NovelToon NovelToon
Kakak Ipar Menjadi Pelipur Lara

Kakak Ipar Menjadi Pelipur Lara

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Duda
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Las Manalu Rumaijuk Lily

Gita sangat menyayangkan sifat suaminya yang tidak peduli padanya.
kakak iparnya justru yang lebih perduli padanya.
bagaimana Gita menanggapinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Las Manalu Rumaijuk Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

kepulangan Darren..

Derby menatapnya, sudut bibirnya sedikit terangkat. Senyum yang sangat tipis itu—yang nyaris tak terlihat—terasa jauh lebih berbahaya daripada bisikan tadi.

​"Selesai?" tanyanya, suaranya kembali normal, seolah tidak terjadi apa-apa. Ia sengaja mengabaikan kegugupan Gita. "Pekerjaan? Tentu saja belum. Perpustakaan ini akan menjadi kantorku, dan kamu adalah asistenku. Setidaknya untuk 10 hari ke depan."

​Ia menekankan frasa "10 hari", mengembalikannya langsung pada konflik mereka pagi tadi.

​Gita menelan ludah. Gagal sudah usahanya mengalihkan pembicaraan. Dia bukan hanya menganggap ucapan Derby tidak ada; dia justru memberi Derby celah untuk menegaskannya.

​"Kak, soal Nayla..."

​"Aku yang akan urus," potong Derby, kembali menatap tabletnya, seolah percakapan intim tadi menguap begitu saja. "Dia tidak penting. Yang penting adalah, kamu sudah berbohong padanya."

​"Aku... aku hanya mencoba membantu. Kakak bilang Kakak sibuk."

​"Bagus," katanya, masih tanpa menatap. "Aku suka orang yang bisa mengambil inisiatif.

Berikan aku alamat emailmu. Aku akan meneruskan beberapa dokumen. Karena kamu sudah menawarkan diri jadi 'jembatan', maka bersiaplah untuk jadi penyebrangan."

​Gita tertegun. Pria ini beralih dari bisikan yang memabukkan ke perintah kerja yang dingin dalam hitungan detik.

​"Tapi Kak," Gita mencoba lagi, memikirkan nasib pekerjaannya sendiri. "Soal pekerjaanku yang 10 hari lagi..."

​Kali ini, Derby mendongak. Tatapan profesionalnya kembali, tetapi ada sesuatu yang berbeda di baliknya. Sesuatu yang hampir... posesif.

​"Aku sudah bilang, Gita. Aku akan membayarnya. Anggap saja ini pekerjaanmu yang baru. Kamu tidak bisa menangani laporanku sambil memikirkan atasanmu yang lain."

​"Kakak tidak bisa memintaku berhenti dari pekerjaan yang bahkan belum aku mulai!" seru Gita, frustrasinya akhirnya keluar. "Aku mendapatkannya dengan usahaku sendiri. Itu penting bagiku."

​Derby terdiam sejenak, mengukur wanita di hadapannya. Dia melihat kegugupan tadi, tapi sekarang dia melihat api.

​"Penting, ya?" tanyanya pelan. "Lebih penting daripada mencari tahu ke mana suamimu pergi? Lebih penting daripada membantuku menyelamatkan apa yang dia tinggalkan?"

​Kata-kata itu menghantam Gita lebih keras dari tamparan. Derby menggunakan Darren—lagi—sebagai senjatanya.

​"Itu tidak adil," bisik Gita.

​"Dunia ini tidak adil, Gita. Kamu pikir adil aku duduk di kursi roda ini sementara adikku kabur ke Kalimantan? Kamu pikir adil kamu yang harus merawatku?" Derby mencondongkan tubuhnya.

"Tidak ada yang adil. Yang ada hanya pilihan. Dan saat ini, pilihanmu adalah: bekerja di kantor yang tidak jelas, atau bekerja denganku."

​Derby mengambil ponselnya dari tangan Gita yang masih terulur. Jari-jari mereka bersentuhan lagi, kali ini sengatan listriknya terasa nyata. Gita menarik tangannya cepat.

​"Nayla," kata Derby, seolah baru teringat. "Dia bukan hanya asisten. Dia adalah orang yang ditugaskan Darren untuk 'Proyek Bali' itu. Proyek yang aku bilang tidak ada."

​Mata Gita membelalak. "Jadi... Kakak tahu soal proyek itu?"

​"Aku tahu Darren mengerjakannya di belakangku. Dan aku tahu itu yang membuatnya hancur." Derby menatap Gita lekat-lekat. "Aku melarang Nayla datang bukan karena aku tidak percaya padanya. Aku melarangnya datang karena aku tidak mau dia membahayakanmu."

​"Membahayakanku?"

​"Orang-orang yang terlibat dalam proyek itu... mereka bukan teman Darren. Dan sekarang," Derby meletakkan ponselnya, "Kamu yang mengangkat teleponnya. Kamu yang menyebut namamu. Kamu yang meminta laporannya."

​Gita mundur selangkah. Jantungnya berdebar kencang.

​"Kamu sudah masuk dalam permainan ini, Gita. Bahkan sebelum kamu sadar," kata Derby, suaranya datar, tanpa emosi. "Sekarang, pertanyaannya, kamu mau tetap di sisiku di mana aku bisa melindungimu, atau kamu mau keluar sendirian dengan pekerjaan barumu?"

​Buah simalakama itu kini menjelma menjadi pilihan antara hidup dan mati. Antara pekerjaan impian yang baru di depan mata, dan seorang pria lumpuh di perpustakaan yang baru saja memberitahunya bahwa dia dalam bahaya.

​Dan bisikan tadi... 'Aku lebih suka kamu yang ada di sini.'

​Itu bukan rayuan.

​Itu adalah pernyataan kepemilikan.

​"Aku... aku akan ambilkan Kakak minum lagi," kata Gita, suaranya bergetar. Dia butuh udara. Dia butuh waktu untuk berpikir.

​Saat dia berbalik untuk keluar dari perpustakaan, dia mendengar suara Derby di belakangnya.

​"Jangan lama-lama, Gita. Kita punya banyak pekerjaan."Sepuluh hari terasa seperti sepuluh tahun.

***

​Hari ini adalah hari di mana Gita seharusnya memulai pekerjaan barunya.

Sebaliknya, dia berdiri di ruang kerja Derby—perpustakaan yang kini telah disulap—membacakan ringkasan email di tablet.

Dia telah menjadi tangan kanan, mata, dan kaki Derby, mengetahui lebih banyak tentang seluk-beluk bisnis keluarga dalam sepuluh hari terakhir daripada yang dia pelajari selama dua tahun menikah dengan Darren.

​"Gita," suara Derby yang dalam memotong konsentrasinya.

​"Ya, Kak?"

​"Hari ini," kata Derby, menatap lurus ke arahnya dari kursi rodanya. "Kamu tidak menyebutkan soal pekerjaan barumu."

​Gita terdiam. "Tidak ada yang perlu disebutkan. Aku sudah mengirim email pengunduran diri dua hari lalu."

​Derby mengangguk sekali. "Bagus."

​Hanya itu. Tidak ada pujian, tidak ada ucapan terima kasih. Hanya sebuah pengakuan bahwa dia telah membuat pilihan yang tepat—pilihan Derby.

​Gita baru saja akan melanjutkan laporannya ketika pintu perpustakaan terbuka tanpa ketukan.

​Keduanya menoleh.

​Di ambang pintu, berdiri seorang pria yang familier namun asing. Darren.

​Rambutnya lebih panjang, acak-acakan. Ada janggut tipis yang menaungi rahangnya.

Dia lebih kurus, kulitnya lebih gelap terbakar matahari, dan kemeja yang dipakainya kusut seolah dia telah tidur dengan itu selama berhari-hari. Matanya datar, lelah, dan kosong.

​"Darren," bisik Gita. Jantungnya serasa berhenti berdetak.

​Darren berjalan masuk, langkahnya berat. Dia tidak membawa tas, seolah dia baru saja kembali dari taman belakang, bukan dari pulau lain. Matanya tertuju lurus pada Derby.

​"Liburanmu di Kalimantan menyenangkan?" tanya Derby, suaranya sedingin es.

​"Aku tidak liburan," balas Darren dingin. Dia berhenti di depan meja besar. "Aku butuh udara, bukan liburan."

​"Udara dua minggu," sinis Derby. "Proyek Bali hancur. Pak Hadi menemukan semuanya.

Kamu telah menghancurkan proyek terbesar tahun ini."

​Darren mengibaskan tangannya dengan sikap tidak sabar. "Uang. Selalu soal uang. Kamu selalu bisa memperbaikinya, Kak. Bukankah itu yang selalu kamu lakukan?"

Derby menatap adik kandungnya itu dengan tatapan marah dan kesal.

​Darren akhirnya menoleh ke Gita, tapi tatapannya bukan tatapan kerinduan. Itu adalah tatapan menilai dan... memerintah.

​"Kenapa kamu berdiri di sini, Gita?" tanyanya, nadanya datar, seolah dia sedang menegur seorang pelayan yang malas.

​"Aku... aku membantu Kak Derby bekerja," jawab Gita, merasa kecil di bawah tatapan itu. Dia menunjukkan tablet di tangannya.

​"Membantu bekerja?" Darren tertawa sinis, menunjuk kursi roda Derby. "Tugasmu bukan di sini, bukan dengan email dan laporan bodoh itu. Tugasmu di rumah ini sangat jelas. Kamu adalah istriku, dan Kakak adalah tanggung jawabmu sekarang."

​Dia melangkah mendekat, suaranya merendah menjadi bisikan tajam yang hanya didengar Gita.

​"Aku tidak mau melihat Kak Derby kesulitan sedikit pun. Kondisinya lemah, Gita. Kamu fokus urus dia. Mandi, makan, obat. Semua. Aku tidak mau dia mengeluh. Anggap saja ini pertanggungjawabanmu karena telah membuatku pusing selama dua minggu di sana."

​"Darren, apa yang kamu bicarakan?" Gita bingung dan terluka. Dia baru saja membuat pengorbanan besar untuk Derby, dan sekarang suaminya menuntutnya untuk menjadi perawat penuh waktu dengan nada yang menghina.

​Darren mengabaikan pertanyaan Gita. Dia berbalik ke Derby.

​"Aku sudah bilang padanya, Kak," kata Darren, suaranya lebih keras. "Dia akan mengurus semua kebutuhan fisikmu. Kamu tidak perlu khawatir soal itu.

Kamu fokus pada perusahaan. Aku akan urus diriku sendiri, dia akan urus kamu. Adil, kan?"

​Derby hanya menatap adik dan istri adiknya secara bergantian. Ekspresinya rumit; ada sedikit kejutan, kemarahan, tapi juga... kepuasan yang tersembunyi.

​Darren mulai berjalan keluar ruangan, seolah telah menyelesaikan urusan penting.

​"Aku mau mandi. Setelah itu aku mau tidur," katanya tanpa menoleh. "Gita, jangan ganggu aku. Dan pastikan Kak Derby sudah minum obat sorenya."

​Dia menghilang di lorong, meninggalkan Gita dan Derby dalam keheningan yang lebih berat daripada sebelumnya.

​Gita masih berdiri mematung. Dia merasa seperti barang yang baru saja dipindahtangankan—dari tangan Derby yang menginginkannya sebagai asisten, ke tangan Darren yang memaksanya menjadi perawat.

​"Kak..." Gita menoleh ke Derby, matanya berkaca-kaca.

​Derby mengangkat satu tangan. "Dia sudah kembali," katanya, suaranya datar. "Dan dia sudah memberimu perintah yang sangat spesifik."

​Derby mendorong kursi rodanya sedikit mendekat ke meja, matanya yang tajam menatap langsung ke Gita.

​"Aku butuh kamu, Gita," ulangnya, tapi kali ini, kata-kata itu terdengar seperti sebuah perlawanan terhadap Darren. "Sebagai asistenku, bukan perawat. Tapi sekarang, dia sudah menugaskanmu."

​Derby tersenyum tipis, senyum yang sama sekali tidak menenangkan. "Pilihanmu sudah diambilkan. Sekarang, kita lihat. Kamu mau menurutinya—atau kamu mau melawannya?"

​Dia menunjuk ke arah pintu di mana Darren baru saja menghilang. "Pergi siapkan makan malamku, Gita. Dan jangan lupa obat. Dia tidak mau aku mengeluh."

​Gita mengepalkan tablet di tangannya. Dia tidak tahu siapa yang harus dia hadapi sekarang: kakak iparnya yang dingin namun jujur, atau suaminya yang kembali sebagai orang asing yang menekan.

1
Reni Anjarwani
lanjut thor
Bianca Garcia Torres
Aku beneran suka dengan karakter tokoh dalam cerita ini, thor!
Las Manalu Rumaijuk Lily: terimakasih kk
total 1 replies
Myōjin Yahiko
Dijamin ngakak mulu!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!