NovelToon NovelToon
Senja Garda

Senja Garda

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Mengubah Takdir / Action / Dosen / Epik Petualangan / Penyelamat
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Daniel Wijaya

Siang hari, Aditya Wiranagara adalah definisi kesempurnaan: Dosen sejarah yang karismatik, pewaris konglomerat triliunan rupiah, dan idola kampus.

Tapi malam hari? Dia hanyalah samsak tinju bagi monster-monster kuno.

Di balik jas mahalnya, tubuh Adit penuh memar dan bau minyak urut. Dia adalah SENJA GARDA. Penjaga terakhir yang berdiri di ambang batas antara dunia modern dan dunia mistis Nusantara.

Bersenjatakan keris berteknologi tinggi dan bantuan adiknya yang jenius (tapi menyebalkan), Adit harus berpacu melawan waktu.

Ketika Topeng Batara Kala dicuri, Adit harus memilih: Menyelamatkan Nusantara dari kiamat supranatural, atau datang tepat waktu untuk mengajar kelas pagi.

“Menjadi pahlawan itu mudah. Menjadi dosen saat tulang rusukmu retak? Itu baru neraka.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daniel Wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TARIAN WAYANG KULIT

Waktu: 02.00 WIB. 

Lokasi: Ruang Utama Candi Siwa, Prambanan.

Dananjaya menghentakkan kakinya ke lantai batu.

Tidak ada ledakan api. Tidak ada petir yang menyambar. Yang terjadi jauh lebih mengerikan: Cahaya di ruangan itu mati.

Bukan sekadar gelap karena lampu padam, tapi kegelapan yang hidup. Bayangan-bayangan yang semula menempel pasif pada pilar, arca Siwa, dan dinding candi, tiba-tiba melepaskan diri dari permukaan batu. Mereka berdiri, menggeliat, menjadi objek tiga dimensi yang hitam pekat dan tajam, seolah tinta cumi-cumi raksasa tumpah memenuhi ruangan.

"Selamat datang di panggungku, Senja Garda," suara Dananjaya menggema dari segala arah, memantul di dinding batu, membuatnya mustahil dilacak. "Mari kita lihat apakah tarianmu seindah mulutmu."

Aditya langsung mengaktifkan mode Night Vision di helm taktisnya.

"Karin! Sensor buta!" teriak Aditya saat melihat layarnya hanya menampilkan static abu-abu yang menyakitkan mata.

"Ini bukan gelap optik, Mas! Ini materi gelap! LiDAR nggak bisa tembus partikel padat ini!" balas Karin panik di telinganya.

SWUSH!

Insting Aditya menjerit. Dia membuang tubuhnya ke kiri, melakukan roll di lantai batu yang dingin.

KRAK!

Lantai tempat dia berdiri sedetik yang lalu hancur berkeping-keping. Sebuah paku bayangan raksasa menancap di sana, lalu menguap kembali menjadi asap.

Aditya bangkit dengan napas memburu. Dia mencabut Keris Lipat Titanium-nya. Bilah itu menyala biru, satu-satunya sumber cahaya di neraka kecil ini.

"Kau bersembunyi?" ejek Aditya, mencoba memancing musuh untuk menampakkan diri.

"Bersembunyi? Tidak. Aku ada di mana-mana," jawab Dananjaya santai.

Di tengah ruangan, Dananjaya berdiri tegak. Dia tidak memasang kuda-kuda tempur. Dia berdiri seperti seorang konduktor orkestra, tangan kanannya terangkat santai. Dia menjentikkan jari.

Tiga tentakel bayangan melesat dari dinding kanan.

Aditya bereaksi cepat. Dia menebas tentakel pertama dengan kerisnya.

SRET!

Bilah keris yang dialiri energi spiritual memotong bayangan itu. Potongannya mendesis dan hilang. Tapi itu hanya pengalihan.

Tentakel kedua menghantam perut Aditya. BUGH!

Aditya terdorong mundur, tapi dia menahan keseimbangannya dengan tumit. Dia menangkap tentakel ketiga dengan tangan kirinya, lalu meledakkan micro-bomb di sarung tangannya.

BOOM! Bayangan itu hancur berantakan.

"Lumayan," puji Dananjaya, nadanya seperti guru yang menilai murid TK yang baru belajar menggambar. "Refleksmu bagus untuk ukuran manusia biasa. Tapi kau terlalu kaku. Terlalu... teknis."

Dananjaya menggerakkan tangannya lagi, kali ini lebih cepat.

Lantai di bawah kaki Aditya berubah menjadi rawa hitam yang lengket. Kaki Aditya terjebak.

"Sial!"

Dari langit-langit, lima tombak bayangan jatuh meluncur mengincar kepala dan bahu Aditya.

Aditya tidak bisa lari. Dia harus menangkis. Dia memutar kerisnya di atas kepala, menciptakan perisai putaran energi biru.

TRANG! TRANG! TRANG!

Tiga tombak terpental. Tapi dua lolos.

Satu tombak menggores pipi helmnya, membuat retakan di visor. Tombak terakhir menghantam bahu kirinya dengan telak.

CRACK!

Armor nikel di bahunya pecah. Darah merembes keluar. Dingin. Luka yang disebabkan bayangan ini tidak terasa panas seperti luka biasa, tapi membekukan daging sampai ke tulang.

Aditya mengerang, memaksa kakinya lepas dari jeratan lantai dengan ledakan tenaga dalam murni. Dia melompat mundur, terengah-engah.

"Mainan teknologimu mulai rusak, Wiranagara," ejek Dananjaya. Dia berjalan mendekat selangkah demi selangkah. Bayangan di sekitarnya menyingkir memberinya jalan, seolah menghormati rajanya. "Di hadapan Batara Kala, sains hanyalah lelucon anak kecil yang sombong."

"Dan di hadapan sains," balas Aditya sambil menarik pin granat di sabuknya dengan gigi, "Sihir hanyalah frekuensi yang belum dijamah."

Aditya melempar Flashbang Fotokinetik.

BLARR!

Ledakan cahaya putih menyilaukan memenuhi ruangan sempit itu. 50.000 Lumens. Cukup untuk membutakan satu batalion tentara.

Aditya berharap cahaya itu akan menghapus bayangan.

Tapi saat cahaya meredup, Dananjaya masih berdiri di sana. Tidak berkedip. Dia bahkan tidak menutup matanya.

Bayangan-bayangan di sekelilingnya justru membesar, menjadi raksasa yang mengerikan. Mereka memakan cahaya itu.

"Bodoh," desis Dananjaya, menggelengkan kepala kecewa. "Tidakkah kau belajar fisika dasar? Semakin terang cahayamu, semakin hitam dan pekat bayangan yang kau ciptakan. Kau baru saja memberiku amunisi."

Dananjaya merentangkan kedua tangannya.

Bayangan raksasa itu pecah menjadi puluhan tangan hitam yang panjang dan kurus.

"Sekarang, mari kita akhiri sesi pemanasan ini."

Tangan-tangan bayangan itu menerjang serempak seperti ombak tsunami.

Aditya mencoba melawan. Dia menebas, menendang, melompat, dan berguling. Dia menggunakan setiap trik yang dia pelajari dari guru silat di Banten dan instruktur militer di Kopasus. Dia menembakkan kabel grapple untuk menarik pilar batu, mencoba menjatuhkannya ke arah Dananjaya.

Dananjaya hanya melambaikan tangan, dan pilar batu itu hancur menjadi debu sebelum menyentuhnya.

Aditya berhasil memotong sepuluh tangan bayangan. Tapi dua puluh tangan lain datang menggantikan.

BUKK! Satu pukulan bayangan menghantam punggungnya. PLAK! Satu tamparan bayangan menghajar wajahnya.

Aditya terlempar ke udara, lalu ditarik kembali ke lantai, dibanting seperti boneka kain.

Dia mencoba bangkit, tapi sebuah tangan bayangan mencengkeram lehernya, mengangkatnya tinggi-tinggi. Tangan lain mencengkeram kaki kiri dan kanannya, menariknya hingga tubuhnya terentang membentuk huruf X di udara.

"ARGHHH!" Aditya meraung. Tulang rusuknya yang sudah retak kini diremas tanpa ampun. Visor helmnya pecah total, jatuh berkeping-keping ke lantai.

Aditya tergantung tak berdaya, wajahnya babak belur, darah menetes dari bibir. Dia mencoba menggerakkan jari-jarinya, tapi syarafnya mati rasa.

Dananjaya berjalan mendekat perlahan, langkahnya elegan di atas lantai batu. Topeng Batara Kala di wajahnya menyala merah terang, seolah tersenyum melihat mangsanya yang sudah dilumpuhkan.

"Lihat dirimu," bisik Dananjaya, mendongak menatap mata Aditya dari jarak dekat. "Pewaris Wiranagara. Harapan terakhir Nusantara. Tergantung seperti dendeng."

Dananjaya meletakkan tangan kanannya yang bersarung tangan putih di dada Aditya, tepat di atas jantung yang berdegup panik.

"Jantungmu kuat. Tekadmu baja. Tapi kau memilih sisi yang salah."

"Persetan... dengan... sisimu..." ludah Aditya, darah mengenai jubah putih Dananjaya.

Dananjaya tidak marah. Dia hanya mengusap noda darah itu dengan tenang, lalu tersenyum di balik topengnya.

"Aku bisa menghentikan jantungmu sekarang dengan satu niat kecil. Meremas organ dalammu sampai meledak," kata Dananjaya lembut, nadanya hampir sayang. "Tapi itu terlalu mudah. Terlalu membosankan. Aku ingin kau menjadi saksi."

"Saksi... apa?" desis Aditya.

Dananjaya berbalik, memunggungi Aditya yang masih terpasung di udara. Dia kembali menghadap arca Siwa dan portal ungu yang berputar semakin kencang di langit-langit.

"Aku ingin kau melihat saat aku merobek langit ini. Aku ingin mata terakhir yang melihat Indonesia lama runtuh adalah matamu."

Dananjaya mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, memulai merapel mantra terakhir. Suaranya bergetar rendah, sebuah frekuensi yang membuat gigi Aditya ngilu.

"WAKTUNYA TELAH TIBA! BUKA GERBANGNYA LEBAR-LEBAR!"

Portal di atas bergemuruh. Angin ribut mulai turun.

Aditya berjuang untuk bernapas. Paru-parunya terjepit. Pandangannya memburam. Oksigen menipis.

"Mas... Mas Adit... bertahan... sinyal drone masuk..." suara Karin terdengar putus-putus di telinga, seperti harapan yang hampir mati.

Aditya tidak bisa menjawab. Rahangnya kaku. Tapi otaknya yang analitis masih bekerja di detik-detik terakhir.

Dia melihat pola serangan Dananjaya. Pria itu arogan. Dia meninggalkan Aditya hidup hanya untuk flexing. Dan saat ini, Dananjaya sedang fokus total pada portal, membelakangi Aditya.

Tangan Aditya terkunci oleh bayangan. Kakinya terkunci.

Tapi jari telunjuk tangan kanannya masih bebas. Jari yang berada tepat di atas tombol pemicu darurat di sabuknya.

Dia tidak bisa menang dengan otot. Dia sudah kalah telak. Dia tidak bisa menang dengan sihir. Dia bukan tandingan Sang Arsitek.

Tapi dia punya satu hal yang tidak diperhitungkan oleh penyihir sombong ini.

Fisika Gelombang.

Dananjaya sedang melakukan sinkronisasi gelombang otak dengan portal menggunakan suara rendah. Jika frekuensi itu diganggu dengan frekuensi yang berlawanan secara ekstrem…

"Karin..." batin Aditya, matanya menatap punggung Dananjaya dengan sisa nyali terakhir. "Mulai konsernya..."

Aditya menekan tombol itu.

1
Santi Seminar
lanjutt
Kustri
sambil menyelam minum☕
Kustri
maju teros, ojo mundur Dit, kepalang tanggung, yakin!!!
Kustri
jgn lewatkan, ini karya👍👍👍
luar biasa!!!
Santi Seminar
suka ceritamu thor
Santi Seminar
jodoh kayaknya😍
Kustri
seh kepikiran wedok'an sg duel ro adit ng gudang tua... sopo yo thor, kawan po lawan🤔
tak kirimi☕semangat💪
Kustri
☕nggo pa tio sg meh begadang
💪💪💪thor
Kustri
hahaaa dpt😉 g bs tidur pa dosen
jodoh ya thor🤭
Kustri
apa kau tersepona hai wanita cantik...

makhluk luar angkasa, bukan makhluk halus🤭
Santi Seminar
wow
Kustri
oowh jembatan merah di mimpi adit ternyata di palembang
💪💪💪adit
Kustri
ckckckk... seru tenan!!!
Kustri
serius mocone deg"an
tp yakin sg bener tetep menang
Kustri
☕tak imbuhi dit💪
Kustri
☕ngopi sik dit, bn nambah kekuatanmu💪
Kustri
gempa lokal
was", deg"an, penasaran iki dadi 1
💪💪💪dit
Kustri
3 raksasa lawan 1 manusia...ngeri" sedap
jar, ojo lali kameramu di on ke
💪💪💪 dit
Kustri
pusaka legend sll ada💪
Daniel Wijaya: Betul banget Kak! Nusantara kita emang gudangnya pusaka sakti. Sayang kalau nggak diangkat jadi cerita! 🔥
total 1 replies
Kustri
qu berharap kau menyelesaikan karyamu ini thor, wlu blm byk yg mampir, tetap semangat berkarya
Daniel Wijaya: Aamiin! Makasih banget doanya Kak 🥹 Justru karena ada pembaca setia kayak Kak Kustri, aku jadi makin semangat buat namatin cerita ini sampai akhir. Tenang aja, perjalanan Adit masih panjang! 🔥
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!