Menjadi janda bukanlah sebuah pilihan bagiku,
Tahun pun telah berlalu dan waktu telah menjawab segala perbuatan seseorang.
Cinta itu datang kembali namun tidak sendiri, suamiku yang telah mencampakkan diriku dengan talak tiga yang ku terima secara mendadak. Kini Dia datang kembali di saat sebuah cinta yang lain telah menghampiri diriku yang sebenarnya telah menutup hati untuk siapapun..
Siapa yang harus aku pilih? Sedangkan hati ini masih ragu untuk melangkah kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima Rhujiwati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Kedua Kali
POV Ayah Dengan Dokter Dian
Pagi hari sudah bukan hal biasa lagi dokter Dian, mendatangi rumah Lintang dan berbincang-bincang dengan ayah Lintang.
Karena merasa tidak ada kepentingan dengan dokter Dian, maka Lintang pun bergegas menuju tempat kerjanya setelah menyediakan teh hangat atau makanan kecil untuk teman berbincang-bincang mereka berdua.
"Nak Dian! Bukan bapak melarang atau tidak menyetujui nak Dian untuk lebih dekat dengan putriku, Lintang,"
"Tapi.... Lintang pernah tersakiti, bisa saja dia masih trauma dan cucuku adalah korban ketidakharmonisan rumahtangga mereka, jadi! Semua harus nak Dian kaji ulang,"
"Dalam segi pendidikan, putriku hanyalah seorang wanita yang saat ini sedang bangkit dari keterpurukan dan berusaha untuk tahap belajar kembali, dia bukan wanita karier dan sejajar dengan harapan pria kalangan atas,"
"Saya tidak ingin luka Lintang kembali terjadi, tapi semua ini tergantung bagaimana nak Dian menyikapinya."
Ayah Lintang yang tegas dalam hal ini, dan lebih berpengalaman tentu saja akan membangun benteng untuk Lintang dan Shasy cucunya.
"Mungkin dek Lintang bukan kekasih pertama saya pak, namun terluka hingga meninggalkan sayatan paling dalam mungkin antara saya dengan dek Lintang sama-sama pernah merasakan, hanya saja status kami berbeda posisi," Dokter Dian berusaha tetap menyakinkan ayah Lintang dengan pendapatnya.
"Saya tidak berharap banyak dengan kondisi Lintang sekarang, nak Dian! Akan tetapi saya sangat menjaga jiwa cucu saya yang masih sangat belia dan dalam masa pertumbuhannya."
Kembali ayah Lintang memberikan gambaran kepada dokter Dian dan hal yang mungkin saja paling buruk dalam keseharian Lintang.
"Izinkan saya menerima, dan mendapatkan hati dek Lintang, saya akan memberikan yang terbaik untuk Shasy,"
"Jalani saja dulu nak Dian, keputusan semua ada pada Lintang saya sebagai orang tua hanya bisa memberikan dukungan, juga tidak bisa menolak keinginan kalian bila mana antara kalian memang sudah ada rasa satu sama lain."
Ucapan ayah Lintang se-bijaksana mungkin untuk menyikapi itikad baik yang dokter Dian utarakan kepadanya.
Karena perbincangan tanpa adanya Lintang diantara mereka, akhirnya dokter Dian berpamit untuk kembali kerumah sakit menjalankan tugasnya.
Dengan tekad dan nasehat dari ayah Lintang yang menjadi patokan dirinya untuk mendapatkan hati Lintang, dokter Dian bagaikan berpacu dalam sebuah mimpi untuk menjadi hal yang semakin nyata
Sepeninggal dokter Dian, ibu Lintang mendekati Sanga suami.
"Yah... nak Dian selalu meluangkan waktu untuk mampir kesini, dan hanya untuk basa-basi Apalagi ini hari masih pagi, ada kabar apa sih yah!" Ibu Lintang duduk bersebelahan menatap serius pada ayah Lintang, sebab akhir-akhir ini dokter Dian semakin sering datang kerumah hanya untuk basa-basi dengan sang suami.
"Bu, nak Dian rupanya menaruh hati pada Lintang, tidak mungkin ayah mendesak mereka ataupun melarang nak Dian. Mereka sudah mengenal satu sama lain walaupun terdapat cerita kelam Lintang,"
"Ayah tidak menginginkan kehidupan yang sama akan terjadi kembali pada pernikahan Lintang berikutnya, jangan sampai Lintang jatuh kedalam lubang yang sama," kekhawatiran sang ayah juga menjadi trauma tersendiri pada diri ayah Lintang ketika mendapati keadaan putri serta cucunya menderita dengan luka lahir dan batin.
"Ibu rasa dokter Dian lebih dewasa Yah, kita lihat dari usia dan pengalaman tentu itu akan membawanya lebih berhati-hati memutuskan segala tindakannya,"
"Apa salahnya mereka mencoba ayah, atau biarkan waktu yang berbicara seiring perjalanan mereka,"
POV OFF
"Oh jadi.... Yang mengirim paket beberapa waktu lalu itu mas Dian? Ya ampun kenapa pakai nama palsu Satya sih mas!" Aku kembali terkejut ketika mendapati ponselku berbunyi karena notif WhatsApp messenger yang di kirim mas Dian.
Foto-foto kelucuan para bocil yang sedang bermain di Playground sungguh lucu, dan membuatku terharu saat kubuka satu buah video putriku yang ternyata sangat kooperatif ketika bermain dan berinteraksi dengan kawan sebayanya.
"Maaf dek, nomor mas tidak pernah ganti dan mas selalu menunggu kabar dari kalian sewaktu terjadi kesalahpahaman antara kau dan Iwan, tapi semua kabur tidak jelas!"
Kembali mas Dian menatapku intens seolah-olah dia merasa bersalah dengan tindakannya, tapi aku merasa risih, dan malu. akupun harus membiasakan diri dengan memanggilnya dengan sebutan 'Mas'
Tanpa sengaja aku menatap sosok yang sangat ku kenal, lagi-lagi di tempat keramaian aku kembali mendapati pemandangan yang tidak wajar dan pernah kulihat sebelumnya.
"Yessi!" Ketika bibirku menyebut namanya, seperti ada sebuah aliran refleks mata kami saling beradu dari kejauhan.
Posisi Yessi yang berjalan menggelayut manja bersama seorang pria, yang sama dengan pertemuan beberapa waktu lalu, dandanan Yessi yang lebih cetar membuatku sulit mengalihkan pandangan mataku.
"Dek, serius amat! Ada apa?" Mas Dian mengikuti kemana mataku mengarahkan pandangan.
"Teman atau saudara?" Suara mas Dian membuatku sadar dan mengalihkan pandanganku.
"Ah... Bukan siapa-siapa mas, kita cabut saja yuk! Sepertinya hari sudah sore anak-anak nanti terlalu capek mas," ajak ku sedikit memaksa.
Mas Dian beranjak dan memasuki area Playground dan berbicara sebentar dengan Icha, lalu kami saling pandang, akupun menganggukkan kepala dari kejauhan sebagai isyarat.
Sebentar kemudian mas Dian keluar dari area Playground sambil mengendong Shasy, hatiku terasa tercubit dengan ulah mereka berdua yang sangat akrab.
Figur seorang ayah yang selalu ia dambakan sehingga dengan mudah, mas Dian mengambil hatinya. Tapi tidak dengan ku! Aku tidak akan terjatuh pada lubang yang sama lagi, toh aku merasa sendiri akan mampu membawa Shasy menuju kedepan dan masa depannya.
"Ouh... Sakit!" Keluhku sambil memegang pundakku yang sakit karena ulah tangan jahil.
"Hemm benar kata ibuku, kamu itu wanita murahan yang memanfaatkan anak sendiri untuk menggaet laki-laki," suara yang sangat familiar menyeruak dan sangat menyakitkan gendang telingaku.
"Yessi! Apa maksudmu! Ini tempat umum dan aku tidak mempunyai masalah apapun denganmu," aku berusaha menekan suaraku agar tidak memicu perhatian para pengunjung mall.
Lagi dan lagi kenapa harus ada keributan dengan Yessi saat di tempat yang ramai begini, dan ini untuk yang kedua kalinya.
Kulihat mas Dian berjalan semakin dekat, sedangkan Yessi seperti enggan pergi menjauh.
"Pak... Mohon dengan sangat! Bawa Yessi pergi menjauh dari sini, saya tidak mempunyai masalah apapun dengan dirinya," pintaku kepada om om paruh baya itu.
Tapi anehnya bukan membawa Yessi menjauh, tapi matanya semakin jelalatan melihat diriku dari bawah hingga atas. "Dasar laki-laki hidung belang apa matamu lihat-lihat," ingin rasanya mulutku berkata kasar pada laki-laki tua itu, namun apa daya semua hanya terjadi didalam batinku saja.
"Hemm kamu takut ketahuan belang kamu yah, bilang aja kalau anakmu itu adalah hasil dari selingkuh yang kamu lakukan! Sudah betul saja mas Iwan menceraikan kamu, huh dasar!" Suara Yessi bahkan semakin keras dan membuatku malu, juga tidak paham dengan upayanya untuk membuatku malu didepan umum.
🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️
Dih Yessi lagi, mau dia apa sih!
To be continued 😉
Salam Sayang Selalu by RR 😘
awassss lohhh anumu ntar di sambel sama bini sahnya