NovelToon NovelToon
Wajah Tersembunyi

Wajah Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Identitas Tersembunyi / Pengganti / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP / Mafia
Popularitas:73
Nilai: 5
Nama Author: Pertiwi1208

Dara, seorang detektif yang menangani kasus pembunuhan berantai harus menelan kenyataan pahit. Pasalnya semua bukti dan saksi mengarah padanya. Padahal Dara tidak kenal sama sekali dengan korban maupun pelaku, begitu juga dengan anggota keluarga dan saksi-saksi yang lain.


Dalam keadaan yang terpojok dan tanpa bantuan dari siapapun, Dara harus berusaha membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam aksi pembunuhan keji tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pertiwi1208, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

"Apa kamu sudah menemukan pelakunya?" tanya Pak Tama saat baru saja Dara masuk ke ruangannya.

"Mau cari kemana lagi? Bukankah pelakunya sedang terbaring tidak berdaya di rumah sakit?" tanya balik Dara.

"Sudah kubilang bukan aku pelakunya," ucap Pak Tama yang saat ini duduk di atas ranjang rumah sakit, tapi beliau tidak bisa melakukan apapun, karena tangannya tengah diborgol ke sisi ranjang.

"Apa ada petunjuk yang menyatakan bahwa kamu bukan pelakunya?" tanya Dara. Seketika pak Tama terdiam.

"Aku memang belum bisa membuktikan bahwa anda adalah pelaku utamanya, tapi tunggulah beberapa hari lagi, aku pasti akan menangkap anda dengan tanganku sendiri," ucap Dara.

"Aku tidak bisa memberimu petunjuk, karena keselamatan anakku adalah taruhannya," ucap Pak Tama yang saat ini benar-benar merasa kebingungan.

"Kalau begitu mendekamlah dipenjara, dan akan aku pastikan kamu tidak bisa bertemu dengan anak dan istrimu lagi," ucap Dara. Pak Tama mengusap wajahnya dengan kasar. Beliau benar-benar tidak tahu jika untuk mendapatkan biaya operasi anaknya, beliau akan berhadapan dengan masalah yang serumit ini.

Dara pun segera keluar dari ruangan Pak Tama untuk kembali ke kantor. Tepat saat Dara sudah berbelok ke arah lobby, Pak Bagas tiba di rumah sakit dari arah yang berlawanan, sehingga mereka berdua tidak berpapasan.

Mengetahui bahwa yang mengunjunginya kali ini bukan para detektif, Pak Tama pun hanya diam mematung. 

"Katakan," ucap Pak Bagas sembari duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang rumah sakit.

"Apa yang harus aku katakan, semua sudah aku katakan saat proses interogasi," jawab Pak Tama dengan ketakutan.

"Aku tahu bahwa bukan kamu pelakunya," ucap Pak Bagas. Pak Tama pun terkejut dan segera mengangkat wajahnya untuk menghadap ke arah Pak Bagas.

"Apa benar-benar detektif itu yang tempo hari ada di dalam mobil dan membawa putrinya Pak Krisna?" tegas Pak Bagas. Terlihat Pak Tama yang sedang menatap Pak Bagas dengan kebingungan.

"Katakan semuanya, maka aku akan menjamin keselamatanmu," ucap Pak Bagas.

"Sebenarnya... " Pak Tama menghentikan ucapannya, beliau berpikir sejenak, sementara Pak Bagas bersiap mendengarkan penjelasan dari Pak Tama dengan seksama.

"Sebenarnya, aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, karena saat itu hujan cukup lebat, dan mobil itu juga segera melaju meninggalkan lokasi," jelas Pak Tama.

"Lalu kenapa kamu seakan sangat yakin bahwa dia adalah pelakunya?" tanya Pak Bagas.

"Karena dia menyuruhku untuk mengatakan itu semua," ucap Pak Tama.

"Dia siapa?" sahut Pak Bagas.

"Aku tidak tahu, aku hanya dihubungi melalui telepon sekali pakai," jawab Pak Tama.

"Orang miskin ini benar-benar tidak bisa dipercaya." Sementara itu di seberang sana, sedang ada seseorang yang mendengarkan setiap percakapan di ruangan tersebut.

Rupanya di bawah ranjang ada penyadap yang menghubungkan ruangan tersebut dengan seseorang. Saat mendengar kabar bahwa Pak Tama dirawat di rumah sakit, seseorang yang masih belum diketahui identitasnya, membayar seorang tukang bersih-bersih untuk menempelkan alat penyadap tersebut di bawah ranjang Pak Tama, sehingga dia pun bisa mendengar setiap obrolan yang ada di sana.

"Jadi kamu belum pernah tahu siapa orang yang sudah menyuruhmu?" tanya Pak Bagas yang membuat Pak Tama seketika mengangguk.

"Apa menurutmu seorang polisi ataupun detektif bisa percaya dengan semua karanganmu ini?" tegas Pak Bagas. Seketika Pak Tama diam membisu.

Pak Bagas pun segera keluar dari ruangan Pak Tama, beliau benar-benar sangat kesal karena merasa dipermainkan oleh orang-orang yang ada disekitarnya. 

"Apa memang Dara yang menyuruh Tama untuk mengatakan itu semua? Tapi apa tujuannya? Kenapa dia malah menampakkan diri? Bukankah dia seharusnya melakukan ini secara diam-diam. Apa dia memang sengaja mau menantang kami?" Seketika Pak Bagas teringat, bahwa sebelum beliau masuk ke ruang Pak Tama, beliau melihat punggung Dara yang terus berjalan meninggalkan rumah sakit. Rupanya dari kejauhan tadi, Pak Bagas sudah bisa mengenali Dara.

***

Malam hari.

Kreeeeek ...

Perlahan Amelia membuka pintu kamar Dara, dilihatnya Dara yang sudah tertidur di kasur lantai dengan menghadap ke arah tembok. "Dara." Amelia mencoba memanggil Dara untuk memastikan bahwa adiknya tersebut benar-benar sudah tertidur. Benar saja, saat Amelia memanggil namanya, Dara tidak menyahuti. Amelia pun segera menutup pintu kamar itu kembali.

Blar.

Tepat saat Amelia sudah menutup pintu, Dara pun membuka mata, karena memang sebenarnya dia belum tidur. Dara segera duduk dan menajamkan pendengarannya. Terdengar saat itu Amelia membuka pintu depan. Dara pun segera membuka sedikit tirai bambu yang menutupi jendelanya. Kebetulan jendela kaca Dara tepat berada di atas kasurnya, jadi dia tidak perlu menggeser tubuhnya untuk melihat ke arah parkiran mobil.

Benar saja dugaan Dara, kakaknya pergi ke arah parkiran mobil, terlihat Amelia sempat celingukan kesana kemari sebelum akhirnya berjalan ke arah mobil, tapi ada yang aneh saat ini, karena Amelia berjalan ke arah mobil Dara, bukan ke mobilnya sendiri. "Apa yang sedang dia lakukan?” gumam Dara dengan suara lirih.

Dari lantai atas benar-benar terlihat dengan jelas apa saja yang dilakukan oleh Amelia di bawah sana. Amelia masuk ke mobil Dara dan memeriksa setiap sudut yang ada di sana. Cukup lama Amelia memeriksa setiap inci mobil tersebut. 

"Apa dia sedang mencari ini?" ucap Dara sembari mengeluarkan kantong plastik kecil dari sakunya. Di dalam plastik tersebut terdapat potongan kuku dan juga anting milik Dita.

Dara memandangi kantong plastik kecil tersebut dan juga kakaknya yang masih ada di mobilnya bergantian beberapa kali. Bahkan dia juga memicingkan mata dengan tatapan tajam ke arah kakaknya.

****

Beberapa hari kemudian.

"Apa kalian sudah mendengar berita?" tanya Pak Tedi saat baru saja masuk ke ruangannya dan melihat, bahwa semua anak buahnya sudah datang.

"Ada apa?" tanya Dani.

"Pak Bagas mengajukan pensiun dini," jawab Pak Tedi.

"Apa?"

"Kenapa?" tanya semua anggota hampir berbarengan.

"Entahlah, aku bahkan sudah tidak bisa menghubunginya sekarang," ucap Pak Tedi.

"Kalau begitu ayo kita ke rumahnya sekarang," ucap Dani.

"Tidak perlu," jawab Tara dengan santai, seakan dia tidak terkejut dengan berita besar ini.

"Kenapa tidak perlu?" tanya Pak Tedi.

"Apa kalian lupa, bahwa terakhir kali Pak Bagas berselisih dengan Dara?" tanya Tara seraya tetap melihat ke arah laptopnya.

"Kalau begitu kalian saja yang pergi, aku tidak perlu," ucap Dara.

"Apa kamu sudah puas?" hardik Tara pada Dara.

"Apa sebenarnya yang ingin kamu katakan?" tanya Dara.

"Kamu pikir saja sendiri, apa yang sudah kamu lakukan selama ini," ucap Tara yang membuat semua orang di ruangan tersebut kebingungan.

"Memangnya apa yang sudah Dara lakukan? Bukankah selama ini dia selalu bekerja dengan sangat baik. Hanya di kasus ini saja yang berjalan sedikit lambat," kesal Dani.

"Itulah, kalian coba pikirkan, kenapa kasus ini sangat lambat sekali, padahal kasus ini sudah menjadi perhatian publik, bahkan anak kepala polisi juga sudah menjadi korban. Kenapa pelakunya belum juga jelas," ucap Tara.

"Sudahlah, jangan bertengkar." Baru saja Dani menarik nafas dan hendak menanggapi ucapan Tara, Pak Tedi segera menengahi.

"Aku dan Tara akan pergi ke rumah Pak Bagas, sementara kalian berdua tetap di kantor," ucap Pak Tedi akhirnya. Tara pun segera beranjak dan berjalan mengekor di belakang Pak Tedi yang lebih dulu keluar dari ruangan.

"Kenapa dia selalu saja memojokkanmu?" kesal Dani sembari menghadap ke arah Dara.

"Entahlah," ucap Dara dengan santai.

"Lagian kamu juga jangan terlalu percaya sama aku," ucap Dara yang membuat Dani seketika mengerutkan keningnya.

"Kenapa? Apa kamu menyembunyikan sesuatu?" tanya Dani dengan tatapan tajam dan menyelidik.

"Tentu saja sangat banyak yang aku sembunyikan, jika aku mengatakan semuanya pada tim, semua kasus yang kita tangani tidak akan bisa terpecahkan dengan cepat," ucap Dara.

"Hmbbb, benar juga, kamu selalu saja ada kejutan di setiap kasus," ucap Dani.

"Lalu apa kamu sudah menemukan sesuatu di kasus yang sekarang ini?" tanya Dani dengan penasaran.

"Entahlah, apa ada yang aku temukan atau tidak ya... " goda Dara.

"Kamu selalu saja menyelesaikan semuanya sendirian. Setidaknya libatkanlah aku selaku partner kerjamu," ucap Dani.

"Cluenya adalah... " Dara menghentikan ucapannya, sementara Dani segera berjalan mendekat ke arah meja Dara dan bersiap mendengarkan.

"Apa hubungannya kasus ini dengan juri inti yang terpilih di perusahaan kakakku," ucap Dara.

"Apa kamu sekarang sedang mencurigai kakakmu sendiri?" tanya Dani dengan terkejut, bahkan dia juga sedikit meninggikan suaranya.

Dengan reflek, Dara pun segera membekap mulut Dani yang tidak tahu aturan tersebut. "Inilah sebabnya aku tidak mau memberikan informasi apapun pada timku," ucap Dara yang kemudian melepaskan telapak tangannya yang menempel pada mulut Dani.

"Aku tidak mencurigai kakakku, aku hanya menyatukan fakta yang terjadi saja. Pertama Dita meninggal, lalu Arum di sekap. Kebetulan sekali mereka adalah juri inti yang terpilih di perusahaan," jelas Dara.

"Lalu apa hubungannya dengan anak Pak Krisna? Apa dia juga berhubungan?" tanya Dani.

"Entahlah, aku masih terus mencari tahu," jawab Dara.

"Tapi kami sudah memeriksa secara menyeluruh CCTV, jalannya acara tersebut, dan juga sudah meminta keterangan pada semua orang, termasuk pada kakakmu," sanggah Dani.

"Lalu?" tanya Dara.

"Tidak ada apapun yang kami temukan," jawab Dani.

"Semua tidak semudah itu Dani," ucap Dara.

"Benar juga," gumam Dani.

"Lalu kenapa juga sekarang Pak Bagas mengajukan pensiun dini? Bukankah kita sering mendengar bahwa beliau sangat bersusah payah untuk bisa sampai di posisinya? Bukankah seharusnya dia ikut mencari pelaku dengan mengerahkan segala tenaganya?" cecar Dara.

"Apa hubungannya Pak Bagas dengan kakakmu?" tanya Dani yang semakin kebingungan.

"Kamu pikir sajalah sendiri," ucap Dara yang mulai kesal. Dani pun hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu berlalu kembali ke arah kursinya.

Saat Dani menoleh lagi ke arah Dara. "Pikir," ucap Dara dengan suara lirih, sembari mengetuk pelipisnya dengan jari telunjuk, seakan mengejek Dani. Dani pun hanya bisa menyunggingkan sudut bibirnya ke atas dengan menahan kesal.

***

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Sementara itu Pak Tama di rumah sakit sudah mulai gelisah.

"Dia menyuruhku menyanderanya, tapi dia membiarkanku mendekam disini. Tidak ada ponsel atau apapun untuk berkomunikasi. Bahkan aku juga tidak bisa mengetahui kabar anak dan istriku," gumam Pak Tama, yang tentu saja terdengar dari alat penyadap di bawah ranjang. Sementara seseorang disana hanya menyunggingkan sudut bibirnya ke atas, saat mendengar kegelisahan Pak Tama.

"Siapa kiranya sekarang yang bisa menolongku?" gumam Pak Tama lagi.

"Apa detektif itu benar-benar bisa dipercaya?"

"Aku harus meminta pertolongan secepatnya." Pak Tama bertengkar dengan pikiran dan batinnya sendiri saat ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!