“Menikahlah denganku, Kang!”
“Apa untungnya untukku?”
“Kegadisanku, aku dengar Kang Saga suka 'perawan' kan? Akang bisa dapatkan itu, tapi syaratnya kita nikah dulu.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Udah Enggak Tahan
“Kamu ada di rumah?” tanya Satya. “Dari tadi?”
Naura hanya mengangkat bahu, dia lebih memilih untuk mendekat ke arah Sagara dan Abah Ali.
“Kita bisa mulai acaranya pas Ibu udah Dateng, Bah.”
“Kamu,” geram Satya, dia tampak kesal karena tidak dihiraukan, suaranya bergetar menahan amarah. “Kamu sengaja, ya, Naura?”
“Apa sih.” Naura sempat menoleh, tapi belum juga dia bicara, Satya sudah menarik pergelangan tangannya kasar.
“Jawab! Kamu sembunyi cuma biar pertunangan kita batal, kan? Hah? Dan sekarang kamu malah muncul buat nerima lamaran orang lain?! Perempuan macam apa kamu, Neng! Lebih mahal donat daripada kamu.”
Di sudut lain, Nanda menatap mereka panik. Dia juga bingung kenapa Naura ada di sini. Lebih panik lagi karena Satya tidak bisa mengontrol kemarahannya.
“A Satya, jangan kasar, banyak orang lihat ....”
“Diam, Nanda!” bentak Satya tanpa menoleh. Dia keceplosan mengatakan itu, saking herannya pada Naura yang tiba-tiba mucul dengan tampilan yang membuatnya semakin marah.
Naura mencoba menarik tangannya, tapi genggaman Satya makin erat.
“Satya, lepasin. Sakit!”
“Enggak! Kamu harus jelasin, Naura! Aku nggak akan ....”
Sebelum kalimat Satya selesai, tangan Satya tiba-tiba terlepas dan dia didorong kuat oleh Sagara. “Kalau dia bilang lepas ya lepas!”
Wajah Sagara kini berubah. Tatapannya tajam, nyaris membelah udara di antara mereka. Ia berdiri tegak di hadapan Satya, sementara tangan kirinya menahan pergelangan tangan Satya yang masih terulur.
“Sebaiknya jangan playing victim.”
“Apa maksudmu?” Satya menatapnya dengan amarah membara.
“Maksud saya,” Sagara menunduk sedikit, menatap lurus ke matanya, “jangan pura-pura tersakiti. Bukankah tadi Kang Satya sendiri yang bilang kalau Naura bukan perempuan baik-baik? Kalau dia cuma masalah dan bikin malu keluarga?”
Deg!
Satya seketika terdiam. Rahangnya mengeras dan jantungnya berdebar sangat kencang.
“Sekarang kenapa marah? Bukannya Kang Satya sudah tunangan sama Nanda? Sebentar lagi mau menikah, kan? Harusnya senang, bukan ngamuk.”
Dipojokan seperti itu, Nanda menelan ludah, wajahnya pun mulai pucat. Dia melihat Sagara yang menoleh ke arahnya dan itu membuat Nanda semakin bingung.
“Jaga calon suamimu baik-baik.”
Sudut bibirnya tertarik ke atas, Sagara kemudian menoleh kembali ke arah Satya.
“Dan Kang Satya,” katanya sambil sedikit mencondongkan tubuh, “kalau tidak bisa menjaga kata dan tangan, jangan salahkan saya kalau nanti saya ajarkan caranya bersikap.”
Sontak Satya mundur satu langkah. Sorot mata Sagara terlalu dingin untuk dilawan. Dan lebih dari itu, Satya tahu dari orang-orang kalau Sagara ini bukan orang baik. Dia bukan penduduk asli desa Rancabali, dia takut kalau yang orang-orang bilang memang benar.
Tidak ada yang tahu apa sebetulnya pekerjaan Sagara sebelumnya, Bagaimana jika dia adalah buronan kelas kakap, yang hartanya sudah banyak dan sekarang bersembunyi di desa mereka.
“Udah, A, jangan cari masalah. Udah cukup.” Nanda menarik lengannya, meminta agar Satya tidak melakukan apapun lagi.
“Ya udah, Kang. Masuk yuk," ajak Naura sambil tersenyum, sementara pada Satya, dia mendelik tajam.
** **
Beberapa saat kemudian, Di dalam kamar Naura yang tidak terlalu besar, perempuan itu tampak menghela napas beberapa kali.
Saat ini, Naura duduk di tepi ranjang sementara Bu Windi berdiri di depannya, dengan wajah penuh campuran marah dan khawatir.
“Ibu nggak setuju!” bentak Bu Windi. “Sagara bukan orang baik! Kamu nggak tahu siapa dia sebenarnya!”
Namun, Naura malah tersenyum samar, menatap ibunya dengan pandangan lembut menyimpan luka.
“Aku juga bukan orang baik, Bu.”
“Naura!” bentak Bu Windi lagi. Dia tidak bisa berbohong kalau saat ini dia sangat putus asa.
“Iya, Bu. Aku juga bukan orang baik. Jadi biarin aku nikah sama orang yang mungkin seimbang sama aku.”
“Naura, ibu tahu kalau kamu enggak mau nikah sama Satya, tapi ....”
“Aku butuh pernikahan, Bu. Aku bukan anak kecil lagi. Masa Ibu mau aku melampiaskan hasratku ke hal-hal yang salah?”
“Naura….”
“Aku janji aku akan baik-baik aja,” lanjut Naura, kini suaranya lebih lembut dan tidak seperti dia sedang beradu argumen dengan sang ibu. “Lagipula, Kang Sagara ganteng kok, Bu. Galak, iya. Tapi Abah Ali… baik banget. Rumahnya rapi, wangi, tertata. Abah itu dermawan, nggak sombong. Aku betah di sana.”
Tak disangka-sangka, Bu Windi tiba-tiba ambruk di depan kaki Naura. Perempuan itu sampai berlutut, membuat Naura yang tadinya petentang-petenteng kaget bukan main.
“Bu ....”
“Naura tolong atuh, Teh. Tolong jangan rusak diri kamu kayak gini. Ibu tahu kamu kecewa sama ayah kamu, tapi bukan berarti kamu bisa balas dendam dan nikah dengan laki-laki yang lebih buruk dari ayahmu, Sagara, dia ....."
Bu Windi tidak sanggup melanjutkan kalimatnya, dia malah menangis tersedu-sedu. Bahunya gemetar dan Naura bergegas memeluknya.
“Bu, aku tahu Ibu khawatir, tapi bukan begini cara Ibu lindungin aku.” Mereka sama-sama saling menatap dengan mata berkaca-kaca. “Justru karena ayah bajingan, aku enggak pernah berharap lebih sama laki-laki. Dari awal kan Ibu tahu aku enggak mau nikah, iya kan? Ibu yang maksa aku buat nerima A Satya.”
“Naura, tapi ....”
“Udah, Bu. Percaya sama aku.”
“Nak, Sagara itu suka main perempuan, dia suka nyulik anak orang, dia ....”
“Stttt, kalau itu emang bener, Kang Saga pasti udah ditangkep polisi. Udah Ibu setuju aja, kalau perlu, minta Kang Saga buat nikahin aku hari ini juga.”
“Apa?” kaget Bu Windi, dia tampak terkejut tapi Naura malah menaik-turunkan alisnya.
“Aku udah enggak tahan, Bu. Mau dilempar Kang Saga ke ranjang.”
“Nauraaaaaaa,” geram Bu Windi sambil mencubit lengan anaknya. Membuat Naura meringis sambil terkekeh.
“Apa sih Ibu, aku kan normal, Ibu enggak tahu sih, aku pernah liat anu-nya Kang Saga. Gede lho, Bu. Segede betis bayi.”
“Inalillahi, nyebut, Ra, eling Ari kamu. Rakaaaaaa!” pekiknya sambil membekap mulut sang anak. “Bawa Pak Ustadz ke sini, Teteh kamu kemasukan jin mesum! Dia butuh ruqyah!”
lanjut lah kak othor,,💪🥰
resiko anak cantik ya Nau JD gerak dikit JD tontonan...
😄😄😄🤭
Nanda kah... entah lah hanya emk yg tau ..
teman apa lawan 🤔