NovelToon NovelToon
Tuan Alpha, Sang Bayangan

Tuan Alpha, Sang Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Kelahiran kembali menjadi kuat / Si Mujur / Cinta Murni
Popularitas:221
Nilai: 5
Nama Author: Adrina salsabila Alkhadafi

Arga, seorang remaja yang lahir dari darah daging ayahnya sendiri, tumbuh di rumah besar yang justru terasa asing baginya. Kehangatan keluarga yang seharusnya menjadi tempat berlindung berubah menjadi penjara dingin — penuh tatapan acuh, hinaan, dan kesepian.

Ayah yang dulu ia panggil pelindung kini tak lagi memandangnya. Cinta dan perhatian telah dialihkan pada istri baru dan anak-anak tiri yang selalu dipuja. Sementara Arga, anak kandungnya sendiri, hanya menjadi bayangan yang disuruh, diperintah, dan dilukai tanpa belas kasihan.

Namun di balik luka dan penghinaan yang menumpuk, Arga menyimpan api kecil dalam hatinya — tekad untuk bertahan, dan bangkit dri penderitaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 Misi Berbahaya

​Pagi hari, pukul 10. Safe Zone (dapur) Laila.

​Arga dan Laila berdiri di sana, sama-sama mengenakan pakaian semi-formal yang mahal—kombinasi warna krem dan hitam, terlihat matching layaknya pasangan baru. Di permukaan, mereka adalah power couple. Di dalam, mereka adalah agen rahasia yang tegang.

​"Oke, briefing terakhir," kata Arga, menggeser cangkir kopi Laila. "Ingat tujuan kita: Laptop Vino. Itu saja. Kita harus tampak mesra dan sangat protective terhadap satu sama lain. Kita di sana hanya 30 menit. Ambil laptop-nya, kabur."

​"Aku tahu goals-nya," desah Laila. "Yang jadi masalah, aku harus berakting manis di depan pria yang ingin menghancurkanku. Dan lebih parah, di depan Ayahmu, yang jelas-jelas membenciku."

​"Rendra tidak membencimu, Laila. Dia cemburu," koreksi Arga, matanya tajam. "Dia ingin kau dihancurkan karena kau melarikan diri dari financial control-nya. Dia ingin kau tetap menjadi aset yang bisa dia beli."

​Arga melangkah mendekat. "Sekarang, kita harus latihan. Kita tidak boleh kaku. Kita harus terlihat natural saat disentuh."

​Laila menelan ludah. "Latihan apa?"

​"Latihan touch," jawab Arga, tanpa ekspresi. "Kita harus terbiasa dengan sentuhan publik. Pegang tanganku."

​Laila ragu, lalu meraih tangan Arga. Jemari Arga segera mengunci jemarinya. Genggaman itu dingin, kuat, tetapi anehnya terasa sangat pas.

​"Kau harus bersandar padaku saat berbicara. Tunjukkan bahwa kau merasa aman di dekatku," perintah Arga.

​Laila mencoba bersandar sedikit. Wajahnya nyaris menyentuh bahu jas Arga. Aroma parfum Arga, yang clean dan mahal, membuatnya sedikit pusing.

​"Kau terlalu kaku," Arga mengkritik. Ia lalu menarik Laila mendekat dengan satu tangan di punggung Laila, membuat tubuh mereka benar-benar bersentuhan. "Kau harus menikmati momen ini. Sandiwara kita adalah asmara yang tak terhentikan, Laila."

​Di pelukan Arga, Laila merasakan jantungnya berdebar kencang, jauh lebih cepat daripada saat mereka berhadapan dengan Logic Bomb Vino. Ini bukan lagi akting, sialan.

​"Oke, oke, aku mengerti," Laila menarik diri, napasnya sedikit terengah. "Tapi jangan terlalu mendominasi. Biarkan aku yang memimpin dalam berbicara. Aku lebih jago berbohong dengan emosi."

​"Aku akan mengawasimu," balas Arga, matanya menyiratkan persetujuan.

​Rumah Rendra Satya Wardhana kini terasa sunyi dan suram. Garis polisi telah dicabut, tetapi aura kehancuran masih terasa. Rendra menjalani tahanan rumah dengan pengawasan ketat, menunggu proses hukum yang panjang.

​Saat mobil hitam mewah Aurora Tech berhenti di depan gerbang, Rendra yang sedang melihat ke luar jendela, langsung merasakan kemarahan yang membakar.

​Arga dan Laila turun dari mobil, bergandengan tangan erat. Laila tersenyum manis pada pengawal Rendra. Arga memegang bahu Laila, memastikan dia selalu berada dalam kendalinya.

​"Selamat siang, Tuan Wardhana," sapa Laila pada Rendra, yang berdiri di ruang tamu, tampak tua dan lelah.

​Rendra menatap Arga dan Laila, matanya dipenuhi kebencian. "Kalian datang ke sini untuk mengejekku?"

​"Kami datang sebagai keluarga, Rendra," balas Arga, menggunakan nama depan Ayahnya dengan dingin. "Kami datang untuk memberikan dukungan moral. Bagaimanapun, kami sudah bertunangan. Dan kami adalah keluarga. Anda, Nona Diandra, dan saya."

​Rendra tertawa sinis. "Keluarga? Laila, kau datang dengan pria yang menghancurkan kariermu dua kali! Kau benar-benar wanita bodoh yang terobsesi dengan uang!"

​Laila maju selangkah, tetapi Arga menariknya kembali, memeluk Laila dari belakang. Ini adalah akting terbaik.

​"Jangan sentuh dia, Rendra," kata Arga, suaranya tajam dan protective. "Laila sudah memilih. Dia memilih integritas dan masa depan, bukan kebohongan dan masa lalumu. Laila adalah tunanganku. Jika kau menyakitinya, kau berurusan dengan seluruh kekuatan Aurora Tech."

​"Kau tahu, Arga, kau hanya mengambil apa yang aku buang. Wanita ini adalah sisa-sisa kegagalan," desis Rendra.

​Laila, memeluk erat lengan Arga, balas menatap Rendra. "Anda benar, Tuan Rendra. Saya adalah kegagalan di mata Anda. Tapi engineer Anda ini melihat saya sebagai mitra. Dan kami datang ke sini bukan untuk mengejek. Kami datang untuk mengucapkan selamat tinggal."

​Drama emosional itu menciptakan pengalihan sempurna. Rendra terlalu sibuk berdebat dengan Arga tentang pengkhianatan dan warisan, sehingga mengabaikan sekelilingnya.

​Laila memberi isyarat mata kepada Arga. Sekarang.

​"Kami permisi, Rendra. Laila butuh kamar mandi. Dia agak sensitif akhir-akhir ini," Arga berbohong, memeluk Laila erat dan membawanya menjauh.

​"Sensitif? Kenapa?" Rendra curiga.

​"Itu urusan kami," jawab Arga, dingin. Ia membawa Laila ke lantai atas.

​"Kau bilang sensitif, Arga?! Kau mau Ayahmu berpikir kita sudah—" Laila berbisik panik.

​"Semakin drama, semakin dia sibuk memikirkan cucu dan melupakan laptop-nya," balas Arga.

​Mereka tiba di ruang kerja lama Rendra. Laila dengan cepat mencari laptop lama Vino.

​"Di sana! Di bawah tumpukan sertifikat properti," bisik Laila.

​Laila meraih laptop usang Vino. Arga dengan cepat mengeluarkan flash drive terenkripsi dan mulai menyalin data.

​Tepat saat progress bar mencapai 50%, pintu terbuka. Itu bukan Rendra.

​Itu Vino. Vino telah kembali dari panggilan Kejagung, wajahnya kusut dan marah. Dia melihat Arga dan Laila berjongkok di balik meja.

​"Kalian!" Vino berteriak, wajahnya merah. "Kalian kemari untuk mencuri! Laila! Kau mengkhianatiku lagi! Kalian tunangan palsu! Kalian datang untuk mencari bukti!"

​Arga berdiri tegak, memblokir Laila. "Kami datang untuk mengucapkan selamat tinggal, Vino. Tapi tampaknya kau terlalu paranoid."

​"Kau tidak akan mendapatkannya!" Vino menyerang Arga.

​Arga, yang kini lebih kuat dan terlatih, dengan cepat menghindar. Ia tidak ingin berkelahi, tetapi ia harus mengulur waktu.

​"Vino! Kontrol dirimu! Kau sedang dalam pengawasan!" teriak Laila.

​Vino mencoba meraih laptop-nya, tetapi Arga menendang kursi ke arahnya, mengalihkan perhatian Vino sejenak.

​Laila melihat progress bar: 98%.

​Vino berhasil menerjang Arga. Mereka bergumul di lantai.

​Laila melihat 99%. Ia mencabut flash drive itu tepat saat Arga berhasil mendorong Vino, menjatuhkannya ke tumpukan dokumen.

​"Selesai," bisik Laila.

​Arga segera berdiri, membenarkan jasnya yang sedikit kusut. Vino terengah-engah di lantai.

​Rendra masuk, mendengar keributan. "Ada apa ini?!"

​"Rendra! Arga mencoba mencuri fileku! Laila adalah mata-mata!" teriak Vino.

​Arga menatap Rendra dengan tenang. "Vino mencoba menyerang tunangan saya, Rendra. Kami hanya melihat-lihat desain lama. Jika ada yang mencurigakan, mengapa kau takut? Bukankah kau bersih?"

​Rendra melihat wajah Vino yang panik dan Arga yang tenang. Rendra memilih kekuasaan. "Keluar dari sini, Arga. Bawa tunanganmu. Sekarang!"

​Arga meraih Laila, dan mereka berdua berlari ke luar rumah. Mereka masuk ke mobil tanpa menoleh ke belakang.

​Di dalam mobil, mereka terengah-engah, adrenaline mereka memuncak.

​"Gila. Itu gila," kata Laila, memeluk laptop Vino. "Tapi kita berhasil."

​Arga mengangguk. Ia meraih tangan Laila, mengusapnya. Sentuhan itu terasa melegakan, bukan lagi sandiwara.

​"Kau hebat, Laila. Kau menyelamatkan chip itu," kata Arga.

​Laila tersenyum, lega. Namun, saat Laila hendak menyingkirkan rambutnya, ia menyadari sesuatu.

​"Cincinnya!" Laila panik. "Cincin pertunangan titaniumnya hilang! Itu copot saat aku bergumul dengan Vino atau saat kita berlari!"

​Arga mengerem mobilnya. Wajahnya menegang. "Apa? Cincin itu..."

​"Itu hanya properti, Arga! Kita bisa membeli yang baru!" seru Laila.

​Arga menggeleng. "Bukan itu masalahnya. Rendra akan menemukannya. Jika Rendra menemukan cincin itu... dia akan tahu bahwa pertunangan itu palsu. Cincin itu terlalu murah untuk fiancée Tuan Alpha. Dia akan tahu itu hanya trik untuk masuk ke rumahnya."

​Laila dan Arga saling pandang. Mereka berhasil mendapatkan laptop, tetapi mereka meninggalkan jejak yang jauh lebih berbahaya—bukti bahwa sandiwara mereka adalah kebohongan yang direncanakan. Rendra akan menggunakan ini.

​"Cincin itu... adalah Logic Bomb baru," bisik Laila.

​Arga memukul kemudi mobilnya, frustrasi. "Sialan. Permainan belum berakhir."

1
Rabi'ah
ceritanya lumayan bagus loh, kok gak rame
putri lindung bulan: mungkin karena baru,semoga kedepannya lebih rame lagi,makasi ya,selalu suport
total 1 replies
putri lindung bulan
Rumah seharusnya tempat berlindung, tapi baginya rumah adalah penjara.
Dihina, disakiti, diabaikan — hingga akhirnya ia memilih pergi, membawa luka yang berubah jadi kekuatan.
Bertahun-tahun kemudian, dunia berbalik.
Anak yang dulu diremehkan, kini berdiri di atas cahaya keberhasilannya.
mari masuk ke dunia Tuan alfa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!