NovelToon NovelToon
Pengantin Dunia Lain

Pengantin Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Hantu
Popularitas:752
Nilai: 5
Nama Author: BI STORY

Bu Ninda merasakan keanehan dengan istri putranya, Reno yang menikahi asistennya bernama Lilis. Lilis tampak pucat, dingin, dan bikin merinding. Setelah anaknya menikahi gadis misterius itu, mansion mereka yang awalnya hangat berubah menjadi dingin dan mencekam. Siapakah sosok Lilis yang sebenarnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Percakapan Dingin Di Taman

Pukul 3 sore. ​Zian duduk di kursi belakang mobil Reno. Ia menatap ke luar jendela. Pikirannya masih dipenuhi kengerian yang ia saksikan di sekolah. Hari ini berjalan dengan cukup horor. Teror mencekam terjadi kepada tiga anak paling nakal di sekolah.

​Di seberang jalan, Rio, Denis, dan Zacky keluar dari gerbang sekolah. Mereka tidak berjalan bersama. Rio pincang, Denis sesekali melihat ke belakang, dan Zacky berjalan sangat cepat, matanya merah.

Mereka tampak seperti tiga orang asing yang baru selamat dari medan perang.

​Lilis/Alice duduk di kursi depan, menyetir dengan tenang. Wajahnya kembali datar, tenang, dan indah, seolah ia baru saja menghabiskan waktu dengan meditasi, bukan meneror.

Zian melirik Lilis, suaranya gemetar.

"Mereka... kenapa mereka begitu ketakutan, Kak?"

​Lilis tidak menoleh, matanya lurus ke jalan.

"Mereka hanya... belajar tentang konsekuensi, Zian. Pelajaran yang cepat dan efektif."

"Pensil yang menusuk jari kaki Rio... Kaos Denis yang beku... Es batu di kantin...?" tanya Zian.

​Lilis dengan nada suaranya dingin, sedikit bangga.

"Aku hanya memberikan sentuhan. Sedikit rasa dingin agar mereka tahu siapa yang tidak boleh mereka sentuh."

​Zian panik.

"Tapi, Kak, mereka tidak akan melapor? Mereka tidak akan bilang kalau Kakak..."

​Lilis memotong dengan suara yang mematikan.

"Mereka tidak akan bisa. Apa yang akan mereka katakan? Hantu sarung tangan putih mencekik kita di kamar mandi? Es batu membentuk tinju dan mengancam kita? Mereka akan terdengar gila, Zian. Dan jika mereka menyakitimu lagi, sentuhanku berikutnya... tidak akan selembut itu."

​Zian menelan ludah, ketakutan bercampur rasa lega yang luar biasa. Ia menatap punggung Lilis. Wanita ini, atau apa pun dia, adalah pelindung yang paling mengerikan yang pernah ia miliki.

​Mobil Reno sudah diparkir. Zian berjalan perlahan menuju taman belakang mansion, mencari Lilis.

​Sore itu, meskipun matahari masih bersinar, terasa sangat sejuk. Angin berhembus kencang secara sporadis, menggoyangkan dedaunan seolah ada sesuatu yang tak terlihat sedang melintas.

Aroma bunga melati terasa sangat kuat, menusuk hidung, padahal hanya ada satu pohon melati kecil di sudut.

​Di tengah taman yang luas, di kursi besi tempa, duduklah Lilis. Ia mengenakan gaun tidur sutra putih yang sederhana. Ia terlihat memejamkan mata, tangannya terlipat di pangkuan.

​Aura di sekelilingnya mencekam. Meskipun ia duduk dengan tenang, udara di sekitarnya tampak beriak, dan helai rambutnya bergerak-gerak padahal tidak ada angin di dekatnya.

​Di atas, di dahan pohon mangga tua yang lebat, Bu Ninda wajahnya cemas sedang bersembunyi. Ia mengenakan pakaian yang serba gelap dan memegang sebuah kamera kecil.

Ia memanjat ke sana untuk menguping, tersembunyi di balik dedaunan.

​Zian mendekat perlahan.

"Kak Lilis?"

​Lilis membuka matanya. Tatapannya jernih dan intens.

"Selamat datang kembali, Zian. Sekolahmu lancar tadi?"

​Zian maju beberapa langkah, ragu.

"Aku... aku mau tanya. Soal Rio, Denis, dan Zacky."

​Lilis tersenyum tipis, senyumnya tidak menghangatkan.

"Kenapa lagi? Kamu ingin mengadu tentang betapa 'tidak efisiennya' caraku?"

​Zian menarik napas dalam-dalam.

"Aku melihat mereka, Kak. Mereka sangat ketakutan. Rio sampai menangis di ruang kesehatan. Apa... apa yang Kakak lakukan tadi di sekolah?"

​Aroma melati di sekitarnya semakin kuat. Angin dingin berputar pelan di sekitar kursi Lilis.

​Lilis suaranya sangat pelan, tetapi jelas,

"Aku hanya memastikan bahwa mereka melihat sedikit dari apa yang aku lihat. Rasa sakit yang tajam dan tak terduga. Rasa dingin yang mencekik dan tak terhindarkan dan sebuah pesan yang jelas. Kamu selalu tertekan di sekolah selama ini kan Zian?"

​Lilis mengangkat tangannya. Di udara di atas telapak tangannya, sehelai kelopak bunga melati yang layu berputar cepat melawan gravitasi.

​"Kamu adalah tanggung jawabku, Zian dan siapa pun yang menyakitimu... mereka menyentuhku. Dan bagi mereka yang menyentuhku..."

​Kelopak bunga melati itu tiba-tiba membeku di udara, kemudian jatuh, hancur menjadi debu beku di rumput.

​"...Konsekuensinya adalah teror."

​Zian terperanjat. Ia merasakan kengerian dan sekaligus rasa aman yang aneh.

"Kakak... Kakak bukan manusia, ya?"

​Lilis hanya menatapnya, matanya memancarkan cahaya yang aneh.

Lilis sedikit tersenyum, matanya menyiratkan kesedihan yang tak terbatas.

"Aku adalah jiwa yang terikat pada mansion ini, Zian. Terikat pada keluarga ini dan sekarang, terikat padamu. Tidak ada yang bisa menyakitimu lagi. Mereka akan hidup dalam bayangan ketakutan yang akan aku ciptakan untuk mereka. Mereka akan selalu bertanya-tanya apakah itu Lilis? Apakah dia mengawasi?"

​Zian air matanya menetes.

"Terima kasih, Kak. Aku... aku tidak pernah punya yang seperti ini.

​Zian berlari ke arah Lilis dan memeluknya."

​Begitu Zian menyentuh Lilis, Zian merasakan sensasi dingin membeku yang luar biasa, tetapi ia menahan diri. Ia memeluk Lilis.

​Di atas pohon mangga, Bu Ninda terkejut. Kamera di tangannya hampir jatuh. Ia membekap mulutnya sendiri.

​Bu Ninda mendengar seluruh percakapan. Ia melihat pelukan Zian dan Lilis. Rasa dingin yang terasa oleh Zian tampak nyata dari pandangan mata Bu Ninda. Rumput di sekitar kaki Lilis tampak memutih seperti embun beku sesaat setelah pelukan itu.

Bu Ninda berbicara dengan hatinya, gemetar.

"Apa dia? Dia benar-benar bukan manusia? Dia telah menampakkan kekuatannya. Dia melindungi anak bontotku dengan... teror hantu. Aku harus melapor... tapi siapa yang akan percaya?"

​Bu Ninda mengangkat kameranya dan mengambil beberapa foto buram dari Lilis dan Zian, berusaha menangkap momen aneh itu.

​Tiba-tiba, Lilis mendongak. Pandangannya lurus, seolah menembus dedaunan tebal, langsung ke mata Bu Ninda.

​Meskipun Bu Ninda bersembunyi dengan baik, ia yakin Lilis melihatnya.

​Wajah Lilis tidak menunjukkan kemarahan, hanya ketenangan yang menyeramkan. Ia hanya tersenyum sangat tipis.

Lilis suaranya terdengar dari bawah, tetapi terasa seperti bisikan di telinga Bu Ninda.

"Mama Ninda... Jangan terlalu lama di atas sana. Nanti ada ular."

​Bu Ninda menjerit tertahan, tetapi tidak ada suara yang keluar. Ia terpaku. Ia tidak berani bergerak.

​Lilis berbalik ke Zian, mengakhiri percakapan itu.

"Ayo masuk. Aku akan bikinin kamu camilan."

​Lilis dan Zian berjalan masuk ke mansion.

​Bu Ninda tetap di pohon, gemetar hebat, melihat kepergian mereka. Ia yakin nyawanya terancam.

Bu Ninda kebingungan harus berbuat apa. Apakah menceritakan tentang Lilis kepada salah satu temannya yang indigo adalah solusi yang efektif? Bu Ninda berencana bertemu dengan Kinanti, teman arisannya yang bisa melihat keberadaan dunia lain.

Dua hari lagi adalah jadwal arisan di mansion Bu Ninda. Kesempatan untuk Bu Ninda mempertemukan Lilis dengan Bu Kinanti.

Bersambung

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!