NovelToon NovelToon
Senandung Hening Di Lembah Bintang

Senandung Hening Di Lembah Bintang

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:319
Nilai: 5
Nama Author:

Berada di titik jenuh nya dalam pekerjaan Kania memutuskan resign dari pekerjaan dan menetap ke sebuah desa. Di mana di desa tersebut ada rumah peninggalan sang Kakek yang sudah lama Kania tinggalkan. Di desa tersebutlah Kania merasakan kedamaian dan ketenangan hati. Dan di desa itu jugalah, Kania bertemu dengan seorang, Bara.

17

Kania sedang bersantai di teras rumah-nya, menikmati yang damai. Tiba-tiba, Dini datang dengan langkah cepat, membawa dua cup kopi yang kemungkinan berasal dari kedai kopi ’Senja Ranu’.

Tanpa canggung lagi, Dini masuk ke teras rumah Kania, meletakkan kopi di meja—satu untuk Kania, satu untuknya—dan langsung duduk berhadapan dengan Kania dengan ekspresi yang sudah tidak tahan lagi untuk mendengarkan cerita.

Dini menyodorkan cup kopi pada Kania. “Kopi dari mas Barista yang sedang kasmaran.” Kania mengambil cup kopi yang diberikan Dini. “Ayo, cepat mbak, cerita. Aku sudah tidak sabar mendengar cerita lengkap kencan kalian sejak semalam.”

Kania tertawa dan wajahnya terlihat berseri-seri. “Astaga, Dini. Kau ini! Aku bahkan masih menikmati udara pagi ini. Tapi, kamu sudah datang dan penasaran saja.”

‘’Ayolah mbak Kania yang cantik jelita, ceritakan padaku.”

Kania tersenyum dan mulai bercerita, wajahnya di penuhi kebahagiaan.

“Sangat romantis, Din. Dan tempatnya indah sekali. Bukan hanya pemandangannya yang luar biasa, tapi karena kita hanya bicara mengenai ‘kita’ dan tentang mimpinya yang paling sederhana.”

Dini mengangguk dengan antusias. “Ciyeee..ciyeee, teruuss, mbak, lanjutin..”

“Laluu..Mas Bara memberikanku ini.” Kania menyentuh liontin perak dengan bandul biji kopi di lehernya.

Dini langsung melihat ke arah leher Kania, matanya berbinar gembira. “Waahh! Liontin biji kopi! Cute sekali! Bisa juga mas Bara bertingkah romantis! Pasti mahal sekali ya, mbak. Tapi, tunggu. Kok liontin? Bukannya cincin!?”

Kania tersenyum paham. “Mas Bara bilang, liontin ini bentuk dari keseriusannya, Din. Mas Bara juga bilang ‘hidupnya sudah diserahkan padaku’.”

Dini tersenyum dengan tulus. “Ternyata mas Bara bisa juga bersikap romantis. Dan itu manis sekali, mbak Kania. Itu menunjukkan mas Bara tidak hanya mencintaimu tapi juga membutuhkanmu. Jadi, mbak Kania, sudah jawab, ya.?”

Kania mengangguk malu. “Tentu saja, ya. Aku ingin membangun masa depanku bersamanya.”

Dini bersorak kencang. “Yeaayyy..sebentar lagi akan ada pesta di desa ini.’’

Kania dan Dini tertawa, merayakan kebahagiaan Kania dan Bara. Kania sangat berterima kasih pada Dini, dukungannya adalah salah satu kekuatan terbesarnya di desa ini.

Sedangkan di tempat lain ;

Bara masuk ke dalam dapur, melihat Ibu Wati sedang sibuk menyiapkan bahan masakan untuk makan siang. Melihat Ibunya yang sedang sibuk, Bara ikut membantu ibunya memotong sayuran, meskipun pikirannya tidak sepenuhnya fokus pada sayuran yang sedang ia potong.

Tanpa menoleh Ibu Wati tahu anaknya yang mendekat. “Wah, anak ibu pagi ini terlihat bahagia sekali. Senyumnya seperti baru saja menemukan emas di dasar sumur. Kencanmu, sukses ya, Nak.?”

Bara tertawa mendengar candaan sang Ibu. “Sangat lancar, Bu. Itu..Sempurna..”

Lalu, Bara menceritakan kembali tentang kencannya bersama Kania. Menceritakan tentang perjalanannya ke puncak rahasia kakek Tirta, suasana di bawah bintang, dan terutama tentang hubungannya bersama Kania.

“Kania bilang dia merasa damai, Bu. Dia akhirnya mengerti saya memilihnya bukan karena saya ingin menjadi penyelamatnya. Tapi saya memilihnya karena saya melihat masa depan bersama dirinya.”

Ibu Wati berhenti memotong, lalu menatap sang Putra dengan lembut. “Kania bisa merubahmu secepat itu, ya. Padahal sebelum dia datang, kamu seperti robot yang sudah terprogram, hari-harimu begitu monoton. Tapi, semenjak kehadirannya, Ibu melihat banyak senyum dari wajahmu, hari-mu yang sudah terjadwal, jadi berantakan, dan yang membuat Ibu bersyukur Kania datang ke desa kita, karena dia mampu merubahmu sebanyak itu.”

“Ya, Bu. Aku juga merasakan sejak kedatangannya, hariku tidak terjadwal, bahkan di awal, hanya karena dia datang untuk minum teh sehabis olahraga, saya dengan bodohnya meninggalkan semua pekerjaan yang menumpuk, hanya memandang nya yang sibuk didepan layar dengan serius, tanpa ada kata di antara kami.” Bara kembali mengingat saat awal Kania datang memasuki kedai kopi nya.

“Itulah sejuta pesona Kania, yang mampu membuat anak Ibu, menjadi sosok yang berbeda, menjadi manusia pada umumnya.” Senyum tulus sang Ibu terpatri pada wajah tua-nya. “Lalu, apakah kamu memberi-nya, cincin.” Tanya Ibu Wati.

Bara tersenyum malu-malu dan mengeluarkan liontin biji kopi perak yang ia tinggalkan di sakunya—ia membeli sepasang liontin, satu sudah terpasang indah di leher jenjang Kania.

‘’Saya memberinya ini, Bu. Liontin biji kopi. Saya bilang padanya ‘Ini sebagai tanda, bahwa hatiku dan hidupku kuserahkan padanya’.”

Ibu Wati mengambil liontin di tangan Bara, mengamati dengan kasih sayang. “Liontin biji kopi…Ahh, anak Ibu. Kamu bisa romantis juga. Ini sangat manis, Nak. Sebuah janji yang tulus. Seperti janji yang tertanam di bumi, seperti akar kopi kebun kita.”

Ibu Wati mengembalikan liontin itu, lalu meraih kedua tangan Bara. “Kania itu wanita yang kuat, hebat dan cantik. Tapi dia rapuh, kamu sudah memilihnya. Sekarang tugasmu, membuat Kania merasa aman, nyaman, dan tenang, jangan biarkan dia merasa asing atau sendirian lagi.”

Bara mengangguk. “Pasti, Bu.”

Ibu Wati tersenyum bangga. “Kapan kamu akan melamarnya secara resmi, Nak?”

Dengan wajah penuh tekad, Bara menjawab. “Secepatnya, Bu. Nanti akan kami bicarakan lagi. Saya juga harus mendekatkan diri ke keluarga Kania. Doakan semua urusan kami dipermudah ya, Bu.”

“Doa IBu selalu menyertaimu, Nak.”

Ibu Wati tersenyum bahagia. “Bagus. Itu baru anak Ibu. Nanti, kamu harus cerita sama Bapak, dia harus dengar sendiri cerita keromantisan anak laki-lakinya.”

Bara mengangguk dan tertawa riang, pagi ini hatinya dipenuhi oleh kehangatan dari sang Ibu. Restu dari Ibunya terasa sangat berharga. Dan kini Bara siap membangun masa depan bersama Kania.

Di tempat lain ;

Segera setelah Dini pulang. Dan setelah yakin dengan keputusannya, Kania ingin membagi kabar bahagia ini dengan sang sahabat—Maya.

Kania masih duduk di terasnya, di tempat yang sama ia sering merasa cemas dan galau. Tapi sekarang ia merasa tempat-nya damai. Kania menekan tombol panggilan ke nomor Maya, berharap Maya sedang tidak sibuk dan bisa menerima panggilan dari-nya.

Maya

“Oh, Gosh. Akhirnya! Kirain kamu sudah jadi tarzan cantik penghuni kebun kopi!”

Kania

“Hai, belum jadi tarzan, tapi tambah cantik.”

Maya

“Dari suaramu sih terdengar habis dapat durian runtuh. So, ada update apa?”

Kania

“Mendapat pangeran berkuda putih. Mendapat saingan. Dan..mendapat liontin yang berisi janji setia.”

Maya

“Woww..Lengkap nya, please…”

Dan Kania bercerita secara rinci tentang awal pertemuan-nya, sampai Bara memberinya liontin.

Kania

“So, itu saja nona ingin tahu yang bisa kuceritakan padamu untuk saat ini.”

Maya

“Ck..seperti nonton drama klasik, cuma pemeran utama nya Kamu dan Bara. Tapi, aku senang mendengar kabar ini darimu, Kani. Dan aku akan terus mendukungmu, asal kamu bahagia.”

Kania

“Terima kasih, May. Aku rindu padamu.”

Maya

“Aku juga.. Eh, tapi kamu belum menceritakan adegan pangeranmu memberi liontin, dia ngajak kamu kemana saat ngasih liontin itu? Jangan bilang dia ngasih di kebun kopi lagi?”

Kania

Tertawa mendengarnya. “Dia membawaku ke bukit, tempat rahasia kakek, dan dia memberiku liontin biji kopi. Dia bilang ini sebuah tanda, sebuah janji aku menyerahkan hatiku dan hidupku kepadamu.”

Maya

“Oh..Wooww..Tunggu! Liontin berbandul biji kopi? Serius?? Kamu di lamar dengan biji kopi?”

Maya terbahak di seberang sana.”Gila, out of the box banget sih. Mentang-mentang punya kebun kopi! So, kapan nikahnya? Dan kamu harus prewed di kebun kopi. Biar cocok sama liontin-mu. Dan aku mau jadi bridesmaid!”

Kania

“Doakan semoga berjalan lancar ya, May. Nanti aku kabari lagi.”

Maya

“Amiin..semoga semua lancar.”

Kania

“Terima kasih, May.”

Kania mengakhiri telepon dengan perasaan ringan. Kania telah menutup pintu pada masa lalu yang ragu-ragu dan sepenuhnya membuka pintu pada masa depannya di desa Ranu Asri.

Tetiba, Kania jadi merindukan Bara. Setelah malam di Bukit Bintang, Kania seolah-olah tidak bisa jauh dari Bara. Kania mendapat ide, akan mengajak Bara makan malam bersama nanti malam, di rumahnya. Kania meraih kembali ponselnya, mengirim chat ke nomor Bara.

Kania

“Mas Bara, kalau kamu ada waktu jam 7 malam nanti, bisa datang ke rumahku?”

Jawaban cepat langsung di terima Kania.

My Coffee-in

“Selalu ada waktu untukmu, Kani. Ada apa di jam 7 malam nanti?”

Kania

“Kalau penasaran datang ya jam 7 nanti.”

My Coffee-in

“Sengaja ya? Membuatku penasaran”

Kania sengaja tidak membalas lagi balasan chat Bara. Biarkan lelaki itu setengah mati penasaran, kan memang niatnya Kania ingin membuat kejutan. Ia ingin Bara menyantap masakan yang ia buat. Karena Kania tahu bara suka nasi goreng, jadi ia akan buat nasi goreng ala resto untuk Bara.

Kania membuka lemari es nya, terlihat beberapa bahan makanan yang Kania butuhkan tidak ada. Kania bergegas ke warung, mungkin ia akan minta di temani Dini.

Warung sayur yang akan ia tuju tidak jauh dari rumah Dini, dan tampak Dini yang sedang duduk di teras sambil menenun.

“Dini, sibuk ga?”

“Loh, mbak Kania. Mau kemana?”

“Warung sayur, temani dong.” Pinta Kania.

Dini menaruh kerajinan tenun nya, mengunci pintu rumah yang tadi di biarkannya terbuka. “Yok, mbak. Kebetulan pengen cari jajanan juga. Loh tumben toh sore-sore gini ke warung, biasanya nitip belanja sama aku.”

“Karena aku mau buat nasi goreng spesial ala resto untuk mas Bara.” Ujar Kania bersemangat.

“Ciyee..yang udah tahu makanan kesukaan mas barista.” Canda Dini.

“Harus itu. Kira-kira masih ada seafood dan sayuran segar ga ya, Din?”

“Masih kok, mbak. Di jamin semua masih fresh.”

Benar saja, ternyata banyak ikan laut yang masih fresh, dan sayuran pun tampak segar. Kania sibuk memilih bahan makanan yang akan ia pakai. Dari kol, kacang polong, wortel, jagung, dan udang. Tidak lupa Kania memilih bawang merah, putih dan cabai.

“Total nya berapa semuanya, Bu.” Tanya Kania yang telah selesai memilih.

“100rb mbak.” Kania sudah mengambil selembar uang berwarna merah itu, ketika Dini, menahan tangannya. Dan dia menggeleng.

“Bu, ya apa gak bisa kurang dikit. Bawang dan cabai kan harganya lagi turun, bisa dong minta di kurangi harganya.” Tawar Dini.

“Yowes, buat langganan jadi 80rb saja.”

Kania menyerahkan selembar uang berwarna merah itu, kemudian si Ibu mengembalikan kembaliannya.

“Wah, Din. Besok2 kalau aku belanja kamu mesti ikut ya.”

“Buat jadiin aku kang tawar ya”

Kania tertawa pelang. “Makasih ya, Din, sudah mau menemaniku.”

“Sama-sama, mbak. Ingat tak tunggu cerita manis nya.”

“Baiklah, nona ingin tahu.” Canda Kania.

Kania dan Dini berpisah, membawa tas belanjaan penuh bahan makanan dan semangat memasak nasi goreng spesial untuk Bara.

1
Yuri/Yuriko
Aku merasa terseret ke dalam cerita ini, tak bisa berhenti membaca.
My little Kibo: Terima kasih kak sudah menikmati cerita ini 🙏
total 1 replies
Starling04
Membuatku terhanyut.
My little Kibo: Terima kasih kak 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!