Bagaimana rasanya jika kamu tiba-tiba terbangun dengan wajah dan tubuh yang asing, juga keadaan yang sudah sepenuhnya berubah? Eliora, seorang ketua gengster berbahaya di California, tiba-tiba terjebak di dalam tubuh seorang wanita lemah bernama Tiara yang sudah memiliki suami dan juga anak.
Dia merasa kasihan ketika mengetahui bahwa selama ini Tiara diperlakukan semena-mena oleh suami dan mertuanya, hingga membuat Elora bertekad untuk mendapatkan keadilan bagi Tiara dan anakknya.
Perjalanannya semakin berwarna saat dirinya dipertemukan kembali dengan Charly, agen rahasia yang beberapa kali menjadikannya target operasi.
Mampukah Eliora membantu Tiara dan anaknya untuk mendapatkan keadilan? Bagaimanakah dengan masa lalu yang dia tinggalkan, apakah dia masih hidup atau sudah mati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon warnyi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.18 Mendapatkan pesanan
Setelah perdebatan panjang dengan suami dan madunya, kini Eliora sudah berada di kantin sekolah Davi bersama dengan Rere. Masker berwarna hitam menjadi jalan pintas untuk menutupi pipi yang bengkak dan ujung bibirnya yang pecah akibat dari tamparan sang suami.
"Kenapa bisa begini, Tiara? Aku kan sudah bilang, biarkan saja rumahmu itu, yang penting sekarang kamu dan Davi ke luar dulu dari sana!" kesal Rere setelah melihat wajah sahabatnya yang bengkak dan untung bibir membiru.
Aku juga maunya begitu. Tapi, aku bukan Tiara, aku mau kembali ke tubuhku yang asli. Mungkin saja ini salah satu caranya, yaitu membantu Davi mendapatkan hak–nya kembali.
"Aku gak bisa, Re. Aku harus perjuangin hak milik anakku," geleng Liora perlahan.
"Terus, sekarang apa rencana kamu? Sudah bisa masuk ke ruang kerja Dery?" tanya Rere, walau di wajahnya terlihat sekali dia tidak suka dengan keputusan Liora.
"Kamu udah dapetin apa yang aku minta?" tanya Liora tanpa menjawab pertanyaan Rere.
"Ck!" Rere berdecak kesal. Dia suka Tiara yang mau melawan Dery seperti sekarang, tetapi dirinya juga sering dibuat kesal ketika dia mengacuhkan pertanyaannya.
Rere tampak mengambil sesuatu dari tas miliknya kemudian menaruh sebuah kotak berukuran kecil berwarna hitan di atas meja.
"Susah banget tau aku nyarinya. Memang buat apa benda itu?" tanya Rere penasaran. Mulutnya tampak mencebik kesal sebab Liora lebih mementingkan benda itu den mengacuhkannya.
Liora tersenyum, dia kemudian mengambil kotak itu dan membukanya, senyum semakin lebar begitu melihat isi di dalamnya.
"Aku membutuhkan ini untuk memantau Dery dan Niken selama aku tidak ada di rumah. Aku curiga pada mereka," jawab Liora sambil mengambil salah satu di dalam kotak itu.
"Ini beneran berfungsi, kan?" tanya Liora sambil memakai benda kecil berbentuk seperti earphone di salah satu telinganya.
"Aku jamin itu berfungsi dengan baik," jawab Rere penuh percaya diri.
Liora mengangguk-anggukkan kepalanya pelan, dia kemudian kembali melihat pada Rere setelah memastikan jika itu memang benda yang dia inginkan dan benar berfungsi dengan baik.
"Satunya lagi, kapan datang?" tanya Liora.
"Mencari itu lebih sulit, temanmu meminta waktu lagi."
"Baiklah kalau gitu, ini saja juga sudah cukup kok," ujar Liora sambil menaruh kotak itu di tas miliknya.
Itu adalah sebuah alasan penyadap mini, biasanya sering dipakai oleh polisi atau detektif untuk menyelidiki seseorang. Sebenarnya Liora juga memesan CCTV mini atau semacam alat perekam yang bisa dia selipkan di mana saja dan alat pelacak, tetapi ternyata itu lebih sulit untuk mendapatkannya.
"Makasih, ya, Re. Aku berhutang banyak padamu," ujar Liora dramatis.
"Ish, gak usah berlebihan gitu deh. Aku seneng kok bisa bantu kamu, jadi gak usah sungkan buat minta tolong sama aku, ya." Rere tersenyum senang pada sahabatnya.
Saat aku melihat binar ketulusan di mata kamu, Davi, dan Mak Onah, terkadang aku ingin menjadi Tiara untuk selamanya. Dia begitu beruntung bisa memiliki kalian bertiga yang menjaganya, batin Liora sendu.
Liora ikut tersenyum, dia kemudian beranjak dan bersiap untuk pergi, mengingat sebentar lagi waktunya anak-anak masuk kelas.
"Aku pulang dulu, ya. Makasih untuk semuanya," ujar Liora sebelum mereka berpisah.
Dibandingkan dengan dirinya yang bergelut dengan dunia kriminal dan kejam, Tiara lebih beruntung walau hidupnya terlihat sengsara. Setidaknya Tiara memiliki Pengasuh yang setia, bahkan sampai masa sulitnya seperti sekarang. Sahabat yang tulus dan mau membantunya untuk mencapai bahagia, dan anak yang tampan juga baik seperti Davi.
Berbanding terbalik dengan dirinya yang dikelilingi oleh banyak orang, tetapi tidak ada satu orang pun yang tulus padanya. Mereka hanya patuh dan tunduk padanya karena rasa takut dan pengabdian sebagai seorang anggota gengster. Karena setiap gengster di sama hanya memiliki pintu untuk masuk.
Sekali seseorang memutuskan untuk menjadi seorang anggota gengster, maka tidak ada yang bisa mundur atau ke luar dari sana. Karena, jika pun mereka bisa lolos dan ke luar dengan selamat, dia tidak akan diampuni oleh musuh dari gengster yang sebelumnya. Dia akan terus diburu oleh banyak musuh hingga akhir ya mati mengenaskan.
Tidak ada pilihan lain selain setia dan bertahan hidup menjadi anggota. Itu sebabnya Liora menganggap jika di kehidupan sebelumnya dia tidak pernah memiliki orang yang tulus padanya, walau itu jajaran elit yang selalu menemaninya sekalipun.
Itu juga yang membuat Liora tidak pernah menggunakan hati di setiap urusan, dia telah dididik untuk menjadi wanita tegas dan kejam untuk meneruskan generasi gengster setelah kepergian mendiang ayahnya.
Hidupnya berkeliling harta dan kekuasaan, tetapi satu yang dia sadari setelah hidup di tubuh Tiara. Selama ini hatinya begitu kosong dan merana. Liora menjadi sosok dingin, hanya untuk menutupi kerapuhan yang tersimpan dalam di hatinya.
Sosok anak kecil yang setiap malam menangis karena ayah yang begitu menyayanginya meninggal begitu cepat. Anak kecil yang mengeluh karena lelah menghadapi setiap latihan berat yang dia jalani hampir setiap hari. Anak kecil yang merindukan sebuah kasih sayang tulus. Dan, sosok anak kecil yang terus terpenjara di sebuah ruang gelap dalam sudut hati seorang Liora.
.
Setelah dari sekolah Davi, Liora tidak langsung pulang, dia menaiki sebuah bis menuju sebuah alamat yang tercatat di dalam kertas. Dia baru saja menemukannya di laptop yang ditinggalkan oleh Tiara.
Setelah empat puluh lima menit berada di dalam bus, Liora turun di sebuah halte, dia kemudian harus berjalan sekitar sepuluh menit dari halte tersebut, untuk mencapai alamat yang dia tuju.
"Heuh!" Liora mengehmebuskan napas kasar.
"Gara-gara gak ada kendaraan, di tambah uang di dompet juga tinggal dikit, aku harus rela naik bus dan jalan kaki," gerutu Liora sambil mulai melangkahkan kaki, menapaki trotoar yang setengahnya sudah ditempati oleh pedagang, sedangkan setengahnya lagi dia harus berebut berjalan dengan sepeda motor yang mengambil jalan untuk pejalan kaki itu seenaknya.
"Haish! Jelas-jelas ini trotoar, tempat untuk pejalan kaki. Kenapa motor juga pada lewat sini?!" maki Liora ketika dia hampir saja terserempet oleh motor.
Riuh suara kendaraan yang berebut untuk sampai di tempat tujuan menjadi pengiring perjalanannya di pagi menjelang siang ini. Matahari yang bersinar begitu terik, ditambah dengan asap polusi dari pembuangan kendaraan bermotor, membuat Liora semakin merasa frustrasi dengan perjalanannya pagi ini.
"Benar-benar pagi yang sempurna," gumamnya sambil menggelengkan kepala.
Setelah melalui berbagai macam kesialan, akhirnya kini dia berada di depan sebuah rumah bertingkat yang sepertinya turut menjadi sebuah kantor. Liora mendongak melihat sebuah plang nama bertuliskan "Pengacara dan notaris Diordy" tangannya mengambil secara kertas yang dia simpan di saku celana, lalu menyamakan namanya.
Bibirnya membentuk sebuah lengkungan samar ke atas begitu melihat nama yang tertera di kertas sama dengan plang yang tergantung di depan rumah itu.
Semoga saja dia bisa menceritakan semua yang terjadi pada keluarga Tiara, dan bagaimana cara perusahaan dan aset Tiara bisa berpindah tangan, batin Liora sebelum akhirnya membunyikan bel yang terlihat di ujung pagar.
Menekan sekali, ternyata tidak ada jawaban, dia kemudian menekan untuk yang kedua kalinya, tetapi masih tidak ada jawaban. Liora mengernyit bingung.
"Apa ini masih belum buka?" tanyanya lebih pada diri sendiri.
Tidak mau menyerah begitu saja dia pun melakukan percobaan untuk yang ke tiga kalinya, hingga suara dari dalam terdengar.
"Ya, sebentar!"
Senyum di wajah Liora mengembang saat telinganya samar terdengar suara orang berteriak di dalam yang disusul oleh suara pintu terbuka.
Hingga beberapa waktu kemudian pintu gerbang pun terbuka, Liora bisa melihat jelas seorang laki-laki paruh baya dengan wajah yang sama seperti foto yang pernah dia lihat di laptop milik Tiara berdiri di depannya. Keduanya beradu pandang tanpa ada seorang pun yang menyapa.
dan setelah itu menghancurkan Roxy dan antek-anteknya..