ini memang cerita poligami namun bukan cerita istri yang tertindas karena menjadi yang ketiga. Melainkan kisah gadis tomboy yang cerdas, pintar dan membuat dia survive dalam kehidupannya.
Naura Kiana tak pernah menduga kalau kehidupan akan membawanya pada sesuatu yang tak ia sukai. Setelah kakeknya bangkrut dan sakit-sakitan, Naura diminta untuk menikah dengan seorang pria yang sama sekali tak dikenalnya. Bukan hanya itu saja, Naura bahkan menjadi istri ketiga dari pria itu. Naura sudah membayangkan bahwa pria itu adalah seorang tua bangka mesum yang tidak pernah puas dengan dua istrinya.
Naura ingin melarikan diri, apalagi saat tahu kalau ia akan tinggal di desa setelah menikah. Bagaimana Naura menjalani pernikahannya? Apalagi dengan kedua istri suaminya yang ingin selalu menyingkirkannya? Bagaimana perasaan Naura ketika pria yang sejak dulu disukainya akhirnya menyatakan cinta padanya justru disaat ia sudah menikah?
Ini kisah poligami yang lucu dan jauh dari kesan istri tertindas yang lemah. Yuk nyimak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merawat
Wisnu tak menghiraukan Naura yang merengek minta di turunkan.
"Diamlah Naura, kita hampir sampai." Kata Wisnu sedikit membentak. Telinganya sakit mendengar jeritan Naura.
"Ibu, kenapa ayah menggendong bunda Naura?" tanya Lisa sambil menunjuk ke arah kebun teh.
Regina dan Indira menoleh ke arah telunjuk Lisa.
"Kenapa perempuan itu? Sok manja atau apa?" Indira mulai cemberut sedangkan Regina langsung meminta putrinya untuk masuk dan mengganti pakaiannya karena sudah kotor selesai ia main sepeda.
"Minta bi Saima atau bi Wina mengambil pakaianmu."
"Baik, ibu." Lisa segera masuk walaupun wajah polosnya itu terlihat penasaran. Ia masih menoleh ke arah ayahnya yang sudah semakin dekat.
"Sepertinya terjadi sesuatu." Ujar Regina. Ia yakin Wisnu bukan tipe pria yang suka mengumbar kemesraan di depan umum. Dengan Dina dulu pun, Wisnu tak nampak sebagai pria yang sok romantis.
"Regina, tolong ambilkan air, handuk kecil dan kotak obat ke sini." Kata Wisnu sambil mendudukkan Naura di bangku yang ada di teras samping.
Naura sebenarnya ingin memukul kepala Wisnu karena memeluknya dengan cara seperti itu untuk yang kedua kalinya. Namun saat melihat wajah istri-istri Wisnu yang nampak cemberut, ia pun sedikit merengek.
"Aduh sayang, sakit....!" keluh Naura sambil memegang tangan Wisnu.
Wisnu terkejut? Tentu saja. Karena tadi Naura sedikit pun tak mengeluhkan. Ia hanya meminta agar Wisnu menurunkan nya.
"Regina, kenapa kamu hanya diam saja? Cepat ke dalam." bentak Wisnu membuat Regina bergegas masuk ke dalam sambil menggerutu karena kesal Wisnu membentaknya.
"Naura kenapa, mas?" tanya Indira.
"Jatuh." Jawab Gading karena Wisnu diam saja. Ia hanya memperhatikan kedua kaki Naura yang terluka.
"Kok bisa jatuh sih, Naura? Kayak anak kecil saja."
Naura pun semakin dalam memainkan sandiwaranya. "Sayang, sakit....!"
"Sabar. Regina sedang mengambil air untuk membersihkan lukamu."
Regina datang bersama Aisa.
"Aduh, non. Kenapa lukanya bisa seperti ini?" Aisa berjongkok dan langsung membersihkan luka Naura.
"Aow...., sayang....!" Naura melingkarkan tangannya di lengan Wisnu yang memang duduk di sampingnya. Ia pura-pura kesakitan pada hal luka seperti ini sama sekali tak membuatnya kesakitan.
Wisnu membelai punggung Naura untuk mengalihkan rasa sakit istrinya pada sentuhannya. Dan Naura ingin memukul tangan Wisnu yang menyentuh kulit punggungnya yang sedikit terbuka karena sentuhan itu membuat bulu kuduk Naura berdiri.
"Regina, obat apa yang bisa menyembuhkan luka Naura dengan cepat dan bisa menghilangkan bekas lukanya?" tanya Wisnu.
"Aku akan menuliskan resepnya dan meminta Gading membelinya. luka di lututnya agak dalam. Mungkin memerlukan waktu satu minggu untuk sembuh." Kata Regina lagi.
Mendengar kata satu minggu, otak Naura langsung bekerja. Bukankah ini alasan yang pas untuk menolak Wisnu saat ulang tahunnya nanti? Naura langsung tertawa dalam hati.
"Pakaikan obat merahnya." Kata Wisnu setelah Aisa selesai membersihkan kaki dan tangan Naura yang terluka.
"Jangan, juragan. Saima sedang mengambil rumput yang biasa penduduk desa gunakan saat terluka. Ini sangat mujarab." ujar Aisa. Tepat di saat itu Saima datang sambil membawakan sebuah piring kecil. Di atasnya ada semacam dedaunan yang sudah diberikan minyak.
"Tahan ya nyonya. Ini agak perih. " Ujar Saima sebelum berjongkok di depan Naura.
Naura mengangguk. Saat obat itu digosokkan ke kakinya, Naura merasakan sensasi dingin tapi juga sedikit perih. Ia pun kembali berakting. "Aow.....aow...." Ia menjerit kecil sambil kembali memeluk lengan Wisnu.
"Biasanya hanya dengan dua kali pemakaian, lukanya akan langsung kering. Besok pagi saya akan menggosok nya lagi. Saya yakin luka nyonya akan sembuh hanya dalam waktu tiga hari.
3 hari? Duh, si bibi kenapa juga lukanya akan cepat sembuh?
Naura kembali kesal.
"Ayo ke kamar. Kau harus untuk ganti baju karena bajumu memang sudah agak kotor." kata Wisnu. "Susah bisa jalan sendiri?"
"Gendong." Kata Naura manja membuat Indira menahan rasa cemburu dalam hatinya.
Wisnu pun kembali menggendong Naura dan membawanya ke kamar. Namun saat mereka sudah tiba di kamar, Naura dengan cepat turun dari gendongan Wisnu.
"Kakinya nggak sakit lagi?" tanya Wisnu heran.
"Nggak. Aku mau ganti pakaian dulu." Kata Naura dingin. Lalu dengan langkah agak tertatih menuju ke lemari pakaian. Ia membuka lemari yang ada dan kembali mengungkapkan umpatannya.
"Sial.....!"
"Sial?" tanya Wisnu sambil mendekat.
"Memangnya juragan tuli sampai aku harus mengulangi lagi?"
"Kenapa kau mengumpat?" Tanya Wisnu pelan. Ia sudah ada di belakang Naura, berbicara sangat dekat dengan istrinya itu sehingga bulu kuduk Naura kembali berdiri.
Naura segera berbalik dan mundur beberapa langkah. "Aku tak memiliki lagi semua pakaian ku, aku harus memakai gaun yang juragan belikan dan lihatlah, aku terjatuh."
"Apa masalahnya dengan gaun mu? Kau jatuh karena kecerobohan mu bukan karena gaunnya. Lagi pula, dengan kaki yang terluka seperti memangnya kamu bisa memakai jeans?"
Naura hampir mengangguk untuk membenarkan perkataan Wisnu namun ia kembali menunjukan sikap keras kepalanya. "Setidaknya celana pendek di atas lutut."
"Celana pendek? Dan menunjukan paha mu? Ingat Naura, ini di kampung dan bukan di kota. Aku juga tak mau istriku memakai pakaian yang terlalu terbuka." Wisnu nampak jengkel. Ia membuka lemari pakaian dan mengambil satu gaun rumahan yang berwarna putih. "Pakai ini dan beristirahatlah!"
Naura dengan kesal mengambil pakaian itu. Ia berjalan menuju ke kamar mandi. Tetapi, saat ia mencoba mengangkat tangannya untuk membuka gaunnya, ia merasakan tangannya sakit.
Pintu kamar mandi terbuka. Naura menoleh dengan kaget. "Juragan, kamu mau apa?"
"Memangnya kamu bisa membuka gaun mu sendiri dengan tangan yang terluka seperti itu? Aku akan membantumu."
Mata Naura langsung terbelalak. "Nggak. Panggil saja bi Aisa atau bi Saima untuk menolongku."
"Untuk apa memanggil mereka jika ada aku di sini? Jangan hanya di hadapan Regina dan Indira saja kau bersikap sok mesra dan manja padaku. Kenapa tidak disaat kita berdua?"
Wajah Naura langsung memerah. "Kau....! Aku tak jadi ganti baju."
Wisnu menahan bahu Naura yang akan keluar dari kamar mandi. "Jangan keras kepala, Naura. Gaun ini sudah kotor. Memangnya kamu mau tidur dengan gaun kotor ini?"
"Aku tak......" Kalimat Naura terhenti saat tangan Wisnu dengan cepat membuka resleting gaunnya. "Apa yang juragan lakukan?"
Wisnu tak bicara. Ia, masih dengan gerakan cepat, mengeluarkan gaun itu dari tubuh Naura membuat Naura harus menyilang kan kedua tangannya di depan dadanya. Wisnu, masih dengan aksi diamnya, mengambil gaun yang diletakan Naura di tempat handuk, lalu memakaikan pada tubuh Naura. Gaun yang satu ini tak ada reslatingnya karena berbahan karet dan hanya ada tiga kancing di bagian depan.
"Sudahkan?" Ujar Wisnu lalu keluar dari kamar mandi. Naura memegang dadanya yang berdetak sangat cepat. Wisnu telah melihat tubuhnya yang nyaris polos. Dasar juragan tua mesum! Aku membencinya.
Naura keluar dari kamar mandi dan bersyukur karena Wisnu tak ada di sana. Ia pun melangkah ke arah ranjang sambil mengingat sesuatu. Ponselku di mana? Tadi kan aku menyimpan di kantong gaun merah? Tapi gaun itu sudah di bawa oleh Wisnu ke luar. Duh, sayang kalau hilang. Banyak fotoku dengan kakek di situ. Juga foto-fotonya kak Satria.
Saat Naura masih merenung memikirkan ponselnya, pintu kamar kembali terbuka. Wisnu masuk bersama Aisa.
"Non, minumlah air rebusan rempah-rempah ini. Sangat mujarab bagi orang yang menderita luka dan baru saja jatuh. Air ini akan membuat peredaran darah menjadi lancar dan membantu menyembuhkan memar yang diakibatkan karena benturan." Kata Aisa.
Naura menerima gelas yang berisi ramuan itu. Ia sebenarnya enggan meminumnya. Namun saat mencium aroma harum dan segar, Naura pun langsung meminumnya. Rasanya enak.
"Terima kasih, bi."
Aisa pun pamit dsn meninggalkan kamar.
"Juragan, apakah kau melihat ponselku?"
"Gading menemukannya. Ponselnya sudah retak. Jadi aku meminta Gading membuangnya."
"Kenapa harus di buang? Di situ ada nomor dan kartu memori ku." Naura menjadi kesal kembali.
"Nanti aku ganti dengan yang baru."
"Tak perlu!" ujar Naura masih dengan ekspresi kesal. Ia membaringkan tubuhnya, membelakangi Wisnu.
"Tidurlah. Aku akan menemanimu."
Naura mengerutkan dahinya. Menemani? Memangnya tak punya pekerjaan lain?
Gadis itu ingin membantahnya. Namun ia terlalu lelah. Akhirnya ia pun tertidur dengan nyenyak.
***********
Selama 2 hari, Wisnu merawat Naura dengan penuh perhatian walaupun Naura suka membantah dan menolaknya.
Luka di kaki dan tangan Naura sembuh dengan cepat. Entah karena ramuan yang diminum Naura atau juga karena salep yang diberikan Regina padanya, yang pasti Naura sudah bisa mandi dan membuka bajunya sendiri.
Malam ini, Wisnu tak ikut makan malam. Menurut Regina, Wisnu pamit ke kota selesai makan siang. Naura pun setelah menyapa Lisa sebentar lalu segera menuju ke kamar. Ia membaringkan tubuhnya dengan harapan kalau Wisnu tak akan pulang.
Ia hampir saja tenggelam dalam mimpi saat otaknya mengingatkan dia kalau besok adalah ulang tahunnya. Jantung Naura langsung berdetak cepat. Bukankah Naura sudah berjanji untuk menyerah pada suaminya itu saat Naura ulang tahun?
Ya Allah, bagaimana ini?
***********
Bagaimana kisah selanjutnya? Mampukah Naura menemukan jurus jitu untuk menghindar lagi?
Dukung emak terus ya guys
Mampir ke instagram emak juga : Oliviaeini
baru lapak emak n bapaknya