NOVEL DEWASA
Fase kedua dalam kehidupan percintaan.
Seberapa mampu kita bertahan dan mempertahankan cinta dan rumah tangga?
Bukankah badai pasti berlalu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juliana S Hadi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Euforia 17 Agustus
Agustusan. Sebenarnya kami tidak punya rencana apa-apa hari itu, tetapi karena Aarin menantang kami dalam beberapa lomba untuk memeriahkan suasana dalam rangka mengisi hari libur sekaligus merayakan hari kemerdekaan Indonesia, jadinya kami pun merasakan euforia hari kemerdekaan tahun itu -- dengan lomba ala kami sendiri -- lebih tepatnya ala Aarin. Agak konyol sih, kan sudah pada berumur. Tapi karena Aarin sudah bersedia membantuku menata taman bungaku, aku pun mengiyakan dan membujuk Mayra agar mau ikut dan mengajak pasangan kami masing-masing. Coba bayangkan, Aarin yang sejatinya berdarah campuran Indonesia - India saja mencintai Indonesia sebagai negara kelahirannya, masa kami tidak?
"Apa hadiahnya kalau menang?" tanya Alfi.
Aarin tergelak. "Halo... kalian bisa membeli apa pun dengan uang kalian. Hadiah apa pun tidak akan menarik minat kalian untuk menjadi pemenang. So, jangan tanyakan tentang hadiah."
"Lalu, apa sisi menariknya?" tanya Reza.
Gadis itu mengerlingkan mata pada Ihsan. "Sisi menariknya adalah... yang kalah akan mendapatkan hukuman," jelas Aarin.
Kami semua mengernyitkan dahi, kecuali Ihsan. Dia pasti sudah tahu bahkan mungkin ikut merencanakan itu dengan Aarin.
"Apa?" tanya kami, hampir kompak.
"Santai...," katanya.
"Pasti konyol," gumamku.
Yap, tentu saja. Aarin mengeluarkan satu boks sushi yang ia sembunyikan di laci dapur -- perlu kutambahkan, yang ia keluarkan itu jenis yang aneh-aneh, sushi yang sangat tidak biasa, seperti bulu babi, atau empedal ikan. "Yang kalah, wajib memakan sepotong sushi yang dipilih sang pemenang pada setiap rondenya. Dan harus sportif. Jangan bersikap seperti pengecut dan jadi seorang pecundang. Oke?"
"Baiklah, tapi kami yang menentukan apa dan bagaimana lombanya." Alfi melirik ke Reza dan mereka saling pandang dengan alis dinaikkan, seperti kode dan membuat catatan di dalam hati. Jelas sekali mereka akan menciptakan lelucon di antara mereka dan aku bisa menangkap maksudnya.
Demi bersikap adil, karena Aarin sudah menentukan apa hukumannya, maka dia mengiyakan dan membebaskan kami berempat menentukan permainan apa yang akan dilombakan, masing-masing orang dibatasi -- paling banyak -- dua ide jenis permainan. Karena aku mahir berenang, aku mengajukan estafet renang dan menahan napas di dalam air. Mayra mengajukan lomba gendong dan balap sarung berdua. Sementara Reza dan Alfi, dua sahabat yang sama gilanya -- menyepakati dua jenis permainan yang sangat konyol dan nyeleneh, mereka menamainya lomba Estafet Kepit Terong dan Makan Timun Gantung. Sumpah! Itu jenis lomba yang sangat konyol dan nyeleneh yang pernah kumainkan. Sekonyol-konyol dan senyeleneh apa pun sepupu-sepupuku, kami tidak pernah memainkan perlombaan semacam itu.
"Makan mayones saja aku muntah-muntah. Apalagi makan itu, Mas. Jijik," rengekku pada Reza. Selain itu, aku juga mengkhawatirkan luka bekas operasinya, takut rasa nyerinya kembali kambuh.
Reza tersenyum dengan konyol. "Jangan khawatir, aku baik-baik saja dan akan mengusahakan agar kita selalu menang," katanya.
"Perlombaan akan dimulai!" suara Ihsan menggemuruh.
Pada lomba di bagian awal -- kami lomba "kering" dulu, di bagian akhir barulah lomba "basah-basahan."
Untuk lomba pertama, kami lomba balap sarung -- berdua dengan pasangan masing-masing. Sebenarnya semua orang punya kemampuan lari yang cepat dan masing-masing bisa kompak, hanya saja sandal Aarin putus saat dia berlari dan dia nyaris terjerembab. Itu yang menyebabkan dia dan Ihsan kalah pada ronde pertama.
"Yooo... nikmati sushi kalian, guys...." Reza dan Alfi cengengesan -- mereka sungguh menikmati momen-momen menyiksa sepasang kekasih itu. Dan itu lucu sekali, seperti senjata makan tuan. Aarin sampai menahan air mata karena memaksakan diri menelan sushi dengan bahan isian berupa irisan daging belut mentah. Aku pun merinding dan ikut merasa mual melihatnya.
Dan sialnya, pada lomba berikutnya justru aku dan Reza-lah yang kalah dan harus makan sushi yang menjijikkan itu. Aku menahan mual mati-matian karena harus menelan sushi dengan isian kerang mentah.
"Baru lomba kedua aku sudah harus menelan makanan menjijikkan ini," keluhku.
Tidak terima disalahkan, Reza membela diri. "Bukan salahku. Kamu yang semakin berat."
"Kamu bilang aku gendut?"
"Aku bilang berat, bukan gendut, Sayang."
"Sama saja."
"Oke, maaf. Aku tidak bermaksud seperti itu. Kamu sama sekali tidak gendut. Maafkan aku, ya? Kamu jangan marah-marah, oke? Lagipula, kan kamu sendiri yang mau mengikuti maunya Aarin."
Aku mencebik, sementara Alfi dan Mayra justru begitu senang karena sudah memenangkan dua ronde berturut-turut. Pun pada lomba makan timun yang digantung dengan kedua tangan ditaruh ke belakang, plus estafet kepit terong ungu di antara kedua paha -- lagi-lagi Alfi dan Mayra juga yang jadi pemenangnya. Dan untung saja Ihsan dan Aarin yang kalah. Mereka berdua hilang fokus dan tak hentinya tertawa ngakak karena melihat bentuk kedua benda itu yang besar, panjang, dan bengkok -- yang harus dikepit di antara kedua paha dan timunnya harus digantung dan harus digigit dengan mulut, terlebih karena warna terongnya ungu mengilap dan kehitaman. Tentu itu membuat semua orang memikirkan itu. Apalagi Aarin, pasti itu membuatnya berfantasi yang tidak-tidak. Haddeh! Alfi dan Reza secara tidak langsung menciptakan zona berbahaya bagi Ihsan dan Aarin. Kacau.
"Memangnya tidak ada yang lurus? Kenapa harus yang bengkok?" Ihsan menggerutu. Sementara Reza dan Alfi menertawainya sampai terpingkal-pingkal.
Dan pada lomba berikutnya barulah Alfi dan Mayra yang kalah dan harus merasakan makan sushi-sushi yang menjijikkan itu. Mayra bisa berenang, tapi dia kalah cepat dibanding aku dan Aarin. Kemampuan berenangnya jauh di bawah kami.
"Sialan, lu! Remis itu rasanya seperti kaki yang direndam di air comberan selama seminggu," kata Alfi. Dia marah pada Reza karena memberikan jenis sushi itu padanya.
Reza cengar-cengir karena berhasil membalas Alfi. "Satu sama, Brother," katanya dengan nada puas. Mereka suka sekali saling menyiksa dan saling menjahili, tetapi tentunya semua itu mereka lakukan dengan perasaan sayang.
Sedangkan pada lomba terakhir, Ihsan dan Aarin kembali menjadi sasaran. Mereka berdua kalah dalam lomba menahan napas di dalam air. Bukan karena Mayra lebih tahan, tetapi karena Alfi yang curang. Sewaktu Mayra hendak muncul ke permukaan air karena tidak tahan manahan napas, Alfi justru menahannya dan memberikan bantuan napas kepadanya -- dari mulut ke mulut. Sedangkan Ihsan dan Aarin tidak berani melakukan itu, bukan karena tidak mau curang, tapi karena mereka segan terhadapku yang melotot ke arah mereka. Akhirnya, Aarin dan Ihsan terpaksa menyerah. Mereka muncul ke permukaan dengan napas terengah-engah.
"Itu namanya curang. Kalian tidak sportif," protes Ihsan.
Alfi tertawa ngakak. "Itu namanya teknik bertahan, Anak Muda."
Hah!
Benar-benar senjata makan tuan. Ihsan dan Aarin kalah empat ronde. Sementara Reza dan Alfi mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi dan menyatakan merekalah sang juara-nya.