NovelToon NovelToon
Sulastri, Aku Bukan Gundik

Sulastri, Aku Bukan Gundik

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Cerai / Penyesalan Suami / Era Kolonial / Balas Dendam / Nyai
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Anna

“Sekarang, angkat kakimu dari rumah ini! Bawa juga bayi perempuanmu yang tidak berguna itu!”

Diusir dari rumah suaminya, terlunta-lunta di tengah malam yang dingin, membuat Sulastri berakhir di rumah Petter Van Beek, Tuan Londo yang terkenal kejam.

Namun, keberadaanya di rumah Petter menimbulkan fitnah di kalangan penduduk desa. Ia di cap sebagai gundik.

Mampukah Sulastri menepis segala tuduhan penduduk desa, dan mengungkap siapa gundik sebenarnya? Berhasilkah dia menjadi tengkulak dan membalas dendam pada mantan suaminya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sulastri 6

Kasman tertawa sumbang. “Kalau saya ular, lalu sampean apa, Ndoro?” ujarnya sambil menyunggingkan sudut bibirnya. “Mau selama apapun bangkai disimpan, tetap akan tercium juga bau busuknya.”

Rasmi sontak melotot, rahangnya menegang saat mendengar ucapan babunya. Ia segera mengalihkan wajah sebentar, lalu kembali menatap sang kusir dengan wajah datar. “Kau ini bicara apa?”

Kasman tersenyum miring. “Mungkin … mereka sudah seumuran sekarang.”

“Apa maksudmu?!” Rasmi meninggikan suaranya seraya menatap sengit lawan bicaranya.

“Kenapa terkejut? Takut kebusukkannya sampean terendus? Saya jadi penasaran, bagaimana reaksi Den Kartijo saat tau wanita macam apa Biyungnya,” ucap Kasman dengan nada meremehkan.

Rasmi terdiam, matanya mengerjap pelan, seolah ada getir ketakutan di hatinya. Bayangan masa lalu kelam mendadak muncul — menari di kepala, lalu cepat ia tepis dengan tawa sumbang. Tawa itu nyaris seperti ejekan untuk dirinya sendiri.

Rasmi meremas kebayanya erat, menahan napas yang kian sesak di dada. Dia memilih kembali diam selama perjalanan pulang, mengabaikan sapaan penduduk desa yang berpapasan dengan dokar yang dinaikinya.

***

Kicau burung gereja mengawali pagi yang sibuk di jalanan kecil samping rumah bergaya klasik Belanda. Suara gerobak yang ditarik lembu, hilir mudik bergantian membawa hasil panen. Samar terdengar para pekerja berkasak-kusuk sembari menuju kebun yang berada di area belakang.

“Aku dengar ada penghuni baru di rumah Meneer. Seorang perempuan muda sepertinya baru melahirkan,” ujar wanita paruh baya yang baru setahun bekerja—Darmi namanya.

“Iya, aku juga dengar, beberapa kali pas lewat ada suara bayi dari dalam rumah,” sahut Siti.

“Katanya masih muda dan cantik, umurnya masih duapuluhan,” pekerja bernama Surti turut menimpali.

Si kebaya biru—Marni namanya, wanita yang diam-diam manaruh hati pada sang Meneer menimpali dengan sinis. “Muda dan cantik buat apa, kalau ujungnya tetap jadi gundik.”

Siti yang berjalan di depan menyahut dengan mata berbinar. “Tapi kalau jadi gundiknya Meneer Petter aku juga mau, wes bagus, sugeh meneh.”

Darmi memukul kecil caping di kepala Siti, berjalan lebih cepat dua langkah di depannya. “Amit-amit, melarat’o mending sama bongsone dewe timbang dadi gundik.”

Ketiganya pun berjalan cepat sembari terus bergunjing. Sesekali satu di antaranya melihat kearah rumah berharap menemukan sosok yang sedang mereka bicarakan, sekedar memenuhi rasa penasaran.

Sulastri tertawa sumbang di balik jendela, hatinya berdesir perih mendengar anggapan orang tentangnya. Wajar saja, dia dan bayinya sudah seminggu lebih berada di rumah itu. Sulastri masih memperhatikan para pekerja yang semakin menjauh saat Mbok Sum datang membawa nampan sarapan.

“Jangan didengarkan, Nduk. Mereka memang suka bergosip seperti itu,” ucap Mbok Sum.

Sulastri tersenyum getir, langkahnya pelan menuju meja di sudut ruangan. “Tapi yang mereka ucapkan benar, Mbok. Saya seperti gundik jika lebih lama berada di sini. Lihat saja, saya bahkan di layani bak ratu,” ujarnya sembari menyuapkan sesendok nasi gudek ke mulutnya.

Mbok Sum turut tersenyum, melihat sekilas bayi mungil yang tertidur di kasur, kamudian turut duduk di samping Sulastri. “Gundik itu tidak di layani, tapi melayani, Nduk.”

“Tapi tetap saja, Mbok. Saya merasa sudah terlalu lama tinggal di sini. Saya tidak mau fitnah penduduk semakin banyak nantinya, takutnya berimbas pada bayiku saat besar nanti, terlebih untuk—”

“Petter,” sela Mbok Sum. “Petter itu berbeda dengan londo lainnya, Nduk, dia memang terlihat kasar, tapi sebenarnya hatinya baik,” ujar mbok Sum sembari menuangkan segelas air hangat.

Sulastri menghentikan suapannya, menatap Mbok Sum sejenak. “Saya tau, Mbok, tapi tetap saja, orang akan berpikiran sama kalau kita dekat dengan Londo.”

Mbok Sum menghela napas pelan, “Orang-orang itu berpikiran salah, Nduk. Memang, para Londo menjajah negeri kita, tapi tidak semuanya kejam. Ada juga yang tulus membantu agar kita bisa lebih maju. Mereka tetap penjajah, tapi sebagian dari mereka peduli nasib bangsa ini kedepannya.”

Sulastri menunduk, ia kembali melanjutkan suapannya hingga kandas. Wanita itu kemudian beranjak dari duduknya. “Saya taruh piring kotor ke dapur dulu, Mbok,” pamitnya.

Sulastri berjalan keluar menuju dapur yang berada di belakang, matanya menoleh sekilas pada sekumpulan pekerja yang sedang memanen tembakau. Caping-caping tersusun bak jamur di hamparan tembakau, fokusnya kemudian berpindah pada pria dengan kemeja putih dan rompi krem tua. Pria itu berdiri tegak sembari berkacak pinggang, satu tangannya sesekali menunjuk-nunjuk memberikan perintah.

Jarak kebun yang kurang dari duapuluh meter membuat keberadaannya tertangkap beberapa pekerja, seketika suasana pun menjadi sedikit riuh.

“Eh … eh lihat itu, itu perempuan yang jadi gundiknya Meneer,” suara Siti berbisik di sela-sela daun tembakau.

Darmi seketika menegakkan badannya, tatapannya menerawang jauh pada Sulastri yang sedang berdiri di teras belakang.

“Masih muda kok mau-maunya jadi gundik,” sinis wanita itu.

Beberapa pekerja yang ada di sekitar mereka pun menegakkan badan, sebagian dari mereka juga penasaran dengan sosok yang menjadi buah bibir para pekerja.

Surti yang badannya sedikit pendek berdiri berjinjit, kepalanya celingukan mencari sosok yang di bicarakan. Posisinya yang tertutup pohon asem menjadikanya begitu sibuk berpindah tempat. Wanita itu kian penasaran saat melihat Mbok Sum keluar sambil menggendong bayi.

“Bener, punya bayi. Ndak salah krungu(dengar) aku berarti,” ujar Surti.

Marni mendengus kasar, matanya menatap lurus pada Sulastri yang sedang memangku bayinya. “Bocah ayu-ayu kok mau jadi Nyai,” gumamnya sembari menggelengkan kepala seolah tak habis pikir dengan yang dilihatnya.

“Lha iyo, kasian anaknya harus lahir dari rahim gundik. Anak wedokku jangan sampe ngelakuin kaya gitu, amit-amit. Mlarat’o pokok harus sama bongso sendiri, rabi sah agomo dan negara, bukan simpanan Londo,” ujar Darmi sembari mengelus-elus perut buncitnya.

Siti kembali menimpali. “Bocah zaman sekarang itu tidak memikirkan imbasnya, yang penting bisa hidup enak,” ucapnya sinis.

“Buat apa hidup enak, kalo imbasnya pada anak di kemudian hari. Gundik itu aib masyarakat, sekali tercatat seumur hidup melekat pada nama dan keluarga. Herannya kok orang tuanya bisa mengijinkan? Apa saking susah hidupnya?” ujar Marni yang masih menatap sinis ke arah Sulastri.

Siti menyipitkan kedua matanya. “Yang lebih anehnya, kadang orang tuanya sendiri yang menjual anaknya. Benar-benar tidak habis pikir.”

Surti yang masih kesusahan melihat secara jelas, memajukan langkahnya sedikit kedepan. Mata wanita itu menyipit, alisnya terangkat sebelah. “Sek … sek, itu kok mirip sama yang dibicarakan di pasar kemarin?”

“Sopo …?” sahut para pekerja hampir bersamaan.

“Mantunya Juragan Sasmitro, yang minggat sama mantan pacarnya, tapi—”

“Istrinya Kartijo,” sela Darmi.

Surti mengangguk cepat, “Tapi mosok iyo, Meneer yang membawa minggat.”

Marni tersenyum sinis, “Jangan-jangan ….”

Mata mereka menatap satu sama lain, seolah paham apa yang akan dikatakan Marni. Beberapa masih memperhatikan Sulastri, beberapa kembali bekerja sembari terus berbisik-bisik. Gunjingan itu terhenti saat Petter menghampiri mereka, membuat para pekerja menunduk gemetar seketika.

“Apa kalian datang kesini untuk menggunjing orang?!” hardiknya, membuat para pekerja terdiam seketika. “Cepat selesaikan kalau tidak mau upah kalian saya potong,” lanjutnya sembari berjalan meninggalkan para pekerja.

Laki-laki itu kemudian beranjak pergi, tatapannya pun tertuju pada apa yang menjadi sumber gunjingan. Wanita ayu berkebaya merah hati yang sedang memangku bayinya.

Petter mengusap wajahnya kasar, pikirannya mengambang di antara rasa jengkel dan iba. Ia tahu gosip di antara para pekerja itu tak sepenuhnya salah, tapi tak sepenuhnya benar juga. Pandangannya kembali pada Sulastri yang beranjak berdiri kembali ke dalam rumah.

‘Apa benar wanita yang sedang ramai di bicarakan di pasar adalah dia,’ batin Petter menerka-nerka.

Bersambung.

1
Sayuri
g prlu d permalukan kmu dh malu2in kok
Sayuri
otak anakmu itu di urut. biar lurus
Sayuri
buah jatuh spohon2nya
Sayuri
ngapa g rekrut karyawan baru sih buk
Sayuri
comelnya🥰
Sayuri
peter nyebut gak lu. pelan2 woy. awas kejungkang si sul
Sayuri
lihat sul. anak yg g di akuin bpknya. tp brharga di org yg tepat
Sayuri
bisa aja lu no
Sayuri
kok sedih y 😔
SooYuu
gundik juga kek anaknya pasti
SooYuu
keturunan ternyata 😭😭
SooYuu
apa maksudmu, Meneer?????
Nanda
mending simpen energi gue buat yang lebih penting ketimbang ampas ini
Anna: Wkwkwkwkkk ... bangkotan tak tau malu🤧
total 1 replies
Nanda
jangan bilang Peter itu anaknya Rasmi?? atau mantan gundiknya ayahnya Peter??
Anna: Mana yang lebih seru? 🤭
total 1 replies
CallmeArin
uluh uluhh lutunaaaa😍
Anna: 🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶
total 1 replies
Sayuri
profesional bung. jgn gitu
Anna: Cari-cari kesempatan.
total 1 replies
Sayuri
gk. g ada yg di kuasai emosi d sni. ini udh berbulan2. lastri mengambil keputusan bukan krna emosi lg, tp krn kesadaran sndiri.
Anna: Yeeheeee 🫶
total 1 replies
Sayuri
ayo jgn gugup. ini kesempatan mu
Anna: Libass habis, ya
total 1 replies
Sayuri
wkwkwkwkwk mamphossssss
Sayuri
awas mulutmu di tempiling pakai buntut ikan
Anna: Ngikk-ngikk ... Kakk komenmu selalu jadi mood benget loo🫶
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!