NovelToon NovelToon
Misteri Kampung Ibu

Misteri Kampung Ibu

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / spiritual / Iblis / Kumpulan Cerita Horror / Roh Supernatural / Tumbal
Popularitas:73k
Nilai: 4.8
Nama Author: Byiaaps

Peraturan aneh yang ada di kampung halaman mendiang ibunya, membuat Maya dan Dika harus mengungkapnya.

Mereka seakan diminta oleh para tak kasat mata itu untuk membuka tabir kebenaran, akan adanya peraturan tak boleh keluar masuk desa saat hari mulai gelap.

Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana kisah pasutri ini saat mendapat gangguan para tak kasat mata?

Baca secara runtun tanpa lompat bab agar dapat memahami dengan baik ya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Byiaaps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Setelah Dika meminta Dio untuk menghancurkan cincin itu dan menguburnya lalu menyiramkan air garam yang sudah didoakan, Dio harus menghadap kepolisian untuk menjadi saksi kematian Roni.

Menenangkannya, Dika meminta agar Dio tak gugup saat menjawab pertanyaan dari polisi, karena memang bukan dia pembu**hnya. Roni jatuh sendiri, yang bisa dibuktikan dari CCTV, bahwa Dio tak mendorongnya, justru Dio membantu dengan memanggilkan penjaga rumah untuk menolong Roni. Hanya saja, Dio tetap mengaku takut saat mulai wawancara.

Saat CCTV diputar di hadapannya, betapa terkejutnya Dio, ketika video diputar, tak ada dirinya saat Roni terjatuh. Padahal, ia berada di sampingnya kala itu. Hingga polisi mulai bertanya padanya satu per satu pertanyaan yang harus Dio jawab.

“Di mana Anda saat kejadian? Kenapa Anda bisa tahu bahwa saudara Roni tercebur ke dalam kolam?”

“Awalnya saya memang sudah berjanjian dengan Mas Roni untuk melihat rumah. Ketika saya datang, Mas Roni sudah tercebur. Saya mendengar suara minta tolong darinya, sehingga saya langsung menuju sumber suara di TKP, tapi saya tak berani mendekat. Saya lihat beliau sudah menggerakkan tangannya ke atas untuk meminta tolong. Karena saya panik dan tidak bisa berenang, saya segera mencari bantuan,” jelas Dio sedikit berbohong.

Hingga pertanyaan-pertanyaan lain dijawabnya, Dio menghadap polisi sampai 1 jam lamanya, sebelum akhirnya ia diizinkan pulang.

Selama di jalan, ia tak henti keheranan, saat CCTV yang ditampilkan begitu berbeda dengan kejadian aslinya. Meski ada rasa syukur dari dalam dirinya, ia tak perlu menjelaskan tentang peminjaman cincin itu. Tapi, tetap ganjil rasanya.

Setelah kejadian itu, Dio tak lagi mengalami gangguan apa pun, hanya sesekali saat malam di mana ia baru saja tiba dari kantor, ia ditampakkan sosok perempuan yang menyengir ke arahnya, saat melihat kaca spion motornya.

"Iya, aku akan segera menyerahkan diri besok, pergiii!"

***

“Pak, semua sawah mengering, Pak,” lapor salah satu pekerja Pak Kades.

“Pak, perkebunan juga gagal panen. Kita rugi besar lagi, Pak,” lanjut pekerja yang lain.

Beberapa warga berbondong-bondong datang ke rumah Pak Kades untuk melaporkan hal yang sama, mengenai lahan garapan mereka.

Pak Kades yang masih enggan keluar, hanya diwakilkan oleh anak buahnya, untuk menenangkan warga.

“Tenang, tenang, yang namanya usaha pasti ada surutnya. Tenang dulu ya, upah kalian akan tetap dibayar,” ujar anak buahnya.

Dika yang saat itu tengah berjalan-jalan, melihat rumah Pak Kades begitu ramai. Ia pun melanjutkan perjalanan untuk pulang ke rumah. Tak sengaja, ia bertemu dengan Pak Bahar, suami Bu Siti.

“Assalamualaikum, Pak,” sapa Dika menganggukkan kepalanya.

Pak Bahar pun menyambut sapaannya dengan hangat, hingga mereka berjalan beriringan menuju rumah mereka yang searah.

“Tadi saya lihat rumah Pak Kades ramai didatangi warga, ada apa ya, Pak?” tanya Dika penasaran.

“Oh, mungkin mereka protes karena lahan garapan mereka kering dan gagal panen, setelah selama 10 tahun ini, mereka menikmati panen yang tak pernah gagal. Saat ini seharusnya panen mereka juga melimpah,” jawab Pak Bahar santai.

Ia kemudian menjelaskan bahwa sebagian besar bahkan hampir seluruhnya, sawah dan kebun di desa ini milik Pak Kades. Pak Kades yang membeli dari warga, sehingga sebagian besar warga di sana adalah pekerjanya. Tak hanya itu, Pak Kades juga memiliki toko sembako terbesar di kampung ini. “Tapi, dia tidak bisa membeli kebunku, karena waktu itu aku menolak untuk dibeli. Mungkin karena hanya seuprit, jadi dia tak mempermasalahkannya, tidak seluas lahan milik ibu mertuamu.”

Dika pun mengernyitkan dahinya tanda tak paham.

Pak Bahar kemudian menceritakan perkara yang timbul dari orang tua Bu Tri dengan keluarga Pak Kades. Eyang dan kakung Maya itu awalnya menolak lahan sawahnya dibeli oleh keluarga Pak Kades, termasuk Bu Tri juga. Karena mereka orang terpandang, orang tua Pak Kades tak mau mengusik lagi agar nama keluarganya tak tercoreng. Hingga perlahan, saat eyang dan kakung Maya meninggal, keluarga Pak Kades mengambil alih semuanya dengan kelicikan mereka. Padahal, sawah itu adalah warisan untuk Bu Tri, ibu mertuamu.

“Apa ibu diam saja saat tahu hal itu?” tanya Dika ingin tahu.

“Tentu tidak. Ia sempat melabrak dan memaki Pak Kades, hingga tak lama ibu mertuamu sempat dibuat sakit olehnya. Setelah sembuh, ayah mertuamu membawa ibu mertuamu ke Jakarta setelah mereka menikah, dan merelakan sawahnya diambil hak oleh orang lain. Ayah mertuamu orang yang baik dan tidak suka permusuhan, jadi tidak mau ada ramai-ramai apalagi soal harta. Biarkan saja katanya, biar nanti yang mengambil kena tulahnya sendiri,” ungkap Pak Bahar.

Dika merenung, mulai paham mengapa ibu mertuanya pernah berpesan pada sang istri untuk tak lagi mengunjungi kampung halaman ibunya. Itu juga lah yang membuat selama ini, ketika ibu Maya pulang kampung, ia tak pernah mau menginap dan hanya berziarah lalu pulang. Dika pun menanyakan kebenaran dugaannya ini pada Pak Bahar.

“Betul, Nak. Karena ibumu dendam pada Pak Kades dan sangat membencinya, jadi ia juga tak sering pulang ke sini. Kalau pun ke sini hanya ziarah saja ke makam orang tuanya dan mampir ke rumah lalu pulang lagi ke Jakarta,” tutur Pak Bahar.  

Dika pun kembali menanyakan tentang kekuasaan Pak Kades yang memiliki banyak uang untuk membeli lahan warga, karena yang ia tahu, pekerjaannya hanya sebagai Kades.

“Nanti kamu juga akan tahu sendiri. Yang penting, jaga dirimu juga istrimu. Jangan lupa untuk selalu mengaji dan sembahyang, minta perlindungan dari Gusti Allah,” jawab Pak Bahar tersenyum, lalu melanjutkan perjalanannya menuju rumahnya.

...****************...

1
Nur Bahagia
🤣
Nur Bahagia
walahh kok mati nya gampang banget si roni.. aturan di teror dulu sampe kejang2 😅
Nur Bahagia
Alhamdulillah dibantuin pak kyai 🤩
Nur Bahagia
jangan2 arwah nya keluarga pak slamet yg bantuin Dika untuk neror dio
Nur Bahagia
jangan2 mereka yg meninggal kaku di jadiin tumbal sama pak kades 😱
Nur Bahagia
😱😭
Nur Bahagia
kasian banget.. sendirian, bu siti juga udah ga ada 🥺
LILIANI LATIF
Luar biasa
LILIANI LATIF
Biasa
Nur Bahagia
tuh kan jahat
Nur Bahagia
sadis banget 😱
Nur Bahagia
Dika apes bener.. diliatin penampakan 2 langsung 😅
Nur Bahagia
jiaakhh pak spv ganggu orang lagi ngegosip aja 😁
Nur Bahagia
jangan2 pak kades nya jahat ini
Nur Bahagia
bagus nih cara berfikir nya Dika.. 👍
Nur Bahagia
wuahh ngagetin 😱
Cahaya
Luar biasa
Lina Suwanti
kasihan Agung.....
Lina Suwanti
mampir,, penasaran sm ceritanya setelah baca prolog..... saya suka cerita genre horor/misteri walau bacanya agak ngeri² sedap😃
yani prihastuti
/Drool/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!