CEO dingin Ardan Hidayat harus bertunangan dalam tiga bulan demi warisan. Ia memilih Risa Dewi, gadis keras kepala yang baru saja menghancurkan kuenya, untuk kontrak pertunangan palsu tanpa cinta. Tapi saat mereka hidup bersama, rahasia keluarga Risa sebagai Pewaris Tersembunyi keluarga rival mulai terkuak. Bisakah kepura-puraan mereka menjadi kenyataan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ᴛʜᴇ ꜱᴀᴅɪᴇ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Konsekuensi Ciuman dan Gerakan Sang Kakek
Mobil Ardan bergerak melaju membelah malam Jakarta yang ramai, tetapi suasana di dalam sedan itu terasa sunyi, berat, dan penuh gejolak. Risa dan Ardan duduk bersebelahan di kursi belakang. Kehangatan tubuh mereka yang sempat berbagi dalam pelukan dan ciuman di depan kamera kini terasa seperti listrik statis yang memisahkan mereka.
Ardan menatap ke luar jendela, rahangnya terkatup. Risa menatap tangannya, merasakan sisa-sisa sentuhan Ardan. Ciuman itu tidak ada dalam naskah. Itu adalah penyimpangan yang jujur, yang mengkhianati setiap kata yang tertulis di kontrak.
Akhirnya, Ardan memecah keheningan, suaranya kembali dingin, seolah ia sedang membangun kembali dinding yang baru saja ia robohkan.
"Kau melampaui batas," katanya datar.
Risa tahu ia tidak berbicara tentang wawancara yang sukses, tetapi tentang ciuman itu. "Anda yang memulainya, Tuan Ardan."
"Itu kesalahan," Ardan mengakui, tanpa menatap Risa. "Itu adalah reaksi naluriah terhadap penampilan meyakinkanmu. Itu tidak akan terjadi lagi. Aku tidak akan membiarkan emosi mengganggu investasi ini."
Kata 'investasi' menghantam Risa seperti tamparan. Ia merasa bodoh karena sesaat berharap ada pengakuan lain di balik tindakannya.
"Saya mengerti. Ini hanya kontrak," jawab Risa, berusaha membuat suaranya terdengar netral, meskipun hatinya sakit. "Saya berjanji, saya tidak akan melupakan batas kita lagi."
Setibanya di mansion, Ardan langsung naik ke kamarnya tanpa mengucapkan selamat malam. Risa naik ke kamarnya sendiri, merasakan kekecewaan yang pahit. Hubungan mereka terasa seperti roller coaster emosi yang kejam.
Keesokan paginya, suasana tegang itu semakin diperburuk oleh berita terbaru. Pak Hadi masuk ke ruang sarapan, di mana Risa duduk sendirian, karena Ardan sudah berangkat ke kantor pagi-pagi sekali.
"Nona Risa, kita punya masalah baru, dan ini besar," kata Pak Hadi, sambil menyodorkan ponselnya.
Kali ini, berita itu datang langsung dari sumber utama. Pak Jaya, pemimpin Konglomerat Jaya Sakti, telah mengeluarkan pernyataan resmi. Ia mengonfirmasi bahwa Nona Risa Dewi adalah cucu kandungnya yang hilang dan menyatakan kegembiraannya bahwa Risa telah ditemukan. Namun, ia menambahkan kalimat yang menusuk: "Saya sangat gembira, tetapi saya sangat prihatin bahwa cucu saya memilih untuk berada di lingkungan yang bermusuhan. Saya berharap putri saya akan segera kembali ke tempat yang seharusnya."
Risa terkejut. Itu bukan hanya pengakuan; itu adalah deklarasi perang yang halus. Pak Jaya tidak membantah "cinta" palsu mereka, tetapi ia secara terbuka menantang Ardan, menuntut Risa kembali.
"Pak Hadi, ini adalah rencana Bima," Risa menyimpulkan. "Bima sengaja membocorkannya agar Pak Jaya mengambil tindakan."
"Tuan Ardan sudah tahu, Nona. Dia memanggil rapat darurat dewan direksi. Semua anggota dewan sekarang terpecah. Mereka melihat Anda sebagai ancaman. Mereka takut Anda adalah Trojan Horse yang dikirim Pak Jaya untuk menghancurkan Hidayat Group dari dalam," jelas Pak Hadi.
Malam itu, Ardan kembali ke mansion, terlihat lelah, tetapi matanya memancarkan tekad. Ia langsung menuju Risa, yang menunggunya di ruang tamu.
"Kita harus mengubah strategi. Deklarasi Pak Jaya membuat kita terlihat seperti sedang menipu. Para investor di Taiwan sekarang ragu-ragu," kata Ardan, tanpa basa-basi.
"Apa rencana Anda?" tanya Risa.
Ardan duduk di sofa, mengendurkan dasinya. Ia tampak berpikir keras. "Kita harus mempercepat pertunangan. Dan kita harus tampil lebih mesra, lebih... nyata."
"Apa maksud Anda lebih nyata?" Risa merasa cemas.
"Kita akan tinggal di apartemen pribadi. Jauh dari pantauan dewan, jauh dari gosip pelayan di sini. Kita akan menghabiskan waktu bersama, menunjukkan kepada publik, dan kepada Pak Jaya, bahwa kita benar-benar saling mencintai. Kita butuh foto-foto, kita butuh cerita, kita butuh kehidupan yang terlihat alami," jelas Ardan.
"Anda ingin saya tinggal di bawah satu atap dengan Anda, tanpa pengawasan ketat?" Risa menelan ludah. Itu terdengar terlalu berbahaya, mengingat apa yang terjadi semalam.
Ardan menatapnya lekat-lekat. "Kau pikir aku tidak menyadari bahayanya, Risa? Aku tahu. Tapi aku lebih takut kehilangan perusahaanku daripada tergoda olehmu."
Ardan maju, mengambil tangan Risa. Ini adalah sentuhan profesional, tetapi jaraknya begitu dekat hingga Risa bisa mencium aroma kayu manis yang samar di tubuhnya.
"Kita akan pindah besok. Itu adalah apartemen yang aman, hanya untuk kita berdua," kata Ardan. "Dan kau harus siap untuk ujian terbesar kita. Minggu depan, akan ada Gala Amal tahunan di Jakarta. Semua orang akan ada di sana: dewan direksi, media, dan... Pak Jaya. Kita akan bertemu kakekmu untuk pertama kalinya sebagai pasangan."
Risa merasakan dingin menjalar di perutnya. Bertemu kakeknya, yang juga musuh Ardan, dalam keadaan berbohong tentang perasaannya.
"Saya akan siap," jawab Risa, menatap Ardan, tekadnya kembali menguat. "Saya akan menjadi tunangan yang Anda butuhkan, Ardan."
Mereka berdua tahu, pindah ke apartemen pribadi, hidup berdampingan 24 jam sehari, adalah permainan berbahaya. Permainan di mana aturan kontrak dan perasaan pribadi pasti akan bertabrakan.
