Mengejar Cinta Pak Duda

Hari telah berlalu. Seiring berjalannya waktu Nesya sudah bisa menerima kenyataan jika sang bunda telah tiada. Hubungannya dengan Fio juga terlihat sangat akrab. Fio bisa berperan menjadi sosok pengganti ibu untuk Nesya yang selalu ada. Namun, hanya satu kekurangan Fio, dia belum bisa memasak dengan baik. Bahkan hasil masakannya tak pernah bisa di makan.

Jika hubungan Fio dengan Nesya terlihat sangat akrab, berarti hubungan Fio dengan Sakya juga semakin dekat. Sakya yang telah mempercayakan tanggung jawab Nesya kepada Fio, tak pernah mengecewakan dirinya. Perlahan dan pasti, apa yang diajarkan oleh Fio mampu ditangkap baik oleh Nesya. Bahkan Fio juga telah menganggap Nesya seperti anaknya sendiri.

"Aunty, lusa di sekolah Ines ada acara dan semua murid harus membawa kedua orang tuanya. Aunty mau kan datang untuk menjadi bundanya Ines?"

Fio yang sedang membaca sebuah cerita kepada Nesya terkejut dengan permintaan Nesya. "Dengan senang hati, aunty akan datang, Sayang," kata Fio dengan antusias.

"Tapi ... apakah ayah bisa meluangkan waktu untuk Ines? Padahal Ines ingin ayah juga datang dan menyaksikan pertunjukan Ines, Tan."

"Selama ada Aunty Fio, semua akan ama pada tempatnya. Ines gak usah macam-macam. Masalah pak duren, biar aunty yang mengaturnya."

"Pak duren?" Cicit Nesya.

"Duda keren, Ines," lanjut Fio yang seolah sedang kebingungan. "Kan Aunty dah pernah bilang apa itu duren. Bukan duren yang ads di pasar ya."

"Ayah Ines keren dong? celoteh Ines lagi.

"Jelas keren dong. Tapi sayang, gak ada ruang untuk hati Aunty," kekeh Fio.

***

Sakya sangat terkejut saat melihat sosok wanita tengah baya sedang bermain dengannya Nesya di ruang tamu. Wanita yang telah banyak berjasa dalam hidupnya karena telah melahirkan sosok ibu untuk Nesya, meskipun kini sudah tiada.

"Ibu." Satu kata yang keluar dari bibir Sakya membuat wanita tengah baya itu mendongak.

"Kamu sudah pulang? Maaf ibu datang tak memberitahu mu terlebih dahulu. Ibu sangat merindukan cucu ibu."

Sakya mengangguk pelan sebelum meninggalkan ruang tengah. Bagaimanapun Sakya tidak akan pernah memberikan jarak untuk mertua dengan anaknya dan akan tetap menganggapnya ibu mertua.

Nadine, nama ibu mertua Sakya. Meskipun sudah memiliki cucu lebih dari satu, tetapi auranya masih terlihat muda.

Tatapan penuh tidak suka mengarah pada Fio yang datang dengan menyuguhkan cemilan dan susu untuk Nesya. Tak bisa dipungkiri oleh Nadine, Fio memang cantik dan aura keibuannya terlihat sangat jelas saat mengasuh Nesya. Nadine pun semakin takut jika Sakya dan Fio terjebak dalam perasaan yang nyaman.

"Ines, habis minum susu, Ines bobok siang ya. Ini idah jam tiga sore tapi Ines belum bobok siang," kata Fio lembut.

"Iya Aunty."

Nadine merasa sangat tidak suka karena Nesya ternyata patuh akan ucapan dari Fio, ketimbang bermain bersama dirinya. Nadine tidak ingin membiarkan Nesya lebih patut kepada Fio yang berstatus orang asing dari pada dia, neneknya sendiri.

"Apakah kamu sengaja ingin menjauhkan ku dengan cucuku sendiri? Nesya sedang bermain bersamaku dan kamu menyuruhnya untuk tidur! Dimana nurani kamu? Aku neneknya datang jauh-jauh karena merindukan cucuku dan kamu malah ingin menjauhkan ku dengan cucuku?"

Saat iti juga darah Fio langsung berdesir, mengalir hingga ke ubun-ubun. Jantungnya memompa lebih cepat setelah kakinya terasa lemas. Baru kali ini Fio merasa panas dingin mendengar ucapan mertuanya Sakya yang sangat pedas. Padahal Fio sudah memberikan waktu hampir 4 jam lamanya untuk bermain dengan Nesya. Namun, nyatanya waktu itu tidaklah cukup dan Nadine seolah sedang menyudutkan dirinya.

"Tapi Ines harus tidur siang, Bu. Dan saya juga sudah memberikan waktu hampir 4 jam Ibu bermain dengan Ines. Apakah masih kurang?"

"Jangan mentang-mentang kamu bisa mengambil hati Nesya, kamu sesuka hatimu untuk bertindak ya! Aku ini neneknya dan aku lebih berhak atas Nesya," hardik Nadine dengan suara kerasnya.

Fio yang terkejut hanya bisa mengelus dadanya sambil memegang tubuh Nesya yang tak kalah terkejutnya seperti Fio.

Hal itu menimbulkan Sakya yang berada di dalam kamarnya segera turun dan menanyakan ada apa.

"Kamu ini bagaimana sih, milih pengasuh yang tidak punya etika sopan santun. Aku datang kesini karena merindukan cucuku dan dia malah menyuruh Nesya untuk tidur. Dimana hati dan perasaannya!" Bentak Nadine.

Namun, karena Fio tidak merasa bersalah, dia tetap berkukuh dengan pendiriannya. "Tapi ini sudah pukul tiga, Pak. Dan Ines juga belum tidur siang. Aku juga sudah memberikan waktu 4 jam untuk ibu bermain dengan Ines."

"Tetap saja kamu ingin menjauhkanku dengan cucuku!"

Sakya hanya bisa menghela napas beratnya. "Tapi apa yang diucapkan oleh Fio itu benar, Bu. Ines harus tidur siang."

Darah Nadine semakin mendidih saat mendengar pembelaan Sakya untuk Fio. Wanita itu ternyata juga telah meluluhkan hati Sakya.

"Sudahlah, Bu. Ibu kan juga lelah. Mending ibu juga beristirahat. Nanti ibu bisa sambung lagi bermain dengan Ines kalau Ines sudah bangun tidur."