NovelToon NovelToon
Cinta Atau Dendam, Suamiku?

Cinta Atau Dendam, Suamiku?

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Lari Saat Hamil / Anak Genius / Hamil di luar nikah / Pelakor jahat
Popularitas:51.1k
Nilai: 5
Nama Author: Edelweis Namira

Thalia Puspita Hakim, perempuan berusia 26 tahun itu tahu bahwa hidupnya tidak akan tenang saat memutuskan untuk menerima lamaran Bhumi Satya Dirgantara. Thalia bersedia menikah dengan Bhumi untuk melunaskan utang keluarganya. Ia pun tahu, Bhumi menginginkannya hanya karena ingin menuntaskan dendam atas kesalahannya lima tahun yang lalu.

Thalia pun tahu, statusnya sebagai istri Bhumi tak lantas membuat Bhumi menjadikannya satu-satu perempuan di hidup pria itu.

Hubungan mereka nyatanya tak sesederhana tentang dendam. Sebab ada satu rahasia besar yang Thalia sembunyikan rapat-rapat di belakang Bhumi.

Akankah keduanya bisa hidup bahagia bersama? Atau, justru akhirnya memilih bahagia dengan jalan hidup masing-masing?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KEALPAAN KEHADIRAN

"Saya bisa minta Bi Ningrum yang masak. Kamu istirahat saja." Bhumi memeluk Thalia dari belakang.

Setelah percakapan mereka yang berujung tanpa kejelasan, Bhumi memilih mengalah. Ia akan bersabar tanpa menuntut Thalia untuk lekas menjawab. Ia pun melepaskan Thalia untuk membersihkan diri setelah seharian bekerja.

Begitu Bhumi keluar dari kamar mandi, ia sempat dilanda kebingungan. Kamar Thalia kosong. Menyisakan aroma vanilla yang menyeruak memenuhi penciuman Bhumi.

Kamar berwarna biru itu terasa begitu manis dan hangat. Kamar yang sengaja ia siapkan untuk Thalia- wanita penyuka segala hal warna-warna soft. Dekorasi kamarnya pun begitu.

Ranjang dengan sprei putih gading dilengkapi selimut rajut berwarna soft blue, meja riasnya dengan warna ivory dengan pegangan laci berwarna putih, sebuah laci sedang dipermanis dengan vas ukuran sedang yang terdapat bunga kering di atasnya, tak lupa sebuah rak buku di sisi sebelah kanan tempat tidur yang berisi novel dan buku favorit Thalia. Kemudian, di sudut ruangan sebuah sofa double berwarna ivory dengan bantal pattern soft blue juga.

Thalia tidak berontak, meski pelukan Bhumi itu sangat mengganggunya. "Aku juga lapar. Duduk gih! Masaknya bakalan lama kalau kamu nempel begini."

Aroma segar sabun menyeruak dari tubuh Bhumi. Tangan pria itu masih meyisakan sensasi dingin.

Bhumi terkekeh. Rambut Thalia yang dicepol asal dengan jedai mungil itu membuat Bhumi bisa menghirup aroma manis cake pada leher Thalia.

"Nggak apa-apa makan malam-malam begini? Bukannya kamu sangat menghindari makan di atas jam 8 malam? Nggak khawatir berat badannya nambah?"

Thalia menahan diri mati-matian agar tidak mendesah saat Bhumi mengecup lama leher putihnya.

"Hmmh... Lebih bagus kalau aku gendut. Siapa tau kamu bakalan lepasin aku tanpa melunasi hutang sialan itu!" Tangan Thalia masih mengaduk masakannya.

Bhumi menarik bibirnya dari leher Thalia. Bukan perihal mengenai Thalia gendut atau hutang-hutang itu. Tetapi keberadaan wanita bersurai cokelat gelap ini yang paling penting untuk Bhumi.

"Apapun kamu, saya tidak akan melepaskan kamu," sahutnya tegas.

Thalia terdiam sejenak, lalu menormalkan ekspresinya. "Makanannya sudah mau siap. Kamu lepaskan aku dulu."

Bhumi tidak banyak protes. Tangannya benar-benar terlepas dari pinggang ramping istrinya.

Thalia dengan terampil memindahkan masakannya ke atas nasi, disamping scrambeld egg yang lebih dulu ia buat.

"Bukannya kamu juga lapar? Kenapa hanya buat untuk saya?" tanya Bhumi, berdiri bersandar pada meja dapur.

"Aku lapar bukan untuk makan ini." Thalia meletakkan piring makanan Bhumi ke atas meja bar. Dengan sigapnya ia juga menuangkan segelas air minum.

Istri yang baik bukan? Yaa meskipun sebenarnya Thalia lebih senang menabur racun di makanan itu daripada bersikap manis seperti ini.

"Lalu?"

Thalia mengambil sebungkus mie instan dari laci atas. "Apalagi?"

Wajah Bhumi mengeras. "Itu nggak sehat, Tha. Kamu masak udang untuk saya sedangkan kamu sendiri malah makan makanan racun itu."

Thalia menghela napas panjang. "Hanya sebungkus. Nanti aku tambahin telur dan sayur. Kamu mau?"

Bhumi tidak menjawab. Pria itu melangkah pelan lalu segera mengambil mie instan berwarna kuning itu dan membuangnya ke tempat sampah. Setelah itu, kembali pada Thalia yang melotot dengan kesal.

"Ikut saya!"

Kaki Thalia menghentak keras beradu dengan lantai marmer dapur. Bibirnya mencebik. Ia sangat ingin makanan itu, bahkan sejak tadi sore.

"Duduk!" Bhumi berhenti tepat di antara kursi bar berlapis kulit hitam itu.

"Aku lapar, Bhumi!" Thalia merengut kesal. Tangannya bersedekap di depan dada.

"Iya saya tahu. Makanya kamu duduk dulu."

"Makanannya?" Pelototan itu terlihat lucu untuk Bhumi. Alih-alih menakutkan, ia seperti sedang anak kecil yang merajuk karena tidak diberikan es krim.

"Ini makanan. Ayo duduk! Saya suapi."

Thalia melongo. "Kamu kerasukan?"

Bhumi mendengus. "Ada-ada aja. Cepat duduk!"

"Jangan gini deh. Aku merinding sebadan-badan." Thalia tetap menuruti perintah Bhumi.

"Kamu kira saya hantu?" Bhumi mendelik kesal.

"Iblis, lebih tepatnya!" Thalia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Mengabaikan wajah Bhumi yang dongkol.

Malam itu, menjadi malam pertama yang mereka tutup tanpa perdebatan dan tegang urat. Ditemani dinginnya cuaca dan sepiring makanan yang Thalia buat dengan tulus, Bhumi merasakan kehangatan dari istri yang selama ini menjadi pusat dendamnya.

***

"Ini kamar aku?" tanya anak perempuan dengan rambut ikal yang dibiarkan tergerai itu. Mata hazel itu berbinar penuh minat saat melihat dekorasi kamarnya.

Kamar dengan nuansa cream itu bak sebuah latar di dalam cerita anak yang biasa ia baca. Ranjang ukuran sedang berwarna putih dengan sprei cream itu dilengkapi dengan rak dinding yang terisi dengan berbagai figura dirinya dan mamanya. Beberapa furniture berbentuk dan motif kakus.

Di sisi kanan kamar tersebut terdapat bingkai dinding yang terhampar diaroma hutan dan safari. Terdapat beberapa figur binatang mengisi latar safari tersebut. Ada kelinci dan kancil yang berdiri di bawah sebuah pohon besar yang menonjol dengan tekstur kulit realistis. Pepohonan besar yang rimbun ikut menambah keindahan dekorasi 3D dinding tersebut.

"Kata Mama kamu senang banget story telling. Itu bisa jadi latar kamu bercerita. Kamu suka?" Bhumi berdiri gagah di belakang Jemia.

Jemia mengangguk senang. Kemudian menoleh pada pria tinggi di sampingnya. Anak itu memicing sinis pada Bhumi, yang meski berkata dengan pelan raut wajahnya tetap galak dan sombong.

"Mamaku mana? Kenapa Mama nggak ikut jemput Mia? Om Galak mau culik aku, ya?" tuduh Jemia.

"Panggil saya Papa. Saya ini Papa kamu. Kenapa kamu harus sejudes itu pada Papa kamu sendiri?" Bhumi seakan lupa berkaca dari mana bibit ketus anak itu didapatkan.

"Nggak! Mia nggak suka Papa galak kayak Om Galak!" tolak Mia memasang wajah ketus.

Beberapa pelayan di belakang Bhumi melongo kaget. Antara cemas dan ingin tertawa bercampur jadi satu. Mana ada yang dengan berani berkata seketus itu pada majikan mereka itu.

"Faktanya saya tetap Papa kamu. Lihat! Kamu suka kaktus, saya juga suka itu." Bhumi menunjuk beberapa pot kaktus kecil di dekat jendela kamar.

Lalu pada beberapa aksesori kamar yang mayoritas dengan motif kaktus.

Jemia menggeleng. "Om Julian yang sering bawain aku kaktus. Bukan Om Galak. Karena Om Julian yang bawa makanya aku suka."

Bhumi menaikkan satu alisnya. "Om kamu itu ikut-ikut saya saja. Jangan terlalu dekat dengan dia. Nanti kamu semakin susah memanggil saya Papa."

"Tapi aku memang suka sama Om. Kan Om punya pacar. Mana Tante Galak itu?" Dagu Jemia terangkat. Mendongak menatap Bhumi yang menurutnya adalah tipikal orang dewasa yang pemaksa dan galak.

Tidak ada raut bersahabat sama sekali di wajah cantik itu.

"Gak ada pacar, Jemia. Itu hanya teman saya. Kakaknya Mama kamu. Jadi dia adalah Tante kamu. Namanya Tante Adelia."

"Kalau dia bukan pacarnya Om Galak, kenapa dia peluk-peluk, Om?"

"Tante Adelia peluk Papa kamu?"

Bhumi tersentak. Ia menoleh ke ambang pintu. Thalia yang tadinya izin ke toko roti sebentar ternyata sudah berdiri di ambang pintu.

"Mama!" Jemia berlari ke arah mamanya. Memeluk leher Thalia yang langsung menyambut putrinya itu.

"Mia salah paham. Nggak begitu aslinya." Bhumi bersuara membela diri.

Jemia menatap Bhumi sengit. "Aku nggak bohong! Aku masih ingat Tante itu peluk-peluk Om Galak!"

"Papa, Jemia. Bukan Om Galak...." pinta Bhumi frustasi. Sengaja tidak menatap wajah datar tetapi menusuk Thalia.

"Kalau memang Papa Mia, kenapa di foto Mia lahir yang ada Om Julian, bukan Om Galak?"

'Mati aja lah kamu, Bhumi!'

*

*

*

Disclaimer, meski mereka akan jarang berdebat lagi dan ada kemungkinan Thalia tersentuh, tenang ya readers kesayangan aku. Ini baru bab awal. nggak seru kalau langsung happy ending 🤣.

1
Yani Cuhayanih
Bhumi sedang tidak baik2 saja..mungkin karena pengaruh hidrometeoroligi jadi hatinya remuk redam ketiban pohon tumbang,nangis sedih hingga banjir bandang karena patah hati..oh satu lagi harapan tuk rujuk tipis bagaikan hutan yg gundul karena pembalakan liar..jika sudah seperti ini ,aji harus buat drama viral ,cerita sediih sama thalia..kalo tdk mo jenguk ke rumah sakit bisa2 Bhumi koma karena hatinya luluh lantah ,🤭
Teti Hayati
Semangat ka... 🤗
Edelweis Namira: Makasii ya kak😍
total 1 replies
ChikoRamadani
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️ Sangat menarik
Alur ceritanya bagus dan konfliknya tidak begitu terlalu rumit...
pemilihan kosakata sangat baik dan mudah untuk dipahami...

terimakasih buat kk othor,
semoga sukses ❤️
Edelweis Namira: Terima kasih yaaa🙏
total 1 replies
Rahayu Ayu
Karya ter the best
Edelweis Namira: Terima kasih, Kakak😊
total 1 replies
Rahayu Ayu
Sehat selalu dan tetap semangat kak Author 💪
Rahayu Ayu
waalaikum salam
Innalilahi wa innailaihi roojiun....
Semoga Almarhum Ayahnya kak Author, di ampuni segala kesalahannya dan di tempatkan di JannahNya Aamiin 🤲 🤲
Sehat" kak Author & keluarga
🙏🙏
Paon Nini
udah tau begitu masih aja ada Adelia disekitar km, temen, mantan tunangan atau apalah penyebutannya lebih baik hentikan. km aja emosi trus saat Julian ada disekitar thalia jd berlaku hal yg sama juga bagi istrimu
Paon Nini
mampus
Paon Nini
komunikasi kalian buruk, kenapa g dari awal dijelaskan. kenapa ego aja yg digedein, dan lagi Adelia itu bebas aja melenggang setelah menghancurkan hidup kalian
Paon Nini
jangan omdo deh, lihat anakmu jelas2 mati gara2 dia. dan semua udah diungkap sama dia, jangan lembek lagi lah
Paon Nini
kalian sama aja, sama2 gila
Suhainah Haris
inalillahi wainnailaihi raji'un,semoga keluarga yang di tinggalkan tabah dan sabar
Bunda
innalilahi wa inna lillahirojiun...
yg sabar dan tabah ya thorr...
semoga diampuni segala dosa"nya..dan diterima semua amal ibadahnya..

aamiin
IceQueen
innalillahi wa inna ilahi rojiun, turut berduka cita thor. semoga segala amal ibadah ayahnya diterima dan diampuni segala dosa2 nya. dan untuk keluarga yg ditinggalkan di berikan ketabah. aamiin yra🙏
Edelweis Namira
terima kasih untuk doa-doa baiknya kalian yaaa🙏
Santi Seminar
innalilahi wa Inna ilaihi rojiun...turut be duka cita kak,semoga bapak Husnul khotimah keluarga diberikan ketabahan
Uthie
Innalilahi wa Innailaihi rooji'uun 😟
Allahummaghfirlahu warhamhu wa'aafihi wa'fuanhu 🤲🤲

Turut berdukacita sedalam-dalamnya yaa Thor 😢🙏🙏
Semoga keluarga yg ditinggalkan diberikan keikhlasan, kekuatan, dan kesabaran dalam menerima Takdir Nya ini 🙏🙏
Lina Marali
innalilahi wainnailaihi rojiun semoga Husnul hotima ayah nya
Rieya Yanie
innalilahi wa innailaihi rojiun.semoga almarh husnul khotimah dan keluarga yang ditinggalkan dibrikan keikhlasan dan kesabaran..Aamiin
Bunda Idza
turut berbelasungkawa Thor.... semoga othor dan keluarga besar sabar dan beliau mendapat tempat terbaik disisi Tuhan 🤲🥲
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!