Istriku Canduku 2

Di negara yang berbeda, Rama gelisah. Sejak pulang dari Singapura, Rama tak lagi konsentrasi bekerja. Banyak job yang ia tolak. Hal itu membuat teman-teman satu firmanya merasa jengkel.

“Ram, lo move on donk.” Ucap salah satu teman Rama yang bernama Doni, ketika ia masuk ke dalam ruangan itu tiba-tiba.

“Ah, lo ngga tau rasanya.” Jawab Rama.

“Yah, salah lo juga, waktu dia ada di tangan lo, lo sia-siain. Sekarang dia udah mau jadi milik orang, lo uring-uringan. Gimana sih lo? Pusing gue.”

Rama terdiam. Memang benar dengan apa yang di ucapkan Doni. Ketika Sari ada dalam sisinya, ia lebih sering mengabaikan Sari, hingga Sari yang lebih sering menelepon duluan, atau mendatangi kantor Rama, jika pria ini tak ada kabar.

“Abis kadang gue kesel, Don. Dia itu kuno banget. Dia ngga pernah mau gue sentuh.” Keluh Rama.

“Ya, karena dia cewek bener, Ram.”

Rama baru menyadari, ia mengangguk.

“Gue nyesel banget, Don.”

“Terus apa rencana lo sekarang?” Tanya Doni.

Rama Menggeleng. “Ngga tau. Gue udah ngga bisa ngegapai dia lagi, Don.”

“Ya udah kalau gitu, tunggu jandanya aja.” Ucap Doni asal.

“Sial*n lo.” Rama melempar pulpennya ke arah Doni. Namun dengan cepat Doni menghindar dan pergi dari ruangan itu sambil tersenyum meledek.

****

“Wah ayam bakar.” Sari menggosok kedua telapak tangannya, saat berada di dapur.

“Iya, ini khusus untuk kamu. Kata nak David, kamu lagi pengen ayam bakar dan sambel buatan ibu.” Ujar Ratih.

Lalu, Sari memeluk tubuh sang ibu. “Terima kasih, Bu. Memang ibu the best. Selalu tau yang Sari mau.”

“Bukan ibu, tapi ini semua di siapkan nak David. Ibu mah Cuma ngulek doank.” Jawab Ratih santai.

“Ibu sepertinya sudah kepincut pria bule itu ya? Sama seperti Ardi.” Kata Sari cuek, sambil mengucah makanan yang sudah matang di depannya.

“Memangnya kamu enggak? Lama-lama juga kamu yang suka sama tuh bule.”

Sari mencibir perkataan Ratih. “Biasa aja tuh.”

“Sombong.” Ucap Ratih meledek.

“Nak David itu udah guanteng, baik, mapan lagi.”

“iya deh, guanteng kaya sekuteng.” Sari masih mencibir perkataan sang ibu.

“Ih, di bilangin ngeyel, dasar!” Ratih menepuk bokong putrinya. Lalu Sari setengah berlari menghindari sang ibu.

Akhirnya, Teguh keluar dari kamar, ia duduk di meja makan. Di sana sudah ada David, Sari, Ratih, dan Ardi.

Nur, membawakan makanan ke meja makan. Suasana hening, tak ada satu pun yang memulai bicara saat Teguh tiba, padahal sebelumnya mereka saling bercengrama dan tertawa. Ulah Ardi dan Sari yang seperti Tom and Jerry, membuat David selalu mengulas senyum, di tambah Ratih yang terkadang ikut mengompori pertengkaran Ardi dan Sari dengan membela salah satunya.

“Setelah akad nikah selesai. Ayah akan pulang. Ardi besok ikut ayah pulang. Ibu tetap di sini.” Ucap Teguh, membuat semua yang ada di meja itu menghentikan aktifitasnya.

“Yah, Ayah. Ardi besok mau jalan-jalan dulu sebentar. Lusa saja kita pulangnya, Yah. lagi pula ayah kan di beri cuti tiga hari.” Jawab Ardi merengek.

Namun, Teguh tetap diam dan tetap melanjutkan makannya. Sementara David pun sama, ia tetap tenang sambil memasukkan makanan ke mulutnya perlahan.

“Saya akan siapkan untuk tiket ayah pulang besok.” Ucap David dan langsung di angguki Teguh.

“Tapi, Yah. ibu masih banyak urusan di rumah. Ibu belum bayar arisan RT, arisan RW, terus ibu belum pamit sama ibu-ibu pengajian. Ibu kan bendahara di sana, Yah, masa tiba-tiba pergi begitu aja.”

Teguh menghentikan aktifitasnya. “Itu bisa di atur, Bu. Ibu tinggal tulis apa saja yang harus di kerjakan. Nanti, ayah yang lakukan.”

Ratih menarik nafasnya kasar. Suaminya memang keras kepala, sama seperti Sari. Jika sudah mengambil keputusan, tidak bisa lagi di negosiasi. Hanya Sari yang bisa mengubah keputusan sang ayah. Teguh bisa mengubah keputusannya, jika Sari merengek, hingga menangis.

****

Beberapa jam kemudian, hari yang di nanti telah tiba.

Salsa, sudah berada di kamar Sari. Ia melihat Sari yang tengah di dandani.

Di luar sana, Syekh Ahmad pun telah tiba. Ia yang akan menikahkan menjadi penghulunya. Sementara semua surat-surat sudah ada di tangannya.

“Syekh, jadi saya tidak boleh menyentuhnya setelah ini? Walau kami sudah sah menjadi suami istri?” Tanya David, mengingat perkataan Teguh kemarin.

“Memang hal ini ada beberapa pendapat, karena islam memiliki beberapa ulama besar yang fatwa nya di jadikan dasar sebagai landasan. Untuk saya yang menganut mahzab sebagian negara muslim di Asia, mengatakan pernikahan ini sah, dan kamu boleh menggauli istrimu karena memang janin yang di kandung istrimu adalah milikmu, dari benihmu. Keculi jika kamu menikahi wanita yag sudah hamil dari benih orang lain, maka kamu tidak boleh menggauli, karena haram hukumnya menyirami air yang bukan tanamannya.” Jawab Syekh Ahmad panjang lebar.

David mengangguk. Ia mencoba mencerna setiap perkataan pria paruh baya yang kini menjadi guru spiritualnya. Memang ini adalah keputusan tergila dalam hidupnya. Namun, entah mengapa justru ia jauh lebih tenang dan bahagia.

“Tapi, jika memang ayah mertuamu ingin lebih berhati-hati dan memintamu untuk ijab qobul setelah melahirkan, itu pun tak apa. Turuti saja, mungkin dia memiliki pemahaman yang berbeda. Namun, tetap semuanya baik.” Ujar pria paruh baya yang menegnakan gamis putih itu.

“Hai, Bro.” Sapa Brian yang muncul dari pintu.

David menghampiri sahabatnya. Mereka berpelukan khas pria. Tak lama kemudian, Rey pun datang. Berbeda dengan Brian yang di temani dengan sang istri, Rey hanya datang sendiri.

“Mana mempelai wanitanya?” Tanya Sasha.

“Ada di kamar.” David menunjuk arah kamar Sari dari kejauhan.

Lalu, Sasha berpamitan untuk menemui Sari.

David melihat Teguh yang sedang berbincang dengan Syekh Ahmad. Ia berharap cara pandang Teguh tidak sesaklek sebelumnya, karena ketika Sari sudah menjadi istrinya, tidak mungkin ia tahan untuk tidak menyentuhnya.

Ceklek..

Sari menoleh ke arah suara pintu yang terbuka, di sana terlihat Sasha. Ia terkejut melihat wanita yang merupakan mantan rival bosnya di butik dulu. Walau Sari pun tahu bahwa saat ini Sasha sudah menikah dengan teman Mario yang lain, dan sudah memiliki anak.

“Hai, Sari. Apa kabar?” Sasha mengulurkan tangannya.

“Ba..ik.” Jawab Sari terbata-bata.

“Aku ngga nyangka, kita bisa bertemu lagi. Akhirnya pria seperti David menemukan tambatan hatinya.” Sasha tersenyum.

“Maksudnya?” Tanya Sari bingung.

“David lebih dekat dengan Brian dan Brian sudah cerita tentang kalian. Aku pernah menjadi korban perkosaan. Tapi kamu jauh lebih beruntung, karena pria yang memperkosamu sangat bertanggungjawab.”

Sari menutup mulutnya. Ia tak menyangka bahwa wanita secantik dan seanggun Sasha pernah mengalami kekerasan seksual.

“Aku yakin, David akan menjadi suami dan ayah yang baik. Terimalah dia, Sari!” Ucap Sasha.

Sari terdiam.