Demi menghindari bui, Haira memilih menikah dengan Mirza Asil Glora, pria yang sangat kejam.
Haira pikir itu jalan yang bisa memulihkan keadaan. Namun ia salah, bahkan menjadi istri dan tinggal di rumah Mirza bak neraka dan lebih menyakitkan daripada penjara yang ditakuti.
Haira harus menerima siksaan yang bertubi-tubi. Tak hanya fisik, jiwanya ikut terguncang dengan perlakuan Mirza.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyesalan
Kenangan pahit tujuh tahun silam membawa Mirza menjadi orang yang pendiam. Ia hanya akan bicara tentang pekerjaaan, selebihnya memilih untuk membisu. Kepergian Haira membuat hidupnya hampa. Tenggelam dengan rasa bersalah yang tak berujung.
Selama tujuh tahun terakhir Mirza menghabiskan waktunya untuk bekerja dan menyendiri. Mencoba untuk melupakan Haira. Namun, semakin ia melakukan itu hatinya semakin sakit. Lukanya semakin dalam dan parah.
Haira menghilang bak ditelan bumi. Sedikitpun Mirza tak mendapatkan bukti kemana perginya wanita itu. Masih hidup atau sudah mati. Jika memang masih hidup bagaimana keadaannya. Apakah mendapatkan tempat yang nyaman atau justru sebaliknya. Itu lah yang menjadi pertanyaan Mirza sampai saat ini.
"Ada apa? Mikirin Haira?" celetuk Aslan yang duduk di samping Mirza.
"Sok tahu." Mirza menatap ke arah luar jendela. Selain menyembunyikan wajahnya yang kacau, juga menikmati pemandangan di bawah sana.
Ini pertama kalinya ia berkunjung ke perusahaan tambang batu bara yang ada di Indonesia. Dan ia mengajak pria itu untuk menemaninya. Meskipun terkadang geram dengan melakukan Aslan yang sering menggodanya, tetap saja hanya pria itu yang mengerti dirinya.
"Aku memang tahu kalau kamu merindukan dia." Aslan memasang wajah serius. Ia ikut prihatin dengan apa yang menimpa sahabatnya itu. "Aku punya solusi untuk masalah kamu."
Mirza menoleh seketika, menatap wajah Aslan yang nampak cengengesan.
"Apa?" tanya Mirza antusias. Kali ini ia berharap Aslan benar-benar serius dengan ucapannya.
"Nikahi Ayla atau Misel, pasti kamu bisa melupakan Haira."
Hoek
Dari tadi Mirza menahan rasa mual, namun setelah mendengar dua nama wanita yang tak masuk kriterianya, ia langsung menumpahkan isi perutnya di pangkuan Aslan.
Semua penumpang pesawat menoleh ke arah Mirza dan Aslan yang terdengar heboh.
"Mirzaaa….'' teriak Aslan dengan kedua tangan mengepal. Melayangkan pukulan ke kursi yang ada di depannya.
Mirza mengusap bibirnya dengan tisu lalu menyandarkan punggungnya. Tak peduli dengan Aslan yang terus menggerutu dan menyumpahinya mendapat calon istri janda genit.
Erkan yang duduk di belakang mereka hanya menahan tawa melihat Aslan yang sibuk mengelap celananya. Menyiapkan beberapa kotak tisu untuk pria itu. Untung hanya cairan bening dan tak menjijikkan. Sebab, Mirza sengaja tak makan apapun sebelum ia berangkat.
Setibanya di bandara, Mirza melihat jam yang melingkar di tangannya. Mengikuti langkah Erkan menuju mobil yang sudah disiapkan untuknya.
"Kita ke hotel dulu, aku mau istirahat, kepalaku pusing." Mirza memijat pelipisnya yang terasa nyut-nyutan.
Aslan membantu mengoles minyak angin di leher Mirza. Meskipun tadi sempat kesal, tetap saja rasa itu lenyap melihat wajah Mirza yang sedikit pucat.
Sambutan luar biasa dipersembahkan oleh pihak hotel untuk sang miliarder ketika menginjakkan kaki di hotel yang disediakan. Namun, kali ini Mirza langsung menerobos masuk tanpa menghiraukan mereka. Ia benar-benar tak ingin bertemu ataupun berbicara dengan siapapun selain Erkan dan Aslan.
Erkan langsung menghubungi beberapa staf. Memberitahukan jika Mirza sudah tiba dan akan secepatnya ke lokasi setelah melepas lelah.
Di sisi lain
Suara alat berat yang berdatangan terdengar mengerikan di telinga Haira. Ia memilih mengurung diri di dalam kamar. Tak ingin terlihat lemah saat di depan warga, pasti mereka akan menertawakan saat melihat kesedihannya.
Semenjak kedatangan pak RT, Haira tak bisa tidur, ia memikirkan nasib Kemal selanjutnya jika rumahnya digusur. Di mana ia tinggal dan meniti hidupnya lagi. Seolah-olah penderitaannya tak bertepi hingga ia merasa bosan hidup.
Haira mengusap air matanya lalu mencoba memejamkan mata. Mengurai rasa ngantuk karena semalaman berjaga.
Kemal mengintip di balik pintu yang sedikit terbuka. Melihat banyak excavator yang melintas di depan rumahnya membuat mata bocah itu terpana.
Ingin keluar, takut dimarahi Mommy nya, akhirnya ia hanya bisa menyembulkan kepala di sela-sela pintu. Selama ini ia hanya bisa melihat dari kejauhan, namun kali ini Kemal bisa melihat alat itu lebih dekat. Bahkan, ia bisa melihat sopirnya dengan jelas.
Kemal menutup pintunya dengan pelan. Menoleh ke belakang. Menatap Haira yang meringkuk di ranjang kamar.
Pasti sekarang Mommy tidur.
Kemal menatap ruang makan yang masih berantakan. Kakinya mengayun mendekati meja itu. Ia membawa semua piring kotor ke belakang lalu mencucinya. Mengelap meja hingga terlihat bersih.
Pasti Mommy gak bakalan marah kalau aku main.
Berjalan mengendap-endap membuka pintu, lalu menutupnya lagi dengan pelan hingga tak bersuara.
Kemal melihat beberapa temannya yang juga mengikuti alat itu dari belakang. Ia berlari menghampiri mereka.
Kemal mendekati Toni lalu menyodorkan mobil mini yang sudah berada di saku celananya.
"Ini punya kamu, tapi ajak aku berteman ya," ucap Kemal polos.
Toni berebut mainan dengan kasar. "Nggak mau, kamu nggak punya ayah, jadi jangan berteman dengan kita-kita." Menunjuk beberapa temannya.
Mata Kemal berkaca. Tangannya terasa gatal ingin menjambak rambut keriting Toni, namun itu tak mungkin ia lakukan mengingat dirinya yang lebih kecil. ia takut dikeroyok Toni cs jika melawan.
Meskipun mereka tak mau berteman, Kemal tetap berjalan mengikuti mereka dari belakang.
"Nanti kalau ayahku pulang pasti akan dibelikan mobil mainan seperti itu." Menunjuk beberapa alat berat yang berjejer rapi di area lahan yang kosong.
"Wow, aku juga, sama robot raksasa," imbuh yang lainnya.
Kemal tersenyum tipis mendengar ucapan mereka, sedangkan dirinya hanya bisa berandai-andai tanpa kepastian. Meskipun sering diejek, tak membuatnya kapok dan terus ingin berteman.
"Hai, kalian ngapain di sini? Mundur!" bentak seseorang yang baru saja datang dengan lantang.
Toni dan Irfan langsung berlari meninggalkan tempat itu, sedangkan Kemal masih berdiri di sana seorang diri.
Pria yang memakai seragam berwarna orange itu terus mendorong tubuh mungil Kemal hingga terhuyung dan hampir jatuh.
"Kamu bandel sekali ya, cepat pulang, atau alat ini akan menggaruk rumahmu sekarang," imbuhnya, menunjuk wajah Kemal yang nampak pucat pasi.
Meskipun umurnya baru enam tahun, Kemal paham dengan ucapan orang yang ada di depannya itu.
"Jangan paman, kasihan Mommy."
Kemal menarik ujung baju pria itu. Namun, tubuhnya yang sangat kecil terlalu mudah dihempaskan ke tanah.
"Percuma, kamu menangis darah pun rumah kamu akan tetap hancur."
"Kemal…"
Suara yang tak asing memanggil dari arah belakang. Bocah itu menoleh, berjalan pelan ke arah mommy nya yang berdiri tak jauh darinya.
Haira tersenyum, meraih Kemal dan mendekapnya dengan erat. Ketakutan bocah itu lenyap sudah saat ia mendapatkan pelukan hangat dari mommy nya.
"Tidak akan ada yang menggusur rumah kita. Mommy akan mempertahankannya. Kamu jangan takut. Sekarang kita pulang, mommy sudah beli ayam goreng untuk kamu."
Kemal bersorak kegirangan, akhirnya ia bisa makan ayam goreng setelah beberapa bulan ini selalu makan tempe.
𝚑𝚎𝚕𝚕𝚘 𝚐𝚊𝚗𝚝𝚎𝚗𝚐 𝚜𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚔𝚗𝚕 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚊𝚞𝚗𝚝𝚢 𝚊𝚗𝚐𝚎𝚕𝚊 🤣🤣