Eri Aditya Pratama menata kembali hidup nya dengan papanya meskipun ia sangat membencinya tetapi takdir mengharuskan dengan papanya kembali
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harapan Bu Henny
Sementara itu, Bu Henny yang menyusul Eri ke Bandung sudah sampai di rumah Pakde Herman dan Bude Hera.
"Lho, Henn, kamu ke sini sendirian? Mana Eri?" tanya Bude Hera saat melihat Bu Henny turun dari mobil cuma sendirian tanpa Eri.
"Heh... Justru aku datang ke sini untuk menyusul Eri, Mbak!" kata Bu Henny.
"Menyusul Eri? Apa maksudmu, Henn!" tanya Bude Hera dengan nada heran.
"Apa Mas Herman dan Mbak Hera tidak tahu kalau Dea meninggal?"
"Apa, Henn? Dea meninggal? Sakit apa kok bisa meninggal?" tanya Bude Hera tak percaya.
"Kata Ryan, dia meninggal karena bunuh diri minum pembersih kramik!" jelas Bu Henny.
"Ngobrolnya dilanjutkan di dalam saja, mari Pak Dahlan!" ajak Pakde Herman sambil melangkah masuk ke dalam rumah.
"O, iyaa, sampai lupa tidak disuruh!" kata Bude Hera yang menyadari bahwa tamunya masih di luar.
Bude Hera kemudian melangkah masuk, diikuti oleh Bu Henny. Sesampainya di dalam rumah, Bude Hera lalu masuk ke dapur untuk membuat minuman. Tidak lama kemudian, Bude Hera keluar sambil membawa minuman dan makanan kecil.
"Ayo diminum dulu, nanti dilanjutkan lagi ngobrolnya!" ucap Bude Hera sambil meletakkan gelas teh dan kue di atas meja.
"Sekarang kita akan mencari Eri ke mana, Henn!" tanya Bude Hera pada Bu Henny yang duduk di kursi ruang tamu dengan pandangan kosong.
"Kita tunggu kabar dari Ryan. Aku sudah meminta pada Ryan untuk mencari Eri. Kalau sampai nanti malam Ryan tidak memberi kabar, baru kita mencari dengan cara kita!" ucap Bu Henny sambil menghela napas panjang.
Waktu pun terus berlalu, tak terasa akhirnya malam pun tiba. Semua yang ada di dalam rumah Bude Hera menunggu-nunggu kabar dari Ryan.
"Sekarang sudah jam 7 malam, Henn, tapi Ryan belum memberi kabar pada kita!" kata Bude Hera.
Bu Henny hanya menarik napas panjang dan menghembuskan napasnya dengan kasar. Bu Henny tidak tahu harus bagaimana, Bu Henny begitu sedih memikirkan Eri, putra tunggalnya, itu yang sedang kacau pikirannya. Bagi Bu Henny, Eri satu-satunya harta yang dimilikinya, apa pun akan Bu Henny lakukan untuk kebahagiaan Eri. Sekarang Eri pasti terguncang karena masalah Dea, Bu Henny tidak ingin Eri semakin terpuruk. Karena itu, Bu Henny berpikir bahwa lebih baik Eri pindah kuliah ke Jakarta saja daripada di sini, dia pasti akan selalu teringat pada Dea, dan itu akan mengganggu masa depannya bila dia terus di sini.
"Kok diam saja kamu, Henn?" tanya Bude Hera kemudian setelah melihat Bu Henny hanya diam saja.
"Aku memikirkan Eri dan masa depan Eri nantinya, Mbak. Aku punya pemikiran lebih baik Eri pindah kuliah di Jakarta saja, selain tidak berpisah denganku, dia bisa melupakan kejadian bersama Dea, kalau terus di sini dia pasti akan selalu teringat pada Dea!" jelas Bu Henny panjang lebar pada Bude Hera.
Bude Hera diam merenungkan ucapan Bu Henny lalu kemudian berkata, "Pendapatmu itu benar juga, Henn, semoga Eri mau dan bisa menerima saran dan pendapatmu itu!" balas Bude Hera. Sementara itu, Pakde Herman dan Pak Dahlan hanya diam sebagai pendengar yang baik karena mereka merasa tidak ada yang perlu dikomentarinya dan perlu mereka sampaikan, hanya sesekali Pakde Herman berbicara mempersilahkan Pak Dahlan makanan kecil yang sudah disediakan oleh Bude Hera. Untuk beberapa lamanya mereka terdiam, mereka larut dalam pikiran mereka masing-masing.
Selagi mereka dalam kediaman, tiba-tiba Ryan menelepon bahwa Eri sekarang di rumahnya, tapi Ryan tidak bilang pada Bu Henny kalau Eri habis berkelahi dengan Pak Prasetyo di pemakaman Dea, paling tidak untuk sementara agar Bu Henny tidak semakin kepikiran tentang Eri. Dia hanya bilang karena sudah malam maka dia menyuruh Eri untuk menginap di rumahnya dulu barang semalam dan hal itu disetujui dan dibenarkan oleh Bu Henny karena hari sudah malam, biarkan saja Eri untuk malam ini tidur di rumahnya.
Sementara itu, di rumah Ryan, Eri sedang diobati oleh Ryan, muka Eri yang biru karena kena pukulan Pak Prasetyo tadi, sewaktu di pemakaman Dea sore tadi. Eri merintih ketika mukanya yang biru dikompres dengan air hangat oleh Ryan, tapi dengan penuh kesabaran dan ketelatenan Ryan terus mengompres muka Eri. Setelah dirasa cukup, Ryan menyudahinya, dan meletakkan handuk kecil yang untuk mengompres Eri tadi ke dalam baskom, yang berisi air hangat, setelah itu Ryan membawanya ke belakang. Beberapa saat kemudian, Ryan telah kembali ke dekat Eri yang duduk di ruang tamu.
"Aku sudah menelepon Tante Henny agar Tante Henny tidak kepikiran tentang kamu, aku tahu bahwa Tante Henny begitu menyayangimu, Er!" kata Ryan setelah duduk di samping Eri.
"Ya, aku tahu itu, sejak Mama berpisah dengan laki-laki bernama Prasetyo itu, Mama merasa hanya aku yang Mama punya, dan apa pun akan Mama lakukan demi aku, makanya aku pun begitu menyayangi Mama karena hanya Mamalah yang selama ini menyayangiku sehingga aku pun tidak tega untuk mengecewakannya!" jelas Eri sendu.
"Iya, Er, jangan kecewakan Mamamu, kasihan Tante Henny!" balas Ryan.
"Tidak, Yan, aku tidak mungkin membuat hati Mama kecewa lagi, cukup sekali ini saja aku mencoreng aib di muka Mama, apa pun akan aku lakukan demi Mama, Yan!"
"Seandainya Mamamu memintamu untuk kuliah di Jakarta saja dengan alasan Mamamu tidak mau jauh dari kamu, bagaimana?" tanya Ryan memancing bagaimana pendapat Eri seandainya Bu Henny memintanya untuk pindah kuliah di Jakarta saja karena disebabkan Bu Henny khawatir kalau Eri tetap kuliah di sini mungkin kuliahnya akan terganggu karena pasti teringat Dea terus.
"Kok kamu bisa bicara seperti itu, Yan?" tanya Eri yang merasa sedikit heran dengan pertanyaan Ryan.
"Wajarlah jika Tante Henny berpikiran seperti itu!" jawab Ryan singkat.
"Alasannya apa kok kamu bisa menyimpulkan seperti itu?"
"Ya, ini cuma asumsiku saja sih, Er, coba sekarang kamu pikir, kamu mengalami hal seperti itu bersama Dea dan sekarang Dea meninggal dengan cara seperti itu, tentunya kamu akan selalu teringat pada Dea terus kalau kamu tetap kuliah di sini, tapi aku minta maaf sebelumnya kalau apa yang aku katakan ini membuatmu sedih dan tersinggung!" tutur Ryan hati-hati agar tidak menyinggung perasaan Eri.
"Kamu tidak usah minta maaf padaku, Yan, apa yang kamu pikirkan mungkin benar dan mungkin juga akan dilakukan oleh Mamaku, karena aku tahu pasti bagaimana Mama, cepat atau lambat hal itu pasti akan dilakukan oleh Mama dan aku tidak akan menolaknya, aku akan menurutinya, pokoknya aku tidak akan pernah membuat Mama bersedih lagi, sudah cukup kesedihan yang Mama rasakan selama ini!" jelas Eri panjang lebar pada Ryan.
"Kalau hal itu terjadi, kita akan berpisah dong, Er, pastinya!" ucap Ryan disertai tawa kecil untuk memecah suasana yang melankolis di antara mereka.
"Walau kita berjauhan tapi kita masih bisa bertemu, kamu bisa main ke rumahku kalau kamu sedang libur kuliah atau aku yang akan datang ke rumahmu kalau aku juga sedang libur kuliah!" tutur Eri pelan yang di iyakan oleh Ryan.
Karena hari sudah larut malam maka Ryan pun mengajak Eri untuk tidur dan besok pagi dia akan mengantar Eri ke rumah Bude Hera karena Bu Henny menunggu Eri disana.
**********