Safira Maharani hanyalah gadis biasa, tetapi nasib baik membawanya hingga dirinya bisa bekerja di perusahaan ternama dan menjabat sebagai sekretaris pribadi CEO.
Suatu hari Bastian Arya Winata, sang CEO hendak melangsungkan pernikahan, tetapi mempelai wanita menghilang, lalu meminta Safira sebagai pengantin pengganti untuknya.
Namun keputusan Bastian mendapat penolakan keras dari sang ibunda, tetapi Bastian tidak peduli dan tetap pada keputusannya.
"Dengar ya, wanita kampung dan miskin! Saya tidak akan pernah merestuimu menjadi menantu saya, sampai kapanpun! Kamu itu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI, dan kamu tidak akan pernah menjadi ratu di istana putra saya Bastian. Saya pastikan kamu tidak akan merasakan kebahagiaan!" Nyonya Hanum berbisik sambil tersenyum sinis.
Bagaimana kisah selanjutnya, apakah Bastian dan Safira akan hidup bahagia? Bagaimana jika sang pengantin yang sebenarnya datang dan mengambil haknya kembali?
Ikuti kisahnya hanya di sini...!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
...***...
Safira tidak peduli lagi, dirinya dikatakan sebagai menantu durhaka, atau apapun itu. Akan tetapi, dia juga tidak akan tinggal diam apabila selalu ditindas tanpa tahu apa kesalahannya. Jika memang kesalahannya hanya karena Bastian menikahinya, toh itu bukan salahnya juga.
Bastian tercengang sambil menatap Safira. Dia tidak menyangka istrinya berani meneriakkan kata hatinya. Namun dalam hati dia merasa bangga karena Safira bukanlah wanita lemah yang hanya akan diam saja bila ditindas. Lalu dia pun tersenyum penuh arti.
"Kur*ang a*jar...!" Nyonya Hanum tentu saja tak terima, beliau maju selangkah dan siap melayangkan tangannya, tetapi Bastian dengan sigap menahan tangan maminya, dan memasang badan di depan Safira, agar sang ibu tidak menyakiti istrinya.
"Cukup, Mi! Jangan pernah sakiti istriku lagi!" sergah Bastian.
"Aku rasa, apa yang dikatakan Safira ada benarnya juga."
"Bastian...! Jadi kamu lebih membela perempuan kampung yang miskin itu daripada mami?"
"Aku bicara kenyataan, Mi. Lagipula apa salah Safira, sehingga Mami membencinya dengan membabi-buta?" tanyanya dengan kesal.
"Membencinya tidak perlu alasan, karena hanya dengan melihat wajahnya saja sudah membuat mami merasa muak!" Nyonya Hanum berkata sarkas, lantas menghentakkan kakinya dan meninggalkan ruangan Safira dengan mulut komat-kamit, entah mantra apa yang dibacanya.
"Astaghfirullah al'adzim...!" Bastian mengusap wajahnya dengan kasar. Ia benar-benar tidak habis pikir, kenapa maminya sangat membenci Safira.
Seketika timbul keinginan dalam hati Bastian, untuk menyelidiki ada kasus apa di balik kebencian maminya itu.
"Kamu---" Belum selesai Bastian ingin berucap, ia melihat Safira meringis menahan sakit dan terhuyung sambil memegangi perutnya.
Bastian dengan cepat menangkap tubuh Safira yang langsung limbung dalam dekapannya dan tak sadarkan diri.
"Safira...!" panggil Bastian panik sambil menepuk pipi Safira, tetapi tidak ada tanggapan.
Bastian langsung membopong tubuh Safira dan membawanya masuk ke dalam ruangannya. Kemudian membaringkannya di atas sofa. Ia berusaha untuk tidak panik mesti wajahnya jelas menampakkan kekhawatiran.
Reyhan yang kebetulan melihatnya, bergegas menyusul masuk ke dalam ruangan dan bertanya. "Tuan, apa yang terjadi dengan Safira?"
"Dia pingsan," sahut Bastian.
"Tolong kamu hubungi dokter klinik untuk datang kemari dan memeriksanya," perintahnya pada pada Reyhan.
"Baik, Tuan." Reyhan segera meraih pesawat telepon dan menghubungi dokter klinik perusahaan agar datang ke ruangan Bastian.
Sementara Bastian sendiri, kini sibuk mengoleskan minyak angin pada hidung serta menggosokkannya pada telapak tangan dan kaki Safira. Dia juga mengompres perut istrinya menggunakan botol kaca kecil yang telah diisi dengan air hangat.
"Safira...bangun, sayang! Jangan membuatku takut. Ayo, bangunlah!" Bastian menepuk pelan pipi Safira dan berkata dengan suara tercekat Airmatanya pun meleleh tanpa permisi.
Reyhan sang asisten, yang melihatnya hanya mampu berdiri diam di tempatnya tanpa kata, setelah menyelesaikan tugasnya menghubungi dokter klinik.
Kini tangan Bastian menggenggam dengan erat jemari tangan Safira. Sesekali dia meremasnya lalu mengecupnya berkali-kali, berharap sang istri segera sadar.
"Mana Dokter Faisal, Han? Mengapa lama sekali?" tanyanya pada Reyhan.
"Dokter Faisal sedang dalam perjalanan ke mari, Tuan," jawab Reyhan.
Dan tepat setelah Reyhan mengakhiri ucapannya, Dokter Faisal datang, lalu bertanya, "Ada apa, ini? Siapa yang sakit?"
"Tolong, kamu periksa! Aku tidak tahu tiba-tiba dia meringis kesakitan lalu pingsan," sahut Bastian
Kemudian Bastian menyingkir, dan memberi ruang pada Dokter Faisal agar bisa leluasa melakukan tugasnya dengan baik.
Dokter Faisal tampak mengernyit, saat memeriksa Safira, membuat Bastian menatapnya dengan rasa penasaran.
"Ada apa? Apa ada sesuatu yang serius?" tanya Bastian tidak sabar.
"Entahlah, setahuku...bukankah Nona Safira belum menikah? Tapi... kenapa bisa hamil?" jawab Dokter Faisal ragu-ragu.
"Apa...! Safira hamil...?" seru Bastian terkejut. Namun kemudian senyum merekah terbit dari bibirnya dan wajahnya cerah seketika, laksana bunga mekar di musim semi.
"Alhamdulillah...! Akhirnya harapanku menjadi kenyataan. Terima kasih, ya Allah. Akhirnya aku akan menjadi seorang ayah!"
Bastian begitu gembira dan langsung menghampiri Safira. Ia lantas menciumnya bertubi-tubi, lalu memeluknya dengan erat.
Apa yang dilakukan Bastian tentu saja membuat Dokter Faisal bingung, sebab setahunya istri Bastian adalah Dokter Farah, atau... Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya, lalu menatap ke arah Reyhan seakan meminta penjelasan.
Akan tetapi, Reyhan hanya tersenyum kikuk sambil menggosok tengkuknya, tanpa berniat untuk menjawab. Sebab bukan ranahnya untuk memberikan penjelasan, meski dirinya tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Safira adalah istriku, dia..." Lalu mengalir lah cerita dari mulut Bastian tentang apa yang terjadi pada hari menjelang pernikahannya.
Dokter Faisal mendengarkan cerita Bastian dan sesekali menganggukkan kepala. Memang pada saat pernikahan Bastian, ia juga datang memenuhi undangan, tetapi karena mempelai wanita mengenakan penutup wajah, maka dia tidak tahu siapa wanita di balik penutup wajah tersebut.
"Oke, kalau begitu selamat buat kalian berdua. Tapi agar lebih jelas, sebaiknya kalian pergi ke rumah sakit, setelah dia siuman. Temuilah dokter obgyn, untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut," saran Dokter Faisal.
"Semoga dugaanku benar adanya," sambungnya.
"Terima kasih, Sal. Aku pasti akan melakukannya," sahut Bastian.
Dokter Faisal kemudian pamit pergi, setelah menyelesaikan tugasnya, begitu pun dengan Reyhan. Pemuda itu pun mengikuti Dokter keluar dari ruangan Bastian.
***
"Dokter, bagaimana keadaan istri saya?" tanya Bastian setelah Dokter Daniah melakukan pemeriksaan terhadap Safira. Sungguh ia merasa penasaran.
Beberapa saat lalu, setelah Safira siuman, dia langsung membawanya ke rumah sakit. Dan di sinilah mereka berada sekarang, di dalam ruangan praktek dokter kandungan.
Dokter Daniah tersenyum, lalu mengulurkan tangannya pada Bastian, yang disambut dengan raut wajah kebingungan.
"Selamat ya, Tuan. Nyonya saat ini sedang mengandung dan usia kandungannya lima minggu," ucap Dokter Dania.
Bastian langsung tersenyum tak kalah lebar mendengar perkataan dokter kandungan tersebut. Dia lantas menoleh ke arah Safira yang tampak membelalakkan mata seraya menutup mulutnya tak percaya.
"Alhamdulillah... terima kasih, ya Allah. Akhirnya Engkau kabulkan doa hamba-Mu ini." Bastian begitu terharu hingga tak sadar ia meneteskan airmata.
Dihampirinya Safira lalu memeluknya dengan hangat dan penuh kasih sayang. "Terima kasih, akhirnya tumbuh benihku dalam rahimmu, Sayang. Terima kasih." Bastian menciumi Safira tanpa rasa sungkan, menyalurkan perasaan bahagianya.
Mereka keluar dari ruangan dokter kandungan, setelah Dokter Daniah memberikan resep dan nasehat terkait kehamilan dan Bastian mendengarkannya dengan antusias. Ia juga berjanji pada dirinya sendiri akan lebih ketat lagi menjaga dan melindungi Safira.
"Semoga dengan kehamilan ini, membuat hati mami menjadi lunak dan bisa menyayangimu," ucapnya penuh harap.
"Karena akan lahir buah cinta kita yang merupakan penerus keluarga nantinya." Bastian meraih tangan Safira dan mengecupnya dengan lembut.
"Bagaimana jika yang lahir nanti, tidak sesuai yang diharapkan?" tanya Safira pelan seraya menunduk dan meremat jemari tangannya.
"Percayalah padaku, apapun jenis kelamin anak kita aku tidak peduli. Aku akan tetap menyayanginya meskipun dia laki-laki ataupun perempuan," ujar Bastian yakin.
Sungguh, Safira tidak tahu harus men-diskripsi-kan perasaannya seperti apa. Dia mengelus perutnya sembari tersenyum kecil. Hatinya dilanda dilema.
Mereka meninggalkan halaman rumah sakit dan Bastian melajukan kendaraannya menuju mansionnya bukan apartemen.
Sesampainya di mansion, Bastian mengumpulkan para asisten rumah tangga dan ia berdiri di depan mereka sambil memeluk pinggang Safira dengan mesra.
"Saya kumpulkan kalian semua, karena ada kabar gembira yang ingin saya sampaikan pada kalian. Saat ini istri saya Safira tengah hamil..."
"Apa...! Perempuan kampung yang miskin itu hamil?"
***
Kalian pasti tahulah ya siapa yang bicara...
Bersambung...
Takut banget kalau Bastian tetap harus menikahi Farah.
Semoga Bastian bisa tegas dan Safira enggak menyerah dengan pernikahan mereka😔😔