"Mas aku pinta cerai" ucap laras
Jantungku berdetak kencang
Laras melangkah melauiku pergi keluar kosanku dan diluar sudah ada mobil doni mantan pacarnya
"mas jaga melati, doni ga mau ada anak"
aku tertegun melihat kepergian laras
dia pergi tepat di hari ulang tahun pernikahan
pergi meninggalkan anaknya melati
melati adalah anak kandung laras dengan doni
doni saat laras hamil lari dari tanggung jawab
untuk menutupi aib aku menikahi laras
dan sekarang dia pergi meninggalkanku dan melati
melati bukan anakku, bukan darah dagingku
haruskah aku mengurus melati, sedangkan dua manusia itu menghaiantiku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 21
24 Agustus 2014:
Laras dan Doni masih belum menyadari kalau Ferdi sudah meninggal. Hanya bau kotoran Ferdi saja yang tercium. Mereka masih cekikikan melihat setiap video lucu.
"Mas, bau banget, sih," ucap Laras.
"Iya, bau banget," Doni memegang hidungnya.
"Bapak jorok banget, sih. Ibu ke mana lagi? Kenapa di saat seperti ini malah tidak ada, sih? Masa ibu kabur dan enggak mau urus Bapak?" ucap Laras. Hidungnya masih mendengus mencium bau yang tak sedap.
"Mas, semprotkan parfum, Mas," ucap Laras.
Doni pun menyemprotkan parfum ke area sekitar. Ia melihat sekilas tubuh Ferdi yang tampak kaku.
"Jangan-jangan dia mati," gumam Doni dalam hati. Namun, sama sekali tidak ada niat untuk mendekati Ferdi.
Mereka malah tidur bersama dalam satu kasur menyaksikan video-video lucu.
Tak lama kemudian, seorang perawat datang.
Perawat itu mencium bau tak sedap dari arah kasur Ferdi. Ia mendekati kasur Ferdi, kemudian memeriksa Ferdi. Matanya terbelalak.
Perawat itu memencet tombol darurat dan tak lama kemudian beberapa orang perawat datang.
Seorang dokter menempelkan stetoskop ke dada Ferdi. Ia menggelengkan kepala.
"Pasien sudah tidak ada sejak pukul 13.25," ucap dokter sambil melihat jam tangannya.
"Tolong panggilkan keluarga pasien, bilang suruh urus administrasi kematian," ucap dokter.
Laras menghentikan aktivitas menonton video, seolah tak percaya apa yang dikatakan dokter. Jantungnya terasa sakit. "Dasar ibu pengkhianat! Di saat suami sakit malah pergi," gumamnya sambil mengepalkan tangan.
"Dok, istri korban tadi dibawa ke kantor polisi karena upaya pembunuhan pada pasien anak Melati di ruang rawat III," ucap perawat lirih.
Dokter menghela napas berat. Kasus itu baru saja menjadi bahasan utama di internal rumah sakit.
"Istrinya mau melakukan upaya pembunuhan pada cucunya, suaminya malah meninggal," ucap dokter dalam hati.
"Selain istrinya, memang tidak ada anaknya?" tanya dokter.
Perawat melirik ke arah Laras. Laras merasa tidak enak ditatap seperti itu oleh perawat. Laras gugup sekaligus kesal, dan dalam pikirannya masih mengutuk ibunya yang tidak ada di saat penting seperti ini.
"Ibu keluarga pasien, ya?" tanya perawat.
Laras menggeleng ragu. Ia tidak mau repot mengurus jenazah ayahnya karena itu tugas ibunya, pikir Laras.
Seorang perawat berbisik kepada perawat yang bertanya pada Laras. Ia tampak menganggukkan kepala, lantas melihat dokumen.
"Bu, bukannya ibu anaknya? Kemarin Pak Ferdi ini yang mengurus administrasi ibu, lho," ucap perawat.
Seorang perawat lain mengambil dokumen Laras. "Iya, ini wali Laras. Pak Ferdi sebagai ayahnya," ucap perawat itu.
Laras tak bisa mengelak lagi. Kebohongannya langsung terbongkar, tetapi Laras memang tidak mau repot mengurus jenazah ayahnya. Selama empat tahun Laras bersabar menunggu Doni, dan sekarang ia hanya ingin hidup bersama Doni, tidak mau direpotkan mengurus hal-hal lain, termasuk mengurus orang tuanya.
"Pak, saya tidak mau mengurus mayat bapak saya," ucap Laras dengan suara gemetar.
"Seharusnya itu tugas ibu saya, Pak. Lagipula, saya masih sakit, Pak," ucap Laras lagi.
Alasan Laras memang masuk akal. Ia baru saja dioperasi, jadi tidak memungkinkan untuk mengurus jenazah. Hanya saja, sikap Laras terlalu aneh. Kenapa ia terang-terangan bicara tidak mau mengurus jenazah bapaknya? Sungguh, itu adalah kalimat yang tak layak diucapkan.
Perawat melihat ke arah Doni. Laras langsung memegang tangan Doni, seolah Doni tidak boleh jauh darinya.
"Kalau ini siapanya, Ibu?" tanya perawat.
"Ini suami saya, Bu," jawab Laras.
"Ya sudah, karena itu suami Ibu, berarti menantu Pak Ferdi, 'kan? Ayo urus administrasi kematian Pak Ferdi," ucap perawat.
Laras langsung kaget. Ia tidak mau sedetik pun jauh dari Doni, apalagi ia baru saja selesai operasi.
"Jangan, Pak," ucap Laras dengan suara gemetar. "Saya tidak mau kehilangan Mas Doni lagi." Laras berkata dengan nada memelas.
Perawat hanya bisa menggelengkan kepala mendengar hal itu. Sungguh aneh dan tak masuk akal. Laras sendiri tidak mau mengurus jenazah bapaknya, dan sekarang dia melarang suaminya mengurus jenazah mertuanya.
"Kalau bukan menantunya, lalu siapa? Kami akan mengurus kalau memang tidak ada keluarganya sama sekali. Ini 'kan masih ada, Bu," ucap perawat, mencoba memberi pengertian.
"Dan Bapak menantunya, masa tidak mau mengurus jenazah bapak mertua?" ucap perawat sambil melihat ke arah Doni.
"Jangan!" ucap Laras. "Jangan suami saya. Nanti dia lelah, nanti dia capek. Biar ibu saya saja yang mengurus. Ibu saya, 'kan, istri bapak saya, jadi dia yang harus mengurus jenazah bapak saya," ucap Laras, masih bersikukuh.
Perawat merasa heran dengan anak yang bertele-tele dalam mengurus jenazah orang tuanya.
"Memangnya Ibu tidak tahu di mana Ibu Rosidah sekarang?" tanya perawat.
Laras menggelengkan kepala, pertanda ia tidak tahu keberadaan ibunya.
Perawat menggelengkan kepala. "Benar-benar keluarga aneh. Bapak meninggal tidak mau diurus, ibu masuk penjara tidak tahu," ucap perawat dalam hati.
"Ke mana sebenarnya ibu saya?" tanya Laras.penasaran
"Ibu Anda ditangkap polisi," ucap perawat.dengan nada datar
Laras tampak terkejut. Ini adalah kabar yang baru ia dengar. Tadi terakhir ibunya dipanggil ke ruang administrasi, dan ternyata ibunya ditangkap polisi.
"Kenapa, Pak? Apa yang dilakukan oleh ibu saya?" tanya Laras.
Perawat tampak menghela napas berat, mungkin dia baru menemukan makhluk aneh seperti ini.
"Upaya pembunuhan pada cucunya sendiri," jawab perawat.
Laras tampak kaget. Berarti ibunya melakukan upaya pembunuhan pada Melati.
"Dasar bodoh! Kenapa juga mau membunuh Melati? Kalau mau bunuh Melati saat bayi saja, jangan sekarang. Jadi ruwet, 'kan?" pikir Laras.
Tiba-tiba, wajah seseorang terkejut seperti sedang mengingat sesuatu.
"Tunggu, setahu saya, dalam KK Pak Ferdi hanya punya satu anak," ucap perawat. "Berarti Ibu, ya?" tanyanya.
Laras tidak bisa berbohong lagi. Dia menganggukkan kepala.
"Oh, Tuhan, kenapa aku bisa bertemu manusia seperti ini?" ucap perawat sambil menghela napas berat. "Bapak meninggal tidak mau diurus, ibu masuk penjara tidak tahu, dan anak akan dibunuh juga tidak tahu." Perawat itu mengungkapkan semua unek-unek yang sedari tadi dia pendam.
Kemudian seorang perawat melihat doni dengan tatapan penuh kecurigaan
"Tunggu," ucap perawat sambil menyipitkan matanya pada Doni.
"Sepertinya kamu bukan suami Ibu ini," ucap perawat.
"Saya suaminya. Dan kenapa pula Ibu bertanya hal itu?" ucap Doni, merasa tidak senang.
"Kalau Anda suaminya Ibu ini, berarti Anda bapaknya dari pasien Melati. Kenapa saya tidak pernah melihat Anda mengurus Melati? Kenapa jadi Orang lain yang mengurus?" ucap perawat.
Kemudian seorang perawat memberi usulan. Tatapanya semakin curga terhadapa doni.
"Sudah, periksa saja akta nikah dan KK-nya. Pasti di situ tercantum siapa suaminya. Jika mereka terbukti bukan suami istri, lebih baik usir saja dari rumah sakit ini," ucap seorang perawat.