“Setiap mata menyimpan kisah…
tapi matanya menyimpan jeritan yang tak pernah terdengar.”
Yang Xia memiliki anugerah sekaligus kutukan, ia bisa melihat masa lalu seseorang hanya dengan menatap mata mereka.
Namun kemampuan itu tak pernah memberinya kebahagiaan, hanya luka, ketakutan, dan rahasia yang tak bisa ia bagi pada siapa pun.
Hingga suatu hari, ia bertemu Yu Liang, aktor terkenal yang dicintai jutaan penggemar.
Namun di balik senyum hangat dan sorot matanya yang menenangkan, Yang Xia melihat dunia kelam yang berdarah. Dunia penuh pengkhianatan, pelecehan, dan permainan kotor yang dijaga ketat oleh para elite.
Tapi semakin ia mencoba menyembuhkan masa lalu Yu Liang, semakin banyak rahasia gelap yang bangkit dan mengancam mereka berdua.
Karena ada hal-hal yang seharusnya tidak pernah terlihat, dan Yang Xia baru menyadari, mata bisa menyelamatkan, tapi juga membunuh.
Karena terkadang mata bukan hanya jendela jiwa... tapi penjara dari rahasia yang tak boleh diketahui siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanilla_Matcha23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 - OTORITAS TINGKAT TINGGI
Xia menatap kosong ke arah jendela, sinar pagi menembus tirai tipis kamarnya. Pikirannya masih dipenuhi oleh bayangan wajah Yu Liang yang tampak pucat dan tatapan matanya yang seolah meminta pertolongan.
Tanpa berpikir panjang, ia mengambil ponselnya.
“Feng Xuan,” suaranya terdengar serak namun tegas.
“Cari tahu keberadaan Yu Liang. Gunakan semua akses yang kita punya, termasuk daftar rumah sakit, lokasi proyek, atau tempat perawatan khusus yang sempat bekerja sama dengan Chen Wei.”
“Baik, Nona,” jawab Feng Xuan cepat. “Apakah saya perlu menghubungi tim investigasi pribadi juga?”
Xia terdiam sejenak. Ia menatap layar ponselnya, seakan ragu.
“Ya… tapi lakukan diam-diam. Jangan sampai nama Yu Liang atau Chen Wei muncul di laporan resmi rumah sakit. Aku tidak mau mereka tahu kalau kita mencarinya.”
“Baik, Nona. Saya akan mulai sekarang.”
Begitu panggilan berakhir, Xia memejamkan mata. Sekilas, bayangan Yu Liang kembali muncul di benaknya. Kali ini lebih jelas, dengan luka di pelipis dan darah yang mengalir di sisi wajahnya.
Dadanya bergetar hebat.
“Apa yang sebenarnya terjadi padamu, Yu Liang…” bisiknya lirih.
..
Pagi berikutnya, suara ketukan di pintu ruang kerja pribadi Xia memecah keheningan.
“Masuk,” ucap Xia tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptopnya.
Feng Xuan masuk dengan langkah ragu, membawa sebuah map tebal berwarna hitam di tangannya.
“Laporan hasil pencarian mengenai Yu Liang, Nona.”
Xia menatap sekilas, lalu menutup laptopnya perlahan.
“Katakan.”
Feng Xuan menarik napas dalam. “Nama Yu Liang tidak muncul di daftar pasien mana pun dalam satu bulan terakhir. Tidak ada jejak administratif, bahkan tidak ada catatan perpindahan dari rumah sakit tempat terakhir ia dirawat.”
“Tapi... beberapa data terasa aneh. Banyak catatan yang dihapus atau dikunci di bawah sistem perlindungan milik Departemen Dalam Negeri. Nama itu bahkan sempat terdaftar di rumah sakit ini dua tahun lalu, tapi datanya dihapus.”
Alis Xia mengerut tajam. “Dihapus? Oleh siapa?”
“Tidak ada keterangan. Tapi saya menemukan salinan digital sebelum sistem di-reset.”
Feng Xuan mengetuk layarnya, menampilkan foto lama Yu Liang, dengan senyum tipis di balik jas panggung hitam.
Namun di pojok kanan bawah foto, tertulis catatan medis. Cedera akibat kecelakaan di lokasi syuting luka memar berat, indikasi trauma psikis.
Ia meletakkan map itu di meja, membuka halaman selanjutnya.
“Saya juga menemukan sesuatu yang aneh. Dua minggu setelah Nona ditunjuk sebagai dokter penanggung jawab, Chen Wei mengajukan izin darurat untuk pemindahan pasien khusus, tanpa nama, tanpa identitas ke fasilitas medis tertutup di luar kota.”
Xia menegakkan tubuhnya. “Tanpa nama?”
“Ya. Tapi jika melihat ciri-ciri fisik yang tercatat di laporan logistik medis… kemungkinan besar pasien itu adalah Yu Liang.”
Feng Xuan menurunkan suaranya. “Yang lebih aneh, fasilitas itu bukan rumah sakit publik. Nama resminya adalah Lingnan Art Rehabilitation Center.”
Xia menatap Feng Xuan tajam. “Pusat rehabilitasi seni?” ia mengulang pelan. “Itu bukan tempat untuk pasien luka berat.”
“Benar, Nona. Kami juga menemukan bahwa pusat itu memiliki sistem keamanan tingkat tinggi dan tidak terdaftar di bawah Kementerian Kesehatan. Semua karyawannya menandatangani perjanjian kerahasiaan.”
Ruangan hening sejenak. Hanya terdengar suara jam dinding berdetak pelan.
Xia memejamkan mata, menarik napas dalam. “Siapkan Orang-orang Kita berangkat ke sana malam ini.”
Feng Xuan menatapnya dengan sedikit terkejut. “Tapi, Nona.. tempat itu dijaga. Kita belum tahu siapa yang mengawasi di balik nama pusat tersebut.”
Xia membuka matanya, tatapannya tajam dan tenang. “Justru itu. Aku ingin tahu… kenapa mereka menyembunyikan seseorang seperti Yu Liang di tempat yang tidak seharusnya.”
..
Ditempat Lain,
Suara tetesan air dari langit-langit bocor mengisi ruangan kecil itu. Dindingnya kusam, dan hanya satu lampu gantung redup yang menyala di atas meja.
Yu Liang duduk di depan cermin retak, mencoba menutupi luka di pelipisnya dengan perban baru.
Ia menatap wajahnya sendiri.
Dingin.
Pucat.
Mata yang dulu bersinar di depan kamera kini tampak redup dan penuh bayangan. Ia menarik napas panjang, lalu membuka laptop usang di depannya.
Di layar, terdapat folder berjudul “7-98 Footage” file yang selalu ia jaga. Tangannya ragu sebelum mengklik salah satunya.
Video itu menampilkan rekaman dari belakang panggung, artis-artis muda, beberapa wajah familiar, dan seseorang berjas hitam tengah berbicara dengan nada mengancam.
“Kau menandatangani kontrak. Tubuhmu, waktumu, hidupmu, semuanya milik mereka sekarang. Jangan coba-coba melarikan diri, Yu Liang.” Suara itu membuat tubuhnya bergetar.
Ia menutup laptop dengan cepat, menatap ke arah jendela kecil yang menembus sinar pagi.
“Aku harus keluar dari semua ini…” gumamnya pelan. “Sebelum mereka menemukanku lagi.”
..
Pagi beranjak siang.
Suara langkah kaki staf rumah sakit bergema di koridor panjang yang berbau disinfektan. Xia berjalan cepat dengan tablet di tangan, matanya tajam menatap daftar nama-nama pasien lama yang baru saja ia akses.
Namun sesuatu menarik perhatiannya.
Nomor arsip pasien atas nama Yu Liang tidak hilang sepenuhnya, sistem menunjukkan satu titik koneksi ke data rumah sakit Tiansheng Branch 7, atau yang lebih dikenal dengan District 7-98.
“District 7-98…” Xia bergumam, matanya menyipit.
Tempat itu sudah ditutup bertahun-tahun lalu karena kasus penyalahgunaan dana penelitian medis dan pelanggaran etik. Tapi anehnya, file itu terkunci di bawah otorisasi tingkat tinggi. Bahkan dirinya, kepala medis senior, tidak bisa membukanya.
Ia menatap layar tablet yang menampilkan pesan Access Restricted.
“Siapa yang melindungimu, Yu Liang…”
Feng Xuan datang tergesa. “Nona, saya menemukan sesuatu. Ada dua orang dari kementerian yang datang tadi pagi. Mereka mencari akses arsip lama nama yang sama, Yu Liang.”
“Dua orang dari kementerian?” Xia menatapnya cepat. “Apa mereka sudah melihat berkas itu?”
Feng Xuan menggeleng. “Tidak. Saya sengaja menahan mereka di ruang administrasi seperti perintah Anda.”
“Baik.” Xia menarik napas dalam, lalu berkata dingin, “Jangan beri siapa pun akses. Mulai sekarang, semua dokumen pasien lama hanya lewat tanganku.”
Ia menutup tabletnya, namun pikirannya tak bisa tenang. Ada sesuatu yang sangat salah.
Feng Xuan masih berdiri di tempatnya, menatap ragu. “Nona Xia… berkas mana yang membuat Anda meminta pembatasan ini?”
Xia menatap layar tablet yang kini telah padam, lalu mengalihkan pandangan ke jendela besar di belakangnya. Langit di luar tampak abu-abu, seperti meniru pikirannya.
“Pasien bernama Yu Liang,” jawabnya datar.
“Berkasnya tidak sinkron dengan catatan asli di arsip pusat. Ada tanggal yang diubah, dan tanda tangan salah satu dokter pengesah hilang.”
Feng Xuan menelan ludah. “Itu.. Semua data arsip pusat hanya bisa diakses melalui sistem biometrik Anda dan dua kepala divisi.”
“Itulah masalahnya.” Xia menatapnya lagi, kali ini tajam. “Seseorang berhasil menembus sistem yang bahkan dibuat oleh Guang Yi sendiri.”
Keheningan menggantung di antara mereka. Hanya suara mesin pendingin ruangan yang terdengar.
“Periksa ruang server,” lanjut Xia akhirnya,
Suaranya rendah namun tegas. “Aku ingin tahu siapa yang masuk dalam tiga puluh enam jam terakhir. Dan—” dia berhenti sejenak, menatap ke arah kamera kecil di sudut ruangan,
“—matikan semua rekaman hari ini. Jangan biarkan siapa pun tahu kita menyadarinya.”