Dia.. anak, Kakak, saudara dan kekasih yang keras, tegas dengan tatapannya yang menusuk. Perubahan ekspresi dapat ia mainkan dengan lihai. Marcelline.. pengendali segalanya!
Dan.. terlalu banyak benang merah yang saling menyatu di sini.
Happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S.Lintang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. -
Seorang gadis sedang berbaring di atas tempat tidur nya yang empuk dan sangat nyaman. Tatapan matanya tenang, tapi isi kepalanya riuh.
"Kebahagiaan yang akhir-akhir ini Bang Azri tunjukin.. itu masuk ke ranah lain. Dan aku.. nggak mungkin salah. Itu tatapan yang sama kayak...."
Ting tong.
Pikiran gadis yang tak lain adalah Azalea itu terhenti saat bel apartemen nya berbunyi. Ia bangkit dan duduk.
"Bang Azri lagi kah?" gumamnya sambil berdiri, berjalan kearah pintu untuk membukakan pintunya.
Dan saat pintu terbuka....
PLAK!
Tamparan kuat Azalea terima sampai wajahnya tertoleh. Bekas tangan yang menampar juga tertinggal di pipi putih nya yang mulus.
Tidak ada yang bisa menghentikan tamparan itu mendarat di pipinya. Bahkan Delano pun diam tanpa bisa berbuat lebih. Karena itu adalah Marcelline.
"Kak...."
"Jangan memanggilku Kakak kalo kamu sendiri nggak bisa di atur oleh ku, Azalea Andersn Hart!" tegas Marcelline memotong. Tatapan matanya tajam akan kemarahan.
Azalea Andersn Hart. Putri kandung dari Afandi dan Anggi, putri kedua mereka. Adek kandung Marcelline yang sejak umur 5 tahun tinggal di Swiss bersama Delano. Tapi saat Azalea memasuki masa SMP, gadis itu sendirian, karena Delano lebih sering di Indonesia atas pekerjaannya.
"Lea nggak bisa di atur?" tanya Azalea lirih sambil menunjuk dirinya sendiri.
"IYA! PEMBANGKANG!" bentak Marcelline marah.
Azalea menghapus air matanya yang baru saja turun, lalu ia tersenyum kecil.
"Aturan Kakak yang mana yang nggak Lea patuhi? Aturan Kakak yang mana yang pernah Lea bantah? Aturan Kakak yang mana yang Lea langgar sampai Kakak cap Lea sebagai pembangkang? Bukannya gelar itu harusnya Kakak kasih ke Bang Azri yang bahkan lebih sering langgar aturan Kakak?"
Marcelline mengepalkan tangan, semakin marah. "Kamu yang membuat kesalahan, tapi melibatkan nama orang lain di dalam kesalahan mu?"
"Apa Lea salah bilang kayak gitu, Kak?" tanya Azalea sambil menatap Azri yang hanya bisa diam. Pemuda itu masih speechless.
"Jangan semakin memancing emosi ku dan memperburuk keadaan Azalea! Atau Kakak bakal tampar...."
"TAMPAR KAK TAMPAR, AYO TAMPAR SAMPAI...."
PLAK!
Marcelline benar-benar kembali menampar wajah mulus itu. Adiknya sendiri.
"Celline!"
Suara tegas Ervan mengintrupsi. Pria matang itu baru saja tiba di Indonesia dan langsung datang kemari setelah mendapatkan informasi.
"Dia ngelanggar perintah ku, Van!" adu Marcelline marah sambil menunjuk Azalea.
"Kita bicarakan di dalam. Ini apartemen bagian VVIP, penghuni kamar lainnya membutuhkan ketenangan, bukan keributan. Ajak semuanya masuk, Dek," kata Ervan menatap Azalea yang kemudian mempersilahkan semuanya untuk masuk ke dalam.
Saat berada di dalam, malah tidak ada yang memulai pembicaraan. Hanya ada suara isak tangis Anggi yang terdengar kecil, teredam oleh pelukan Afandi.
Marcelline sendiri masih mengatur emosinya.
"Bisa tolong jelaskan kenapa kamu ada di sini dan bahkan melanjutkan sekolah di sini, Dek?" Ervan memulainya dengan sebuah pertanyaan yang menuntut jawaban.
Azalea menatap kecewa pada Abang sepupunya ini. "Apa Lea nggak boleh pulang ke tanah kelahiran Lea sendiri, Bang? Apa hukumnya haram kalau Lea ada di sini sampai pertanyaan kayak gitu keluar?"
"Umur kamu 16 tahun Lea. Kamu udah besar dan kamu juga udah tau alasannya apa sejak kamu kecil, sejak kamu di pindahkan di sana. Apa hal kayak gitu harus di jelasin berulang kali?"