah makanan itu sangat nikmat di nikmati saat hujan seperti saat ini.
" Gue takut."
" Ya tapi nggak gini juga kali. Lo mau ketumpahan air panas, Enggak kan?Mangkanya lo duduk aja di meja makan!" Ucap Hito memerintah.
" Nduuttt," Hito membalikkan tubuhnya sehingga dada bidangnya itu bertabrakan dengan tubuh mungil Raya " Duduk!" Akhirnya Raya menurut. Mereka berbagi lilin satu sama lain, dengan Hito yang masih berkutat memasak makanan ala anak kosan.
" Lo niat banget nyetok mie sebanyak itu. Lolipop juga, lo mau mati muda huh? Kurang kurangin makan yang kaya ginian. Nggak bisa apa lo makan buah atau sayuran yang bermanfaat buat tubuh lo?" Hito menghampiri Raya duduk dengan dua porsi mie yang sudah dia masak tadi.
Raya tak menjawab justru gadis itu segera menikmati Mie yang aromanya saja sudah membuat cacing di perutnya kembali demo. Raya menghirup aroma mie itu, lalu senyumnya mengembang. Kapan lagi coba Hito mau bikinin mie buat dia? Mungkin saat ini otak pria itu sudah lurus. Pikir Raya terkekeh dalam hati.
" Jangan senyum senyum, Muka lo nyeremin." Celetuk Hito di tengah tengah menikmati mienya. Raya menoleh menatap pada Pria yang duduk tepat di depannya.
" Lo banyak omong." Tukas Raya membuat Hito menghentikan kunyahan pada mulutnya. Kunyahan itu mulai kembali bergerak namun dengan tempo yang sangat pelan. Mata hitam nan jernihnya masih bisa menangkap jelas wajah sosok gadis yang ada di depannya itu. Dia terdiam sejenak, menatap Raya yang tak sadar kalau saat ini tengah di perhatikan.
" Jangan sering sering makan mie instan nggak baik buat kesehatan Lo. nanti gue minta Mbok Jum masakin buat lo juga."
Uhukkkk
Raya tersedak saat indra pendengarannya itu mendengar perkataan dari mulut Hito. Wajahnya menoleh menelisik setiap sudut wajahnya yang tersinari dari cahaya lilin. Bulan sabit itu terukir, menarik kedua sudut bibirnya kearah berlawanan.
" Makasih ya, lo udah peduli sama gue." Raya kembali memakan mienya, senyumnya kembali mengembang saat Hito masih menatap kearahnya.
Gerimis sisa hujan semalam masih tersisa sampai sekarang. Raya membuka matanya perlahan, mengumpulkan kesadarannya secara penuh. Pertama kali yang dia lihat adalah wajah tenang milih Hito, mata yang terpejam dengan bulu mata lentiknya. Mereka tidur di ruang tamu, duduk di permadani dengan kepala yang mereka sandarkan pada sofa sebagai bantal.
" Good morning Cung." Raya tersenyum, menyingkirkan poni Hito yang jatuh tepat pada mata pria itu. Dia mengambil selimut yang menyelimuti tubuhnya, lalu dia pakaikan pada Hito yang masih tidur. Raya mulai bangkit menyiapkan sarapan untuk mereka. Dia akan membuat salad, roti bakar dan susu cokelat hangat untuk mereka sarapan nanti.
Hito mulai membuka matanya saat sebuah tangan mengguncang bahunya. Dan setelah dia membuka matanya, wajah segar Raya dengan setelan seragamnya yang pertama kali dia lihat.
" Ndutt," Hito mengucek matanya, menguap sebentar sebelum dia kembali menatap gadis itu lagi.
" Gue ketiduran?"
"Bukan tidur lagi tapi ngorok." Jawab Raya disertai kekehan " Nggak gue bercanda kok, bangun lo udah siang nih." Titah Raya agar pria itu segera bersiap juga.
" Orang masih gelap juga." Balas Hito yang ingin kembali tidur. Raya segera menarik kerah leher belakang pria itu membuat Hito kembali terduduk " Apa lagi?"
" Liat noh jam," Tunjuknya pada jam dinding " Dibilangin udah siang ngeyel banget sih, Di luar itu mendung mangkanya gelap."
" Iya bawel." Gerutu Hito mengubah posisinya menjadi duduk di sofa
" mau kemana lo?" Tanya Raya saat melihat Hito hendak menuju pintu utama" katanya udah siang? Ya balik lah, Mau siap siap gue."
" Noh seragam lo udah dibawain pak Joko kesini." Hito mengerutkan keningnya " Gue yang minta, udah sana siap siap, gue tunggu lo disini." Setelah berhasil mendorong Hito kedalam kamar mandi, Raya menunggu pria itu di meja makan untuk sarapan bersama.
Gerimis di pagi hari dengan matahari yang malu malu untuk nampak. Meskipun tidak ada cahaya hangat darinya namun sikap hangat dari Hito sudah membuat harinya cerah.
Tuhan apakah ini jawaban dari semua doa doanya?
Meskipun harus menelan pil pahit terlebih dulu tapi akhirnya Raya dapat merasakan madu dari kesabarannya. Entah sesaat atau selamanya Raya tidak peduli, yang dia pikirkan saat ini adalah sikap Hito padanya tadi malam sungguh itu sangat menyentuh hatinya.
Hati pria itu masih berfungsi, dia masih memperdulikan Raya meskipun dia selalu menatap tidak suka padanya. Pria itu yang tak lain adalah Hito apakah dia mulai berubah?
Mata Raya teralihkan, dia menatap pada pria yang baru saja ikut bergabung bersamanya. Tepat di depannya, Hito duduk dengan setelan seragamnya dengan rambut yang masih sedikit terlihat basah dan berantakan karena belum disisir. Tapi ketampanan Hito bertambah berkali lipat saat seperti itu.
" Nah kalo gini lo lebih ganteng," Raya menyisir rambut Hito dengan jari tangannya. Merapikannya sedikit sehingga penampilan pria itu terlihat sempurna. Raya menyunggingkan senyumnya membuat kedua sudut bibir Hito berkedut dan ikut tersenyum.